Negeri Gugung: Kampung Tradisional Karo di Deliserdang

 

negeri-gugung-5

 

Laporan VIVI ENDARIA TARIGAN dari Sibolangit

 

vivi-e-tarigan-2Pagi itu, Tim KTC (Karo Trekker Community) kembali berkunjung ke Desa Negeri Gugung (Kecamatan Sibolangit, Deliserdang) [Sabtu 9/ 10]] untuk melatih anak-anak setempat membuat kerajinan tangan, bernyanyi dan sekaligus mengantarkan buku untuk perpustakaan kecil yang telah didirikan oleh KTC sebelumnya di desa itu. Kami sungguh menikmati setiap perjalanan yang dilalui, walaupun jarak begitu jauh dari keramaian kota.

Untuk mencapai Negeri Gugung membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari Simpang Bukum (Sibolangit). Kebanyakan desa mungkin sudah memiliki transportasi umum, tetapi tidak untuk desa ini.

Akses menuju Negeri Gugung harus menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi jalan yang menanjak dan rusak menjadi tantangan tersendiri bagi pengendara. Masih banyak dari warga desa yang lebih memilih berjalan kaki terutama menuju sekolah maupun beribadah dikarenakan belum memiliki kendaraan pribadi.

“Harus berjalan kurang lebih 2 jam supaya sampai di sekolah, kak. Kami sudah biasa berjalan. Walaupun kadang iri juga melihat teman-teman yang diantar pakai kendaraan pribadi. Kami sekolah harus ke Bukum,” begitulah kata sang adik beru Sembiring saat kami bertanya dimana dia bersekolah dan bagaimana caranya sampai di sekolah.

negeri-gugung-7Negeri Gugung memang masih butuh banyak hal. Salah satunya adalah transportasi umum yang berguna untuk warga setempat. Ketiadaan transportasi umum membuat warga susah untuk beraktivitas di luar desa. Ketiadaan transportasi juga menjadi kendala anak-anak desa yang berkeinginan sekolah menjadi malas. Dikarenakan terlalu lama berjalan kaki.

Inilah salah satu penyebab terjadinya putus sekolah. Mereka lebih asyik ke ladang membantu orangtua daripada harus jauh-jauh ke sekolah menuntut ilmu.

Desa ini jauh dari keramaian kota. Mereka belum memiliki fasilitas listrik yang memadai.

“Listrik kami hanya hidup 8 jam, di malam hari. Hari Minggu bisa hidup sampai 10 jam,” kata Kepala Desa Negeri Gugung.

Mereka masih menggunakan pembangkit listrik rakitan dan memakai bahan bakar untuk menghidupkannya.

Kunjungan kami sangat berarti buat mereka, apalagi ditambah dengan pengadaan perpustakaan kecil. Kami berharap mereka semua bisa membaca untuk menambah pengetahuan.

“Tak tahu harus berapa lama aku menunggu. Kulihat kupandangi keluar saat itu juga aku resah dan penuh tanya dalam hatiku. Bagaikan menunggu angin yang tak terlihat dan tak tau kemana arah datang dan pergi nya. Lihatlah aku membutuhkanmu. Aku menunggumu tapi tak kunjung datang. Aku anak desa, win-of-changingaku anak Indonesia,” demikian kira-kira renungku terhadap wajah anak-anak yang memandang ke halaman kampung dari balik jendela rumah mereka.

Curahan hati kecil sang anak desa. Gerakkan hati untuk membangun Indonesia cerdas, sekalipun itu masih dalam ruang lingkup kecil.













Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.