Kolom Asaaro Lahagu: Ahok Tegas kepada FPI, Ada Apa dengan Tito dan Jokowi?

Foto: SALAFYSNEWS.COM




Dua tahun lalu, Ahok sudah merekomendasikan kepada Mendagri dan Menkumham untuk membubarkan FPI. Ketegasan Ahok itu merupakan langkah sangat berani. Sebelumnya, tak ada satupun kepala daerah yang berani menyuarakan pembubaran FPI. Semuanya takut kepada FPI. Tetapi Ahok? Ia satu-satunya kepala daerah yang berani dengan lantang menyuarakan pembubaran Ormas ini. Mengapa?

Dalam keyakinan Ahok, apa yang telah dilakukan oleh FPI sangat intoleran. Demonstrasi, dan sweeping semena-mena serta ucapan-ucapan provokatif membuat banyak masyarakat ketakutan. Kehidupan berbangsa dan bernegarapun  kerap dicoreng oleh FPI. Jika Ormas ini terus dibiarkan, maka hukum positif yang berlaku di negara ini akan menjadi tumpul dan menjadi mainan. Negarapun akan terus disandera oleh perilaku Ormas ini.

Dua tahun berlalu. Rekomendasi Ahok belum juga di-follow-up oleh Pemerintah Pusat. Dengan berbagai alasan, Mendagri dan Menkumham belum bisa membubarkan FPI. Akibatnya prediksi Ahok bahwa kelakuan Ormas ini akan semakin menjadi-jadi, kini terbukti. Saat ini, FPI merasa semakin diperhitungkan. Kerjasamanya dengan MUI terkait fatwa, membuat FPI semakin berani melakukan sweeping. Para pengusaha pun resah, masyarakat pun menjadi takut.

Parahnya lagi, aparat kepolisian di beberapa tempat ikut mendukung langkah FPI itu. Beberapa hari yang lalu, beredar surat edaran dari Kapolsek Bekasi dan Kapolres Kulonprogo berisi imbauan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtimbas) tentang atribut natal non-Muslim. Kendatipun surat edaran itu telah dicabut atau dibatalkan, namun dari kejadian itu terkandung pesan bahwa aparat kepolisian sudah mulai tunduk kepada tekanan Ormas keagamaan.

Sekarang ini, masyarakat mulai bertanya-tanya. Apa yang terjadi di negara kita saat ini? Apakah toleransi beragama semakin mencapai titik nadir? Mengapa FPI berani bertindak hanya berdasarkan Fatwa MUI? Mengapa pula ada aparat yang tunduk kepada tekanan Ormas? Ini negara Ormas atau negara hukum? Lalu, apa tindakan Kapolri sebagai pimpinan kepolisian di negeri ini? Apakah Kapolri Tito masih menjadi harapan?

 


[one_fourth]Harapan kepada Kapolri Tito dan Jokowi[/one_fourth]

Kinerja Kapolri Tito akhir-akhir ini sangat membanggakan. Keberhasilannya menggiring Demo 212 ke Monas yang akhirnya berlangsung tertib dan damai serta tindakan tegas terhadap para pelaku makar, membuat masyarakat semakin menaruh harapan di pundak Kapolri Tito. Bukan hanya itu, prestasi Kapolri beserta jajarannya dalam mengungkap rencana pemboman istana dari bom panci Bekasi, membuat masyarakat semakin bangga kepada Tito. Apalagi pemanggilan anggota DPR, Eko Patrio yang mengatakan bahwa bom panci Bekasi adalah pengalihan isu, telah membuat lawan dan kawan semakin respek kepada Tito.

Harapan masyarakat semakin besar, ketika Kapolri Tito secara tegas menegur Kapolres Bekasi dan Kulonprogo yang offiside mengeluarkan surat edaran tentang himbauan terkait atribut natal non-Muslim. Apalagi selanjutnya ada perintah Kapolri untuk menangkap pelaku sweeping, membuat masyarakat semakin salut kepada Kapolri Tito.

Ketegasan Tito saat menjabat Kapolda Metro Jaya kembali dirindukan. Saat itu, Tito telah membuktikan dirinya sebagai sosok yang disegani. Selama menjadi Kapolda, sepak-terjang Ormas FPI dalam melakukan sweeping nyaris tak terdengar. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, sweeping yang dilakukan oleh FPI pada bulan Ramadhan, kerap menjadi berita-berita utama di media. Lalu sekarang mengapa Tito terkesan ragu bertindak kepada FPI?

