POLISI BRUTAL



Oleh: Kasmani Sinukaban (Medan)

 

Baru-baru ini, telah terjadi sebuah pertengkaran di jalan antara seorang pengguna jalan bernama Dora Natalia Singarimbun dengan seorang petugas kepolisian (lalulintas) Aiptu Sutisna. Rekan Aiptu Sutisna merekam peristiwa pertikaian itu dengan kamera HP dan kemudian mengunggahnya ke media sosial. Netizen dari selruh dunia kemudian membully dan memaki-maki Dora Natalia di media sosial.

Proses hukum sudah berlangsung dimana Aiptu Sutisna pada hari itu juga membuat laporan ke polisi. Esok harinya dalam upacara pagi, Kapolda DKI Jakarta memberi Aiptu Sutisna penghargaan atas kesabarannya melaksanakan tugas kepolisian.

Ada satu hal yang luput dari perhatian publik. Video itu direkam dan diunggah ke media sosial oleh rekan yang terlibat dalam pertikaian yang juga adalah petugas kepolisian bernama Aydi Adece Yulianto. Pengunggah tidak menyertakan informasi mengenai video, misalnya waktu dan lokasi kejadian serta rentetetannya, tapi melainkan kata-kata yang ditujukan kepada Dora dengan nada menantang dan mengejek.

Setelah menonton video itu dan membaca tulisan yang menyertainya, saya sekaligus menemukan adanya 3 bentuk kebrutalan:

  1. Kebrutalan Dora Natalia Singarimbun terhadap Aiptu Sutisna
  2. Kebrutalan netizen yang langsung menghakimi Dora dan menghabisinya dengan cara bully
  3. Kebrutalan polisi dalam menyebarkan video itu dan informasi privat mengenai Dora.

Apakah HP yang dipergunakan oleh polisi itu milik pribadi atau alat resmi dari kepolisian untuk dipakai menjalankan tugas? Kalau benar alat dinas, adakah ketentuan penggunaannya seperti halnya penggunaan pistol, misalnya,yang bila disalahgunakan si polisinya mendapat hukuman.

Bila milik pribadi dan tak ada hubungannya dengan tugas kepolisian, dalam rangka apa oknum polisi itu mengunggah video itu ke media sosial? Apakah dalam rangka melampiaskan amarah pribadi mereka? Untuk itukah penghargaan diberikan kepada Aiptu Sutisna sedangkan rekannya tidak mendapat penghargaan?

Pembahasan secara hukum bukan kapasitas saya, tapi secara etika informasi yang dicantumkan di pengiriman video sudah tidak beretika. Bahwa Dora bekerja di MA dan suaminya seorang perwira polisi. Lebih fatalnya ada informasi pembohongan (lihat di bawah).

Menurut pengunggah video: ” … Saat anda sedang ditindak petugas dengan TILANG saat anda dengan mobil anda masuk jalur BusWay, kemudian anda dengan sikap arogannya memberontak, mencakar, dan memukul petugas yang menindak anda.”




Ternyata Aiptu Sutisna membantah adanya pelanggaran lalu lintas sebagaimana disebutkan di atas. Sebagaimana diberitakan oleh detik.com: “… Sutisna mengatakan, saat itu dirinya tidak bermaksud menilang Dora. Sebab Dora, menurutnya, tidak melakukan pelanggaran lalu lintas…” (Lengkapnya lihat di SINI).

Apakah pembohongan itu disengaja atau tidak disengaja? Sangat sulit mempercayainya itu tidak disengaja, masakan seorang polisi tidak bisa melaporkan dengan tulisan apa sebenarnya terjadi. Tidak sulit menuliskan kejadian sebenarnya. Kalau disengaja? Apa maksud?

Mari kita jenguk sejenak kalimat terakhirnya, VIRALKAN! Dan, serentak netizen memviralkannya dengan membully habis-habisan Dora br Singarimbun. Apakah itu semua bagian dari tugas kepolisian? Kalau tidak merupakan bagian dari tugasnya sebagai polisi, dia diduga hendak membalaskan sakit hatinya terhadap Dora melalui media sosial.

Untuk itukah Pak Polisi itu diberi penghargaan? Untuk “menghabisi” seorang yang tidak disukainya di luar jalur hukum?

Dora memang brutal, publik orang-orang Indonesia pun brutal, dan ternyata polisinya pun diberi penghargaan atas kebrutalannya. Apakah ini bukan menjadi preseden mengerikan memberikan penghargaan atas sebuah kebrutalan? Publik akan menganggap bahwa membalaskan sakit hati dengan cara yang dilakukan polisi adalah sesuatu yang etis dan legal.

Komisi etika kepolisian hendaknya memperhitungkan keteraturan bangsa ini di samping menyelesaikan proses hukum yang sudah mulai dijalankan atas adanya laporan Aiptu Sutisna.

Di akhir kata, adakah yang memperhitungkan apa akibat bully yang telah dilakukan? Hanya sekedar memuaskan nafsu menunjukkan diri lebih baik tanpa mau tahu dengan cara itu kalian sudah menghabisi hidup orang lain? Itulah namanya brutal kelas wahid.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.