Sirulo TV: Satu Gereja Satu Kampung

Laporan ITA APULINA TARIGAN dari Nederland

 

Ita Apulina TariganPernahkah kita menanyakan pada diri sendiri mengapa tidak ada rumah ibadah (gereja atau masjid) di bangun di tengah desa-desa Karo? Pertanyaan seperti ini mungkin akan menjadi penting bila kita bandingkan dengan desa-desa di Sumatera Barat yang disebut nagari. Di sana, selalu ada masjid di tengah pemukiman. Demikian juga di Aceh dan banyak tempat lain di Indonesia.

Kalau kita lihat sejarah kampung-kampung di Sumatera Barat dan Aceh, masjid dibangun nantinya di tengah perkampungan yang memang sudah ada sebelumnya sebagai sebuah cap (stempel) bahwa kampung itu secara keseluruhan dirangkul oleh Islam dari aliran tertentu sebagaimana terpancar dari mesjidnya.

Protestanse Kerk
Sumber: Topografie van Nederland

Memang ada usaha pemisahan antara pemimpin agama dengan pemimpin pemerintahan dan pemimpin adat sehingga mereka ciptakan istilah tiga tungku nan sejarangan  yang kemudian dipakai oleh orang-orang Mandailing dengan istilah dalihan na tolu dan sekarang dikenal luas seolah ciptaan orang-orang Batak Toba. Namun, perlu kita pahami, bahwa pemisahan itu terjadi hanya dalam hal konteks. Pemimpin agama (ulama) adalah pemimpin kampng dalam konteks keagamaan, pengulu adalah pemimpin kampong secara keseluruhan dalam konteks pemerintahan, dan pengetua adat pemimpin kampong secara keseluruhan dalam konteks adat.

Itulah kehebatan intelektual Minang yang melihat adanya perbandingan sistim hidup bersama mereka dengan Eropah, terutama di dalam tiga pilar kehidupan dari Montesqieu atau biasa disebut dengan Trias Politica. Jauh sebelumnya sudah ada Trinity di dalam Kristen yang terdiri dari Bapa, Anak dan Roh Kudus.




Nah, di Karo sepertinya tidak pernah terjadi saling keterkaitan seperti itu. Bangunan ibadah seperti gereja, masjid dan juga pure Hindu ditempatkan i daraten bide kuta (di luar pagar kampung). Dengan begitu, tak ada satu agama yang manapun yang bisa mengklaim warga sekampung sebagai umatnya. Padahal, bila kita lihat di daerah asalnya, semua rumah ibadah itu wajib dibangun di tengah kampung. Baik gereja maupun masjid atau pure dibangun bersamaan dengan pembangunan kampung.

Demikian halnya gereja-gereja tua di Eropah sebagaimana Sora Sirulo dapati di sebuah kota lama dekat Leiden (Nederland). Antropolog Juara R. Ginting menjelaskan bagaimana satu kampung satu gereja sebagaimana halnya di Karo satu rumah (baca: rumah adat) satu kuta (kampung) (Lihat video di bawah).








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.