Ada beberapa kalkulasi Tito yang membuatnya ragu menindak habis Ormas pembuat onar saat ini.

Pertama, Tito masih baru menjabat Kapolri. Konsolidasi kekuatannya masih belum kuat benar di internal kepolisian. Mutasi-mutasi memang sudah mulai dilakukan Tito, namun belum selesai benar.

Ke dua, pengaruh mantan para mantan jenderal polisi yang kini sudah di luar korps masih ada. Keberadaan mereka masih bisa menggoyang apapun keputusan Tito, walaupun mereka sudah pensiun.

Ke tiga, kesatuan tekad dari kalangan TNI masih belum meyakinkan. Kekuatan penggoyang dari para mantan Jenderal TNI masih kuat terasa kuat. Di kalangan elit TNI terutama yang sudah pensiun, suara mereka masih nyaring dan berpengaruh. Bisa jadi masih ada perbedaan pandangan di kalangan elit kepolisian dan elit TNI terkait FPI dan Ormas keagamaan lainnya.

Ke empat, kekuatan Ormas keagamaan itu sekarang semakin menjadi kuat. Ada banyak kekuatan politik lain di belakangnya yang siap memprovokasi.

Ke lima, jelas Tito butuh waktu menghimpun kekuatan untuk bertindak tegas kepada Ormas pembuat onar dan menunggu lampu hijau dari Presiden Jokowi.

Pertanyaannya, mengapa Presiden Jokowi belum juga membubarkan Ormas pembuat onar itu?

Masyarakat banyak memang berharap agar Ormas-ormas keagamaan yang bertindak seenaknya dibubarkan. Namun, jelas hal itu tidak gampang. Pembubaran FPI, HTI memang harus diakui tidaklah segampang membalikkan telapak tangan. Keberadaan FPI yang dijadikan sebagai ‘attack dog’ oleh pimpinan aparat masa lalu, menjadi salah satu pertimbangan.

Hitung-hitungan politik jika Ormas pembuat onar itu dibubarkan sekarang, maka akan ada beberapa konsekuensi politik bagi keamanan negara. Jelas beberapa Ormas itu saat ini telah terbukti ditunggangi oleh lawan-lawan politik Jokowi. Hal itu terlihat pada demo 411 dan 212. Bukan tidak mungkin jika Ormas itu dibubarkan, maka akan ada gejolak yang akan timbul. Inilah yang harus dipahami oleh publik.

Bisa saja pada momen sekarang ini, jika Ormas dipaksa untuk dibubarkan, maka para lawan politik Jokowi dipicu untuk bersatu. Mereka akan secara bersama melakukan perlawanan menjungkalkan pemerintahan Jokowi. Jadi soal pembubaran, Jokowi mesti harus hati-hati, harus menunggu momen yang tepat.




Jelas dalam situasi sekarang, pembubaran Ormas bukanlah saat yang tepat. Karena itu, publik paham benar langkah Presiden Jokowi untuk menunggu waktu yang tepat. Di sisi lain publik juga paham kegeraman Presiden Jokowi dan Kapolri Tito melihat perilaku Ormas yang memanfaat situasi yang merasa berada di atas angin. Jika kemarin ada tagar #JokowiTakutFPI menjadi trending di Twitter, itu adalah bentuk ekspresi masyarakat. Masyarakat sudah muak melihat perilaku FPI dalam bertindak. Masyarakat ingin Jokowi bertindak berani.

Lalu apa yang perlu dilakukan Presiden Jokowi sekarang ini?

Pertama, Publik menunggu realisasi perintah Presiden kepada Kapolri agar tegas kepada Ormas yang melakukan sweeping. Tegas maksudnya di sini adalah menindak langsung pelaku sweeping dengan menangkapnya.

Ke dua, publik juga menunggu terobosan Presiden untuk menyatakan bahwa Fatwa MUI bukan hukum positif dan sama sekali bukan acuan. Jokowi perlu menyatakan langsung bahwa fatwa itu tidak berlaku karena bertentangan dengan kebhinekaan.

Dua langkah berani itu cukup jitu untuk menetralisir situasi. Jika dua langkah itu diambil, maka publik tidak bertanya-tanya ada apa dengan Tito dan Jokowi.

Catatan dari redaksi: Foto head cover adalah suasana bulan Desember di Belanda. Lokasi foto sekitar 200 meter dari Kantor SORA SIRULO Leiden (Foto: Juara R. Ginting)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.