Tawuran, Trend Negatif Pelajar Indonesia: Apa yang bisa kita lakukan? (Bagian 1)

Dr.Lahargo Kembaren SpKJ (Psikiater RS Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi, Bogor)

Berita mengenai tawuran seakan tidak pernah sepi menghiasi berbagai media di Indonesia; baik media cetak maupun elektronik. Cerita tentang pelajar terlihat begitu agresif menyerang kelompok lawannya menjadi makanan masyarakat sehari-hari. Mereka saling serang dengan cara melempar batu, menggunakan senjata tajam, saling kejar dan jatuh banyak korban akibat tawuran ini. Ini menjadi catatan merah dan trend negatif dari pelajar Indonesia saat ini dan PR (pekerjaan rumah) yang besar bagi kita semua.

lahargo 7Dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan intensitas tawuran pelajar, apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia? Dimana guru dan kepala sekolah serta pemerintah? Di mana orangtua serta lembaga sosial dan keagamaan?

Pelajar adalah manusia yang hidup dalam situasi transisi antara dunia anak menuju dewasa. Di sinilah ruang dimana seorang manusia remaja mulai menyadari kebutuhan-kebutuhan sosialnya untuk diterima sekaligus diakui oleh komunitas masyarakat di sekitarnya.  Kebutuhan akan harga diri dan diterima oleh kelompoknya menimbulkan suatu fanatisme yang besar dalam kelompok tersebut sehingga mau melakukan berbagai hal termasuk tawuran untuk kepentingan kelompoknya.

Apa alasan pelajar melakukan tawuran?  Harga diri kah atau sekedar mencari popularitas atau kekuasaan atas siswa sekolah lain?

Kadang siswa melakukan tawuran hanya karena ikut-ikutan terutama bagi siswa sekolah yang merasa memiliki “musuh bebuyutan”. Bahkan tawuran yang terjadi kadang hanya karena alasan yang sepele atau bahkan mungkin karena sesuatu yang dibuat-buat dan tidak masuk akal.

Tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku agresi. Dalam tawuran terdapat perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti dan merugikan orang lain.

Tawuran sebenarnya terjadi karena frustasi yang dialami pelajar tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Frustasi ini bisa terjadi di sekolah, di rumah dan lingkungan sosialnya. Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu.  Frustasi karena tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik, frustasi karena orangtua yang sering bertengkar dan kurang mendapat perhatian dari orangtua, frustasi karena tidak bisa memenuhi standar hidup seperti orang-orang lain di sekitarnya, dll.

Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya, mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi. Hampir semua bentuk frustasi berujung pada perilaku agresi dan inilah yang terlihat dalam bentuk tawuran yang marak akhir-akhir ini.

Permainan video games nuansa kekerasan kerap digandrungi anak-anak mulai dari usia Balita sampai remaja bahkan dewasa. Mereka begitu menikmatinya di saat memukul, meninju,  membanting lawan mainnya dan melukai lawannya. Permainan ini sangat mudah didapatkan di berbagai alat/ media/ gadget, di play station, game on line, smart phone, tab, dll.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Indiana University School of Medicine (Amerika Serikat) berhasil membuktikan adanya bahaya dari jenis games ini. Menurut peneliti, permainan ini akan memberikan dampak tak baik bagi otak yang berperan mengontrol emosi dan fungsi kognitif dari mereka yang menggunakannya. Permainan tak mendidik ini bisa memberikan efek buruk neurologis jangka panjang yang mengubah perilaku jadi agresif dan merusak fungsi otak pengontrol emosi, juga cara berpikir seseorang.

Model pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan dan pujian setelah aksi mereka  melakukan tindak kekerasan. Hal ini sudah barang tentu membuat penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresi.

Selain model (contoh, red.) dari yang disaksikan di televisi, belajar model juga dapat terjadi secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Bila seorang yang sering menyaksiksikan tawuran di jalan, mereka secara langsung menyaksikan kebanggaan orang yang melakukan agresi secara langsung. Atau dalam kehidupan bila terbiasa di lingkungan rumah menyaksikan peristiwa perkelahian antar orangtua di lingkungan rumah, ayah dan ibu yang sering cekcok dan peristiwa sejenisnya, semua itu dapat memperkuat perilaku agresi yang ternyata sangat efektif bagi dirinya.

Remaja yang tidak merasa dihargai, tidak dipahami, dan tidak diterima seperti apa adanya oleh orangtua di rumah juga akan cenderung untuk lari dari situasi riil. Dalam kondisi ini remaja yang secara psikologis mudah goyah dalam pendirian akan mudah terangsang untuk berperilaku menyimpang (BERSAMBUNG)

One thought on “Tawuran, Trend Negatif Pelajar Indonesia: Apa yang bisa kita lakukan? (Bagian 1)

  1. Tawuran anak-anak muda pelajar, mantap dan jelas sekali penjelasan Dr LK termasuk juga banyak cara menghindari dan antisipasi, terutama bagi sekolah dan juga orang tua.
    Persoalan lain seperti anak-anak muda yang mencuri ayam atau tabung gas yang berakhir dengan pengadilan massa.
    Begitu juga organisasi pemuda PP yang mengeroyok dan melempari pemuda PMS dengan batu dan memukuli anggota PMS yang sudah pingsan dengan kayu berulang-ulang dan silih berganti memukuli. Padahal PMS hanya bikin demo damai secara demokratis menyampaikan protes mereka ke DPRD atas penyiksaan pengurus PP terhadap anggota PMS.
    Terima kasih Dr LK
    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.