Kolom Joni H. Tarigan: KEBIJAKSANAAN DAN PERSOALAN HIDUP

kapal-belanda

 

Sebagai dampak dari krisis global yang diawali dari krisis di Amerika Serikat pada joni hendra tariganTahun 2008, saya merasakannya terhadap pekerjaan yang sudah mendekati penandatanganan kontrak di 2 perusahaan di Belanda pada Tahun 2009. Salah satunya adalah Zebra yang terletak di Kota Goes (Provinsi Zeeland). Perusahaan ke dua adalah Alstom Transport, Rotterdam. Angan-angan dikirim ke England oleh Alstom ini tak pernah terjadi.

Bahkan,  16 Juni 2009, saya harus kembali ke Indonesia. Krisis global itu, yang masih berlangsung sampai saat ini, merupakan alasan saya tidak jadi bekerja di Belanda, dan harus pulang ke Indonesia. Akan tetapi, faktanya, banyak juga teman-teman saya yang diterima bekerja di Belanda.

Tahun 2014, juga merupakan bagian penting bagi saya dan keluarga. Saya tidak bisa kembali ke Auckland, New Zealand untuk melanjutkan semester berikutnya di 2015, di University of Auckland. Nilai saya yang tidak mencukupi membuat kesepakatakan saya dengan pemberi beasiswa diputus. Jika saja saya punya uang banyak, mungkin saya akan melanjutkan studi di Auckland. Faktanya, saya gagal melanjutkannya.

Sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan harapan, sangat wajar jika seseorang merasakan rasa gagal yang mungkin bahkan menjatuhkan mentalnya sendiri. Lagipula, memang sudah hukumnya segala perubahan pasti menimbulkan reaksi yang bertentangan, atau dalam bidang teknik sering kali disebut gesekan. Siapa kita sebenarnya akan terlihat saat kita melakukan sesuatu ketika sedang jatuh. Apakah kita tetap tersungkur merintih? Atau apakah kita bangkit dan membasuh luka untuk sembuh?

Permenungan saya, setelah mengalami kegagalan-keggalan itu, terbawa ke ingatan mulai bersekolah dari tingkat SD sampai kuliah. Oya, saya tidak pernah mengalami Play Group, TK, atau tingkat pre-school yang lainnya. Saya terlahir di joni 2kampung yang hidup dari bertani. Mengingat semua perjalan pendidikan, saya pun mengambil kesimpulan “ TIDAK ADA KENAIKAN KELAS, TANPA ADANYA UJIAN”. Saya tidak pernah tiba-tiba naik kelas, baik itu ketika SD, SMP, SMA, ataupun kuliah. Saya merasakan, demikianlah adanya dengan hidup ini. Tidak adak orang yang bijak tanpa mengalami berbagai macam tantangan hidup, ujian hidup. Jika saja ada orang terlahir, dan tidak pernah terjatuh saat belajar berjalan, mungkin orang itulah yang bijak tanpa pernah mengalami permasalahan dalam hidupnya.

Hari ini adalah 3 November 2016, dimana hari sebelumnya berarti Rabu 2 November 2016.  Ini artinya besok sudah pasti Jumat 4 November 2016. Kedatangan 4 November 2016 ini menjadi begitu menarik di seluruh Indonesia. Setidaknya, begitulah pendapat saya ketika melihat media tv, online, dan sosial. Selain banjir di berbagai daerah, media juga dibanjiri dengan ulasan kegiatan yang akan dilakukan tanggal 4 November 2016 ini.  Menariknya pemberitaan tersebut karena terlihat pertentangan di mana-mana.  Ada yang merasa khawatir, ada yang merasa takut, ada yang merasa biasa saja.

Saya sendiri mengambil sikap bahwa ini adalah bagian dari pembuktian siapa Indonesia itu sebenarnya. Indonesia itu berdiri  di atas keberagaman, punya semangat hidup gotongroyong dan sangat berbangga dengan karakter masyarakatnya yang sangat toleran. Maka menurut saya, dan sekaligus harapan saya, besok aksi demo akan berjalan dengan lancar. Keamanan akan terjaga dengan baik. Kalaupun ada kejadian yang tidak diinginkan, semoga saja tidak berujung dengan kekerasan.




Jika kerukunan kita masih tetap terjaga, maka kita semakin bisa berbangga kebhinekaan kita itu masih kokoh. Jiwa toleransi kita itu semakin dewasa. Demonstrasi ini akan menjadi salah satu ujian, bahwa Indonesia itu adalah Nusantara yang didiami masyarakat yang sangat beragam. Kebersatuan kita ini memang perlu diuji. Ini bukan berarti saya sendiri menyetujui demonstrasi yang sarat tunggangan. Saya merasa, keadaan itu sendirilah yang membentuk manusia dan lingkungannya melewati ujian-ujian hidup.

Kebijakan seseorang lahir dari persoalan hidup yang ia hadapi dan selesaikan. Pada ahirnya Indonesia itu akan menjadi besar dan berbudi luhur ketika menghadapi dan menyelsaikan permasalahannya. Bagaimana Indonesia menghadapi dan menyelesaikan masalahnyalah yang menentukan jati dirinya sendiri.

Bagi kita kaum muda Indonesia, mari buktikan kita punya kekuatan merubah Indonesia menjadi lebih baik. Marilah kita mewujutkan kebaikan dari kebenaran yang kita yakini.

Salam semangat dan perjuangan.


[one_fourth]Catatan dari redaksi[/one_fourth]

Di bawah ini kami sertakan rekaman penuturan dari Malem Pagi Ginting tentang pengalamannya mengongsi di tahun 1948 di Tanah Karo. Saat itu, Laskar Simbisa Karo membakar kampung-kampung dan mengajak rakyat mengongsi ke hutan-hutan dan terus ke Tanah Alas (Aceh) dalam rangka menolak Negara Sumatra Timur (NST) dan setia terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pimpinan Soekarno – Hatta. Peristiwa ini juga terkait dengan adanya hanya 2 MAKAM PAHLAWAN di Indonesia: 1. Surabaya (dengan peristiwa 10 November), 2. Kabanjahe (peristiwa penolakan NST).













Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.