Kolom Telah Purba: ANAK MACAN SUDAH BESAR

harimau-8



telah-purba-3Akhir-akhir ini, situasi republik ini agak terganggu di Ibu Kota Jakarta. Saudara setanah air dan di manca negara bisa melihat dan mengikuti beritanya di TV dan Media online. Saking terganggunya ke normalan kehidupan ibu kota, Polri terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk pengamanan Jakarta dalam 2 kali Aksi 411 dan 212 sebesar lebih kurang Rp. 80 Milyard untuk memobilisasi para anggotanya dari beberapa kota di Indonesia ke kota Jakarta beserta jaminan makan minumnya semua.


Pernahkah kita terpikir, mengapa demo-demo ini bisa terjadi? Mari kita mundur di perjalanan waktu sedikit.

10 tahun rezim Lurah Cikeas jadi penguasa di Republik “gemah ripah loh jinawi” ini adalah masa tumbuh besarnya suatu Ormas berbau keagamaan.  Semasa rezim tersebut, Ormas ini selalu dicekoki “vitamin” dan “gizi” berupa rupiah dari “Bansos” yang memang, waktu itu, ada dananya dianggarkan oleh negara.

Nilai Bansos lumayan besar. Buktinya, pemimpin Ormas itu bisa mengendarai mobil mewah jenis Hummer atau New Pajero. Bahkan, konon, dia bisa juga punya istri lebih dari satu.

harimau-72014 Rezim pemerintah berganti. Presiden yang resmi mendapat mandat rakyat adalah Joko Widodo dan sah memimpin republik ini. Sementara salah satu TV swasta presidennya beda sendiri karena jargonnya “memang beda”. Mulailah sang Presiden menyoroti hal-hal berbau pemborosan di anggaran republik ini, yang salah satu sasarannya adalah “Stop Dana Bansos”. Demikian juga di DKI Jakarta yang dikendalikan dan dikomandoi oleh Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama. Dia melakukan hal yang sama.

Lalu apa yang terjadi?

Anak macan yang sudah besar tadi mulai sering kelaparan dan perutnya keroncongan. Mualilah sang macan mengatur siasat untuk “berburu” daging (baca uang). Hingga suatu ketika, Basuki Tjahaja Purnama berpidato di Kepulauan Seribu dan dianggap salah mengatakan hal yang dianggap benar. Namun, oleh seseorang, kata yang ada dipidato itu dikurangi satu kata “pakai” , sehingga ramailah Nusantara kita dengan istilah “penistaan agama”.

Sang macan melihat peluang untuk berburu “daging besar”. Maka dimulailah provokasi bahwa “Ahok penista agama” sehingga melahirkan sesi demo atau pun aksi damai yang disebut tadi dengan sandi 411 dan 212.




Aneh dan ajaib rasanya, jika saat ini sang macan yang dibesarkan oleh pemerintah masa lalu berani marah kepada pemerintah masa kini. Saat ini, pemimpin macan ini tiap hari mengaum dan meraung, seolah ingin mengunyah dan menelan siapa saja di republik ini, bahkan Kapolri dan Presiden pun bisa mereka penjarakan.

Tapi, itu katanya saja, lho. Sepanjang sejarah kehidupan bernegara di dunia ini tak pernah ada cerita pemimpin Institusi Negara dan Pemimpin Negara yang Sah dipenjarakan ketika masih berkuasa.

Melihat situasi dan kondisi dari hari ke hari, kayaknya pemimpin macan ini perlu dibawa ke suatu tempat yang damai, dimana dia bisa menemukan ketenangan sejatinya. Mungkin pemerintah negara ini perlu membawanya piknik ke Gurun Sahara sana sambil menyewa tenda yang pernah dipakai Presiden SBY sewaktu kunjungan ke Tanah Karo seharga Rp. 15 Milyard atau meminjam tenda yang pernah dan biasa dipakai Saddam Husein atau Yasser Arafat. Karena, konon, apapun yang dilakukan di dalam tenda itu tidak ada yang melanggar hukum.

OK lah kawan dan sahabatku semua, mari sama-sama kita lihat mau ke mana nanti perginya si anak macan ini. Good pagi selamat morning !!!



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.