Kolom M.U. Ginting: PEKERJA ASING





“Namanya sudah dibuka pasti dievaluasi; mana yang membahayakan mana yang produktif, mana yang harus ditutup atau mana yang harus diberikan yang baru bebas visanya. Semua negara seperti itu,” kata Jokowi. 

Betul memang, selalu belajar dari kesalahan. Akan selalu lebih salah kalau tidak berbuat apa-apa sama sekali.

Soal tenaga kerja di Indonesia juga tidak kurang, tidak harus didatangkan dari negeri lain. Soal ‘negeri lain’ ini memang istimewa, karena negeri lain itu ialah China, penduduk banyak dan tenaga kerja banyak. Tenaga kerja yang banyak ini juga bukan yang biasa kita lihat di banyak negeri.

Lain dari yang lain, pekerja China atau orang China pada umumnya tidak mengenal istilah ‘malas’. Istilah itu tidak ada dalam susunan sistem berpikir orang China. 

Di Eropah, dimana pekerja berhak ada liburan tiap tahun (4-5 minggu), di kalangan orang China terutama yang punya usaha sendiri, tidak ada kamus ‘liburan tahunan’ seperti itu. Bukan hanya itu, orang Eropah malah lebih heran lagi, orang China bekerja 24 jam sehari terutama di perusahaan masing-masing.

Mengapa heran? Mestinya bisa dimengerti, karena bagi orang China, hidup sama dengan bekerja. Kalau hidup 24 jam ya itu sama dengan bekerja, kayaknya memang hidup ialah bekerja. Paling lucu lagi ialah bahwa mereka tidak pernah berpikir atau terpikir ke situ! Karena sudah memang begitu di alam bawah sadar mereka.  

Mengapa orang China tidak mengenal istilah malas? Mengapa orang Indonesi mengenal istilah malas?

Ha ha . . .  ceritanya bisa panjang, apalagi kalau mengikutkan etos kerja muslim atau etos kerja orang asli Indonesia umumnya sebelum kedatangan agama import Islam dan Kristen.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.