Kolom W. Wisnu Aji: DAMPAK TERPAPAR KAFIRISASI DI MEDIA SOSIAL




Kafir begitu mudahnya diobral murah di media sosial. Seolah ketika menyikapi berbeda dengan kelompoknya selalu dimaknai kafir oleh mereka. Sehingga bagi orang yang tidak faham makna kafir pasti turut serta dijadikan senjata ampuh untuk menjustifikasi lawan argumen dalam kategori kafir.

Kafir yang asal muasalnya dalam Al Quran sebagai pemaknaan bagi orang-orang yang mengingkari kebenaran-Nya, namun sering digunakan kelompok Wahabi dalam menyikapi aliran lain walaupun juga seagama disebut sebagai kafir oleh mereka yang terkenal sebagai aliran Takfiri.

Aliran Takfiri dalam sejarahnya merupakan senjata untuk pertempuran Sunny -Syah dalam menunjukkan eksistensi kelompoknya. Aliran takfiri yang dipelopori oleh kelompok Wahabi selalu menggunakan kafir dalam menyebut Syah sebagai musuh eksistensinya.

Namun, ketika merebaknya dunia internet dengan boomingnya media sosial di Indonesia, kelompok-kelompok cyber Islam bernuansa Wahabi selalu menjustifikasi kelompok yang berbeda sebagai kelompok kafir ,dimana ketika kelompok lain tersebut berbeda sikap dengan mereka dalam pemahaman nilai agama. Bahkan hebohnya pemaknaan kafir mulai bergeser dengan menggunakan bahasa kafir sebagai senjata menghegemoni kelompok yang berbeda pemikirannya hanya demi memperoleh perhatian publik.

Menjelang momentum politik kayak Pilkada serta Pilpres semakin santer penyebutan kafir di media sosial demi melumpuhkan kelompok berbeda hanya demi memenangkan eksistensi politik. Pergeseran makna kafir sangat kental terasa dalam momentum politik bahkan ketika Jokowi dan Ahok punya eksistensi lebih dibanding mereka. Senjata kafir biasanya digunakan terhadap isu pertarungan politik yang jadi perhatian publik.

Kayak pertarungan saat pencapresan Jokowi, seolah pemaknaan kafir begitu derasnya mengalir di media sosial melalui isue-isue hoax sebagai penguat terhadap pembumian kata kafir untuk menyerang Jokowi secara bombardir.

Semakin kental terasa ketika menyikapi pertempuran Ahok di Pilkada DKI. Kalau fenomena Jokowi yang masih seagama sangat sulit melumpuhkan tingkat religiusitas Jokowi. Tapi, ketika melawan Ahok, begitu mudahnya mereka memanfaatkan ayat Al Quran terutama dalam memanfaatkan Al Maidah 51 untuk menyerang Ahok sebagai kelompok kafir.

Bahkan pemaknaan kafir dijadikan sarana konsolidasi sealiran dalam menyerang Ahok di media sosial. Skenario dramatisasi sealiran pun dibuat dalam memaknai simbol kafir demi menumbangkan Ahok yang punya eksistensi lebih dibanding mereka.

Selain itu, unsur-unsur yang turut membantu mensukseskan eksistensi Ahok di media sosial mulai dari relawannya maupun benda yang berkaitan dengan Ahok. Bentuk pergeseran kafir menjadi senjata secara massif sebagai konsolidasi media sosial dalam menyerang Ahok.

Ada beberapa simbol yang sudah dijustifikasi kafir oleh tim cyber Wahabi dalam menggerakkan emosi netizen di media sosial. Kayak misalnya pendukung Jokowi dimaknai kafir, pendukung Ahok dimaknai kafir, baju kotak-kotak dimaknai kafir, metroTV sering memberitakan Ahok dimaknai kafir, koran Kompas disebut kafir, Sari Roti dimaknai kafir hingga yang berbeda dengan pandangannya dimaknai kafir.

Lalu apa dampaknya terpapar kafirisasi media sosial? Dampaknya adalah terjadi pergeseran pemaknaan kafir bagi yang ikut-ikutan terpengaruh hegemoni mereka.




Dampak lainnya, agama bukan lagi sesuatu yang sakral dalam memperoleh kebijaksanaan menyikapi fenomena sosial. Dialektika argumentasi dalam memaknai keberagaman menjadi kaku ketika pemaknaan kafir menjadi senjata massif mereka.

Proses memahami demokrasi telah dikebiri kekuatan mayoritas yang mencoba menyerang kelompok lain yang berbeda dengan dirinya. Sikap-sikap emosional menjadi mendarah daging di media sosial ketika senjata kafirisasi sudah menjadi kekuatan mereka bergerak.

Untuk itu marilah bijak bermedia sosial. Mari hargailah setiap keberagaman dengan argumentasi yang mencerahkan semua pihak. Jangan sampe keberagaman dimonopoli serta dimanipulasi mereka yang ingin eksistensinya lebih menonjol.

Saatnya kembalikan budaya keberagaman yang digagas pendahulu sehingga mampu bersinergi dalam keberagaman untuk membangun serta memajukan negeri tercinta.

#SalamPencerahan

Dipublikasikan oleh :
CENTER STUDY REPUBLIC ENLIGHTMENT FOR PROGESSIF MOVEMENT (CS REFORM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.