Kolom Telah Purba: TIGABINANGE

Di dekat Pasar Tigabinanga yang sekarang, di hari pekan, biasa terlihat kenderaan Toyota roda empat sedang parkir. Kenderaan ini adalah transportasi yang menghubungkan Tigabinaga dengan kampung-kampung terpencil yang jalnnya penuh kubangan dalam. Selain mengangkut penumpang, kenderaan ini juga adalah satu-satunya pengangkut hasil bumi, seperti jagung, jeruk, tembakau, dan cabai merah.





Kalau mendengar sebuah judul lagu percintaan yang berjudul Simpang Tigabinanga, tentu bagi orang Karo akan terbayang sebuah penantian berharap jumpa dengan sang pujaan hati! Dulunya Tigabinanga itu jauh lebih ramai daripada situasi seperti sekarang ini. Ketika dulu sekolah lanjutan seperti SMP dan SMA belum banyak dibangun dan didirikan di beberapa daerah, kota kecil Tigabinanga adalah pilihan dari berbagai desa di seputaran Kecamatan Tigabinanga dan Kecamatan Juhar. Bahkan masih ada yang datang bersekolah dari Kabupaten Dairi sekitar Kutabuluh Berteng dan lainnya.


Maka ramailah pendatang bersekolah di Tigabinanga sehingga, bila hari pekan tiba, sangatlah meriah suasana pasar. Ketika itu Tigabinanga pasarnya terbagi 2 zona.

Satunya adalah pasar lama di sekitar Simpang Empat atau yang sekarang sering disebut sebagai stasiun. Di sini adalah tempat menjual jenis pakaian dan kain tekstil sampai kain uis gara yang sering digunakan di pesta-pesta adat sebagai pakaian resmi dan, bahkan, sering juga dijadikan oleh-oleh untuk pejabat negara atau daerah yang berkunjung ke Karo seperti Uis Beka Buluh.

Suasana sehari-hari di Tigabinanga sebagaimana terlihat dari Kede Kopi Lingga Gayo.

Zona lainnya adalah yang sekarang dikenal sebagai pajak buah yang menjual berbagai macam komoditas. Mulai dari hasil pertanian daerah seperti cabe, tomat, kopi, cokelat, jeruk, kemiri, beras, tembakau serta berbagai kebutuhan rumah tangga seperti ikan asin sampai garam dan minyak goreng yang istilah sekarang Sembako (Sembilan Bahan Pokok).

Sangkin seringnya kita di pekan buah itu, kita hafal mana lapak cabe dan tembakau karena baunya khas!

Dari pagi sampai siang adalah waktu berbelanja kaum ibu rumahtangga dan siang ke sore adalah waktu belanja anak sekolah yang sudah pulang sekolah dan sudah berganti baju, menjelma menjadi remaja-remaja yang banyak gaya. Banyak anak muda (jejaka) suka mengikuti anak dara (gadis) berbelanja sambil ngobrol ngalor ngidul yang istilah sekarang pendekatan alias Pdkt.

Maka ramai sekali suasana ketika itu dan pasti membekas di memory ingatan bagi orang yang pernah mengalaminya.

Di samping obrolan itu, pastilah ada selingan kata-kata untuk mengajak sang idola untuk rendevous di malamnya atau malam Rabu, karena hari Pekan atau pasarnya adalah hari Selasa.




Malam Rabu setelah hari Pasar biasanya ada hiburan rakyat yang berjudul “bioskop keliling”. Ke sanalah acara nonton dengan sang idola berlangsung.
Bioskop keliling ini di malam Rabu akan menyedot pengunjung dari berbagai desa di sekitar Kecamatan Tigabinanga dan Juhar.

Kini situasi seperti yang saya ceritakan itu sudah menjadi sejarah hidup untuk banyak orang dan sudah berlalu. Situasi dan kondisinya sudah banyak berubah.
Tigabinanga menjadi sepi dan hanya menjadi daerah lintasan para pelintas Aceh-Medan.

Waktu terus berputar dan tak pernah kembali lagi. Tigabinanga akan banyak jadi kota kenangan orang sampai akhir hayatnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.