Ciak Kopi di Berastagi dari Bahasa Tionghoa

Oleh: Sada Arih Sinulingga (Berastagi)

 

SADA ARIH 5Berastagi dahulu sangat sepi. Tanah-tanah milik merga Karo-karo Purba ini awalnya dibangun pesanggrahan tempat peristirahatan bagi kolonial Belanda. Selain itu, dibangun pula jalan yang menghubungkan Medan dengan Berastagi. Jalan yang dibangun tahun 1905 ini merupakan jalan utama menuju Kotacane (Aceh Tenggara), Sidikalang (Kabupaten Dairi), dan Seribudolok (Kabupaen Simalungun).

Maka, jelaslah,  Berastagi menjadi daerah penting sejak masa kolonial Belanda. Di kota ini juga Bung Karno pernah ditawan di suatu tempat persis di belakang Bukit Kubu Hotel yang terletak di Lau Gumba, Berastagi.

soekarno
Patung Soekarno di pasanggrahan tempat dirinya diasingkan ke Dataran Tinggi Karo (Berastagi). Patung ini diresmikan oleh Guruh Soekarno Putra.

Setelah Indonesia Merdeka, Berastagi belumlah seramai sekarang. Saat itu, berdatangan pula orang-orang Karo dari luar Berastagi sekitarnya untuk tinggal bermukim dan berusaha di Berastagi. Selain itu, orang-orang Tionghoa juga mulai mencari tempat untuk berusaha dengan berdagang dan ada juga berkebun sayur. Memang, sebelum Merdeka, orang-orang Tionghoa ini sudah ada juga tinggal di Berastagi sebagai petani sayur yang dikenal sebagi Cina Kebun Sayur.

Sebagian mereka mulai berdagang dengan menyewa tanah dan rumah milik merga Purba dengan membayar uang kopi, mereka sebut dikasihlah Uang Ciak Kopi. Saat itu, belum ada jual bei tanah apalagi rumah. Maka berlakulahlah istilah memberi uang dengan membayar uang minum kopi (ciak kopi).

Uang sewa rumah yang dikenal dengan istilah ciak kopi ini berlaku tanpa batas waktu tertentu namun sampai rumah yang ditempati tersebut runtuh atau tidak layak lagi. Apabila rumah terbakar maka tanah bekas tapak rumah itu kembali kepada empunya.

Istilah ciak kopi yang berasal dari bahasa Tionghoa ini jadi populer dan juga digunakan untuk orang-orang pribumi termasuk kepada orang Karo sendiri yang ingin menyewa rumah di Berastagi. Banyak sekali dahulu penghuni rumah di Berastagi asal mulanya dengan membayar ciak kopi. Belakangan, setelah ada praktek jual beli tanah legal dengan cara ganti rugi tanah, maka tanah dan rumah ditawarkan kepada orang yang menempatinya dengan sistim ciak kopi sebelumnya kemudian membelinya. Ada juga karena pemakai tanah tidak mampu membeli maka tanah dijualkan kepada orang lain dengan mengembalikan uang ciak kopi yang dahulu telah diterima.



Banyak kasus yang menemukan kesepakatan kedua belah pihak, tapi ada juga kasus-kasus dimana penyewa dengan sistim ciak kopi tidak bersedia meninggalkan rumhnya karena bangunanny masih layak ditempati. Adapaun yang sudah dibeli dengan ganti rugi kemudian tentu sudah memiliki legalitas sebagai pemilik terlebih sudah mengurusnya dengan memiliki sertifikat tanah.

Foto head cover: Penampilan Sangar Seni Sirulo yang disutradarai oleh Juara R. Ginting dari Nederland lewat webcam di Anjungan Pesta Mejuah-juah, Berastagi.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.