Oleh: Robinson Ginting Munthe (Jakarta)
Secara singkat bisa dibilang istilah “Batak” untuk orang-orang Toba, Samosir, Humbang dan Silindung adalah strength (kekuatan) karena, suka tidak suka, akademis atau tidak akademis, istilah Batak itu mempersatukan dan memperkuat posisi mereka, khususnya ke luar etniknya.
Tapi sebaliknya bagi Karo, istilah “Batak” pada Batak Karo justru memperlemah (weaknes) posisisinya, karena istilah Batak tersebut “memecah” (mereduksi) kedudukan Karo yang seharusnya solid tanpa tambahan embel-embel Batak.
Ke dalam, orang Batak Karo secara tersamar atau tidak, mereka tidak suka kalau hanya disebut (dijuluki) sebagai “Batak” saja, tak sanggup mereka menanggalkan Karo-nya. Keluar, istilah Batak Karo menjadi tereduksi dengan “dominasi dan kerancuan” yang ditimbulkan oleh Batak yang secara de fakto sudah kuat merangkum orang Toba, Samosir, Humbang dan Silindung.
Batak Karo menjadi kerdil posisinya.
Bahasa Alas dan bahasa Pakpak banyak sekali miripnya, banyak kata-kata sama dalam 3 bahasa suku-suku itu. Tetapi kalau orang Karo bilang atau menamakan suku Alas dan Pakpak dengan istilah Karo Alas dan Karo Pakpak, wow . . . betapa kerdilnya suku Alas dan Pakpak . . .
Untungnya Karo tak mungkin dan tidak akan mau bikin begitu, tidak mau mengkerdilkan suku lain.
MUG
“Tapi sebaliknya bagi Karo, istilah “Batak” pada Batak Karo justru memperlemah (weaknes) posisisinya, karena istilah Batak tersebut “memecah” (mereduksi) kedudukan Karo yang seharusnya solid tanpa tambahan embel-embel Batak.”
“Batak Karo menjadi kerdil posisinya.”
Mantap!
Di Eropah ada seorang Karo yang memperkenalkan dirinya sebagai orang Karo kepada seorang Duta Besar RI di salah satu negara Eropah barat. Wow. . . mantap juga, he he he . . .
MUG