Kolom M.U. Ginting: Budaya, Hukum, dan Politik Amnesti di Aceh

M.U. GINTING 3“Menurut Konstitusi NKRI (UUD 1945), Amnesti adalah Hak Penuh (Pengampunan) dari Presiden RI. Tapi, Presiden RI di samping sebagai Kepala Pemerintahan juga Panglima Tertinggi maka Presiden berhak melakukan Sikap Proaktif dan Hak Preogratif untuk Mendeponir Masalah Hukum,” tulis Ferry Sitepu di mailing list Komunitas Karo.

Ini harus jadi patokan, betul sekali! 

Kelompok Minimi adalah bagian dari GAM yang merasa tak puas karena kurang ‘bagian’ atau karena merasa terlalu banyak korupsi dilakukan oleh penguasa Aceh sekarang setelah GAM bikin MoU dengan pemerintah pusat tempo hari. 

Dalam MoU dipaksakan satu syarat ‘tak adil’ (bagi suku-suku lain) oleh GAM yaitu batas Aceh kembali ke tahun 1954. Artinya, yang utama di sini ialah tak boleh ada pemekaran baru di Aceh, terutama ABAS dan ALA. GAM sudah melihat gejala ini jauh sebelum ada MoU, dan MoU adalah jalan satu-satunya yang masih mungkin menyelamatkan Aceh GAM dari pemekaran yang sesuai dengan tuntutan jaman (ethnic revival dunia). 

alas
Para pejuang Suku Alas yang terus menerus menghantam Belanda di masa kolonial dengan bahu membahu bersama para pejuang Suku Karo. Alas diklaim sebagai sub suku bangsa Aceh, dan Karo sebagai sub suku bangsa Batak. Kedua suku ini semakin menampakkan dirinya masing-masing sebagai suku berdiri sendiri dan bukan sub suku bangsa lain. Alas dan Karo dapat berkomunikasi langsung dengan menggunakan bahasa masing-masing, tapi tidak bisa dengan Aceh maupun Batak.

Daerah Aceh/ GAM akan tinggal kurang dari sepertiga luas sekarang kalau ABAS dan ALA dimekarkan. Sebagian besar SDA Aceh berada di kedua daerah ini. Apalagi kalau Tamiang dan Simelue juga ikut memekarkan diri. Pemekaran adalah kehancuran GAM/ Aceh dari segi luas daerah dan ekonomi penunjang (SDA). Karena itu, kembali ke batas 1954 adalah mutlak perlu bagi Aceh GAM. 




Pengetahuan pusat ketika itu sangat minimal soal Aceh GAM, tak mengetahui keberadaan 12 etnis/ suku di Aceh yang punya daerah masing-masing dan bersama daerahnya lebih luas dari daerah suku Aceh sendiri. Pusat hanya melihat dari suku Aceh dan dominasi GAM karena GAM punya senjata ketika itu, sedangkan suku-suku lain tak bersenjata.

Dalam era keterbukaan, tentu semua suku/ daerah kultur bisa memperjuangkan kepentingan suku/ kulturnya dan daerahnya masing-masing tanpa senjata. Maka itu kembalinya orang-orang ex GAM Minimi berontak pakai senjata. Kelihatannya sudah jauh ketinggalan jaman dan tak bermasa depan. Menyerahkan diri adalah jalan terdekat menghindari lenyap begitu saja, karena selama setahun ini gerakan ini telah banyak bikin tindakan menyangkut pidana, sehingga Kapolri merasa tak patut hanya diampuni begitu saja tanpa perhitungan hukum yang berlaku walaupun yang menentukan nantinya tentu Presiden RI.

Foto head cover: Penari saman dari Suku Gayo




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.