Kolom Edi Sembiring: Peraturan Bupati Deliserdang Terkait Makanan Halal Harus Dicabut!

edi sembiring 23 etnis terbesar di Kabupaten Deliserdang adalah Jawa (51,77 %), Karo (10,84 %), dan Toba (10,74%). Jawa menjadi etnis dominan karena sejarah Deliserdang yang awalnya merupakan Sumatera Timur, adalah lokasi perkebunan onderneming-onderneming asing yang banyak mengerahkan kuli kontrak dari Jawa sejak abad ke 18 ke Sumatera Timur.

Masyarakat Karo memiliki karakteristik khusus, meski jumlahnya hanya nomor 2 setelah Jawa, namun mereka menyebar di 13 kecamatan  dari 22 kecamatan yang ada di Deliserdang.

deliserdang

Ada 3 orang Karo yang pernah menjadi Bupati di Kabupaten Deliserdang:

1. Wan Oemarudin Barus (Bupati ke 3 Deliserdang Tahun 1951-1958). Ini jaman membenahi Deliserdang pasca revolusi.

2. Abdul Kadir Kendal Keliat (Bupati Deliserdang ke 5, Tahun 1963-1970).
Sebelumnya beliau Wedana Karo Utara di Kabupaten Taneh Karo. Lalu menjadi Bupati Deliserdang di tahun 1963. Tahun 1968, Kendal Keliat menjadi Ketua Panitia Landerform Kabupaten Deliserdang. Beliau membantu penyelesaian kasus tanah-tanah.

3. H. Tenteng Ginting (Bupati Deliserdang ke 8 Tahun 1979-1984). Beliau banyak melakukan pembangunan infrastruktur termasuk ke arah Deli Hulu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Karo. Daerah Deli Hulu lebih dekat ke Kota Medan dibanding dengan ke ibukota Kabupaten Deliserdang yaitu Lubuk Pakam.

Banyak dari kecamatan-kecamatan di Kabupaten Deliserdang ini dari dulunya merupakan kediaman asli etnis Karo (sejak pre kolonial):

1. Kecamatan Bangun Purba

2. Kecamatan Tiga Juhar

3. Kecamatan Gunung Meriah

4. Kecamatan Patumbak

deliserdang 3
Pembuatan film pariwisata Deliserdang dengan artis-artis Sanggar Seni Sirulo (beragam seni budaya Suku Karo) atas pesanan Kepala Dinas Pariwisata Deliserdang yang saat itu adalah Haris Binar Ginting. Haris BInar Ginting saat ini adalah Kepala Dinas Infokom Pemkab Deliserdang. Film pariwisata Deliserdang yang resmi ini menunjukkan Karo sebagai pribumi di Deliserdang.

5. Kecamatan Sibiru-biru

6. Kecamatan Deli Tua

7. Kecamatan STM Hulu

8. Kecamatan STM Hilir

9. Kecamatan Pancur Batu

10. Kecamatan Sibolangit

11. Kecamatan Kutalimbaru

12. Kecamatan Sunggal

13. Kecamatan Namorambe

Deli dan Serdang berasal dari nama kerajaan. Setelah kalahnya kerajaan Aru di tahun 1612 oleh Kerajaan Aceh, Sultan Aceh mengangkat Gocah Pahlawan menjadi kepala perwakilan di wilayah yang dikenal dengan sebutan Deli.

Di wilayah ini sebelumnya telah lama berdiri 4 Urung yang merupakan bagian dari Kerajaan Aru yaitu Kerajaan Urung Senembah, Urung Serbanaman (Sunggal), Urung 12 Kuta, dan Urung Sukapiring. 4 wilayah ini dikenal dengan Raja Empat Suku Kesultanan Deli. Keempatnya dipimpin oleh orang Karo.

Gocah Pahlawan menikah dengan adik Raja Urung Serbanaman (Sunggal) yang bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti.

Pada tahun 1669, Deli memisahkan diri dari Kerajaan Aceh, memanfaatkan situasi Aceh yang sedang melemah karena dipimpin oleh raja perempuan, Ratu Taj al-Alam Tsafiah al-Din.




Begitu jauh sejarah keberadaan suku Karo di Deli, maka wajar sekali Deli Serdang tak hanya dikenal dimiliki oleh orang Melayu tapi juga oleh orang Karo. Suku Karo adalah juga sebagai bangsa taneh (pribumi) di Deli Serdang.

Maka mari kita hormati kearifan lokal setempat. Adat dan budayanya. Termasuk kulinernya yang sempat digugat oleh sekelompok orang.

Semua bersumber dari baru dikeluarkannya Peraturan Bupati Deliserdang Nomor 68 Tahun 2016 tentang Penataan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lubukpakam sebagai Ibu Kota Kabupaten Deliserdang, yang mengatur sekitar jalan lintas Sumatera (Jalinsum) hanya diperbolehkan untuk restoran dan atau rumah makan dengan spesifikasi halal.

Peraturan Bupati Deliserdang Nomor 68 Tahun 2016 ini harus segera dicabut. Peraturan yang diskriminatif.








One thought on “Kolom Edi Sembiring: Peraturan Bupati Deliserdang Terkait Makanan Halal Harus Dicabut!

  1. Jelas sekali peraturan itu dibuat oleh org2 yg kecanduan agama..mencampur adukkan urusan agama dgn pemerintahan. Bersembunyi dibalik kata “Penataan Kota” tp esensinya jelas membunuh sumber penghasilan dan ketenagakerjaan masyarakat Karo.
    Miris sekali punya Bupati berpolapikir dangkal dlm mengeluarkan peraturan..
    Catatan: Bhw Taat kpd Allah itu sangat baik dan terpuji, tp klu Kecanduan Agama itu tdk baik dan akan merusak sikap saling toleransi di masyarakat. Org2 yg Kecanduan agama selalu membungkus perbuatan anarkis dan kwtidak adilannya dgn agama shg org2 awam merasa tindakan tsb sdh benar dan sah. Mereka lbh menyembah agama dr pd menyembah Allah.
    Ciri org kecanduan agama suka mengkafirkan org, ringan melwpas fitnah, dan mengandalkan anarkisme dr pd dakwah, membungkus dgn agama smua tindakan anarkismenya. Contohnya FPI, HTI, ISIS dll.
    Mari saudara2ku, jgn mau diadu domba oleh mrk, sadarlah bhw sejak ratusan thn kt sdh sukses hidup berdampingan penuh toleransi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.