Kolom M.U. Ginting (Swedia): INTROVERSI-EXTROVERSI DI TEMPAT KERJA

M.U. Gintingmuginting 6Banyak orang yang semakin tertarik soal ini, karena sudah mulai banyak penelitian dan perhatian akan dua sifat manusia yang berkebalikan ini. Sudah mulai terlihat juga perubahan era extravert culture ke introvert culture. Yang lebih menarik lagi adalah karena, selama ini, manusia tidak sedar mengapa dia diperlakukan ‘begitu’ selama 100 tahun terakhir, terutama bagi seorang introvert, (orang extrovert diperlakukan bagaimanapun tak terasa mendalam, karena perasaan hanya permukaan, bukan stimulasi atau energi).

Banyak juga buku-buku terbit soal introvert belakangan ini. Semua bisa disatukan dengan nama QUIET REVOLUTION. Salah satu yang paling terkenal adalah buku Susan Cane berjudul Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking.

Semuanya buku-buku itu mengangkat introvert ke level yang sesungguhnya. Artinya, selama ini tak diperlakukan sesuai dengan levelnya, karena ketidaktahuan atau karena begitulah yang menguntungkan.

Di Barat, kalau ada perusahaan mencari tenaga kerja selalu berbunyi kira-kira begini: “We are looking for an outgoing person who is stress resistant, flexible and likes to have many balls in the air”

Outgoing ini sering pula disejajarkan dengan kompetisi sosial yang tinggi. Dalam buku-buku itu sekarang dijelaskan lebih spesifik, bahwa orang outgoing tidak selalu punya kompetensi sosial yang tinggi. Di Jakarta bisa diambil contoh spesifik, seperti Ruhut S yang ‘outgoing’, tidak berarti punya sosial kompetens yang lebih tinggi dari Anas U, atau Ahok dari Jokowi dll. Banyak contohnya bisa dipilih sendiri di tempat kerjaan masing-masing. Bagi introvert berlaku ‘siksik lebe maka itindes‘ (Karo), bagi extrovert sebaliknya (Tambahan dari Redaksi: dikenal dalam istilah Batak, marsiajar i bagas).

Selama ini sangat dikaburkan, tak membedakan pengertian outgoing dari kompetensi sosial atau introversi dari sifat penyungkan (shyness).  Di banyak tempat kerja (perusahaan) yang mengutamakan ‘outgoing’, orang introvert dianggap punya ‘problem’ dan merasa lebih stress, terutama kalau mereka berusaha menirukan sifat extrovert, mereka akan cepat capek dan kelelahan, karena melakukan yang tak mungkin bagi seorang introvert.

Bagi orang extrovert, outgoing dan interaksi sosial adalah kebutuhan dan stimulasi, jadi seperti keharusan. Mereka dibutuhkan di perusahaan yang hanya punya pedal gas, tak punya rem atau kopling dan berakhir dengan kebangkrutan. Susan Cane ambil contoh Wall Street (hanya punya pedal gas), dan Warren Buffet yang punya pedal lengkap (gas, kopling dan rem).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.