Kolom M.U. Ginting: PEMIKIRAN LUHUT

 

Menko Luhut bisa melihat yang baru dalam diri Trump, ketika menuliskan perbandingan Presiden Jokowi dengan presiden terpilih AS Trump, ditulis kemarin di koran Singapura The Strait Times [Rabu 18/1]. Pemikiran ini sesuatu yang baru juga bagi orang-orang Indonesia sebagai pemerhati perkembangan AS, negara yang sangat banyak pengaruhnya terhadap perubahan dan perkembangan dunia. 

Pandangan Luhut berkebalikan dengan politikus Indonesia pada umumnya atau juga berkebalikan dengan pandangan politik dari The Estalblishment AS maupun Eropah, yang mulai kembang kempis pikirannya dengan sikap-sikap dan pandangan Trump atas UE, Nato, PBB dan atas perjanjian trade international yang bakal dihapuskan oleh Trump seperti TPP.

We need smart trade, not free trade,” kata Trump.

Trade yang dia ingin laksanakan ialah bilateral, bukan multilateral atau model UE. Trade yang dibicarakan antara kedua negara yang bersangkutan, tidak perlu mengikutkan orang ke 3 seperti organisasi-organsias trade itu. Tiap negara berusaha mengembangkan dan melindungi ekonominya. Jangan diatur oleh orang luar atau organisasi lain. Apalagi organ trade lain yang akan bikin peraturan dalam negara tertentu, karena ikut jadi anggota perjanjian trade itu. Ini bisa mengekang nagara dan menekan kemerdekaan rakyat suatu negara.

Ketika barusan saja Presiden China melawat di Eropah, dalam rangka mengikuti the 47th World Economic Forum (WEF) annual meeting on Jan. 17 di Geneva, Swiss, dia memberikan banyak harapan tentang ‘free trade’ dunia. Tersirat seakan-akan mengejek Trump yang berpolitik ‘isolasionis’ dalam ekonomi dan perdagangan internasional. Trump pernah mengatakan akan menaikkan biaya atau pajak masuk barang-barang China ke AS, yang belakangan hampir tidak dipajaki sama sekali, karena banyak diantara produksi itu adalah produksi dari fabrik-fabrik AS yang hijrah ke China.

Dia juga akan mendenda fabrik-fabrik AS yang pindah keluar (banyak di China) tetapi produksinya malah dijual di AS. Bebas masuk tanpa pajak pula, atau pajaknya sedikit sekali. Akibatnya ialah, banyak terjadi pengangguran di AS tetapi malah disuruh beli pula barang-barang fabrik yang hijrah itu karena semua umumnya diexport kembali ke AS oleh China. Terakhir kita lihat  soal fabrik mobil Ford dan Toyota yang mau pindah ke Mexico cari tenaga buruh murah.

Trump bilang, kalau mobil kalian itu masuk lagi ke AS akan dipajaki tinggi. Ford dan Toyota mundur teratur. Ini salah satu taktik Trump dalam implementasi ‘smart trade, bukan free trade’ dan dalam semangat nasionalisnya ‘America First’.

Kalau Presiden China di Eropah ngomong banyak soal ‘free trade’, banyak yang jadi tanda tanya tentunya, karena satu-satunya yang terpenting bagi Komunis China ialah supaya bisa bebas export ke negeri mana saja, dan pajak masuk barang produksi mereka ke negeri lain bisa serendah mungkin dan bebas masuk. Trump sudah lama melihat keburukan ini, dan sudah meramalkan gelagat tidak baik ini bagi proses perkembangan ekonomi AS ke depan, kalau diteruskan seperti sikap pemerintahan AS sebelumnya.

Situasi ini sudah lama bikin pengangguran besar-besaran di AS, salah satu tema yang sangat dijunjung tinggi oleh kelas buruh orang putih AS, bisa kembali bekerja dan terhindar dari pengangguran. Karena pikirannya ini (demi kepentingan nasional AS) maka Trump dikatai sebagai isolasionis, menutup diri dalam kerja sama ekonomi.  

Mungkinkah AS diangkat jadi ‘great again’ dengan politik ‘isolasionis’ (‘America First’), inilah pertanyaan sebagian orang yang tidak yakin atas kebijakan Trump dalam soal ekonomi. Itulah kira-kira pesan mau diisampaikkan Presiden China dalam perjalanannya ke Eropah dan ditujukan kepada pebisnis/ pedagang Eropah.

Bahwa Eropah sedang kebingungan apa yang akan terjadi setelah Trump masuk Gedung Putih (besok), memang bisa dipahami. Pertama, Eropah dikejutkan dengan kemenangan Brexit, yang diyakini akan kalah, tetapi malah menang. Kemudian kemenangan Trump di Pilpres AS yang juga diyakini akan kalah, tetapi malah jadi pemenang. 




Ketika kampanye Pilpres, Trump bilang kalau NATO sudah usang, karena didirikan untuk mengimbangi kekuatan Soviet, yang sekarang sudah tak ada lagi. Soviet digantikan oleh Putin yang sama nasionlisnya seperti Trump, Nigel Farage UKIP, Mairne Le Pen, Jokowi maupun Duterte.

Trump memperbaiki sedikit kata-katanya soal NATO, walaupun usang (obsolete) tetapi ‘I still need NATO’, katanya. Tetapi kelihatannya inipun tidak menambah ketenangan bagi Eropah, apalagi setelah komentarnya terakhir soal Jerman. Merkel yang kata Trump UE ‘basically a vehicle for Germany’, sambil menambahkan bahwa Merkel sudah bikin kesalahan yang sangat serius, menampung semua pengungsi Islam Arab, yang banya menambah kacau negerinya sendiri. Apalagi ditambah pula soal PBB yang menurut Trump hanyalah ‘just a club for people to have a good time’.

Inilah beberapa pikiran pembaharuan dari Trump yang telah bikin kuatir dan bingung sebagian orang, tapi bikin kegembiraan dan harapan bagi yang lain, yang menginginkan change,  change, change . . . .

Slogan change ini juga telah pernah dipakai Obama, tetapi dia hanya presiden biasa, artinya tidak mungkin bikin change.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.