Oleh NURUL SAKEENA ILMI
Bahaya masa lalu yaitu ketika manusia menjadi budak. Bahaya masa depan adalah ketika manusia bisa menjadi robot. Seorang budak akan sangat tergantung majikannya. Majikannya adalah pemilik sah budak tersebut. Sang majikan dapat memberikan perintah kepada budak tersebut. Bahkan dipekerjakan tanpa diberi upah.
Budak harus mematuhi apa yang diperintahkan oleh sang majikan.
Sungguh mengerikan. Oleh karenanya, menjadi budak waktu itu sangatlah berbahaya. Tidak ada perlindungan dan hilangnya kemerdekaan hidup. Berbeda dengan robot. Tingkah laku robot tergantung program yang ada di kepalanya. Robot sangat bergantung dengan pihak luar. Ia tidak bebas dalam berkehendak.
Robot yang “bahaya” itu adalah manusia yang secara tidak sadar dipengaruhi oleh perintah, keinginan, atau kemauan dari pihak luar.
Bahaya manusia saat ini adalah robot. Manusia kehilangan kebebasan dan kehendak berdasarkan akal dan nuraninya tanpa tersadar. Tanpa tahu siapa yang menggiring tindakannya, apa yang dilakukannya bahkan nilai-nilai apa yang diyakininya.
“Makin hari makin susah saja menjadi manusia yang manusia”.
Makanya beragama itu harus dengan akal dan nurani. Jangan seperti budak atau robot yang hanya tunduk patuh pada ulama, ustad, penceramah dan lain sebagainya. Kebenaran mutlak hanya milik Tuhan. Pendapat manusia — ulama, ustad atau siapa pun — hanyalah kebenaran relatif.
Kita harus tetap sadar akan kenyataan bahwa selama kebenaran yang mutlak tidak dapat kita jangkau (dan tidak akan pernah), maka kebenaran-kebenaran relatif berfungsi untuk mengoreksi satu sama lain. Mendekati sebuah kebenaran dari berbagai sisi, kadang-kadang dari sisi yang berlawanan, tidak dapat kita jangkau, tetapi sekurang-kurangnya kita dapat mengitarinya.
Seseorang menjadi bebas hanya jika dia bisa memilih. Dan dia bisa memilih hanya jika dia cukup tahu untuk membandingkan.