Aku Karo Jahe

Oleh: Bastanta Permana Sembiring (Medan)

 

patimpus
Patung pendiri Kota Medan (Karo Jahe) yang Suku Karo (Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi). Dijepret dengan drone oleh Nefo Ginting

bastantaMengapa saya selalu katakan saya anak Urung Senembah dan orang Karo Jahe? Padahal, banyak teman-teman katakan, dengan menyabut Karo Jahe, saya sudah memecah dan membedakan Karo.

Saya punya pandangan berbeda. Dengan menyabut Karo Jahe (Karo Hilir, red.) adalah penegasan bahwa saya bukan berasal dari suku tak bertanah ulayat (pendatang) di daerah pesisir, tetapi saya orang Karo yang keberadaannya di pesisir meskipun saudara-saudara saya lainnya ada di Karo Gugung (Karo Dataran Tinggi, red.).

Saya selalu menolak asal saya dari Sarinembah. Mengapa? Bagi saya, itu hanya tradisi yang tidak lebih sama dengan Si Raja Batak yang membuat Karo itu kemudian dianggap sebagai pendatang di pesisir.

[one_fourth]tidak bisa dikuasai sepenuhnya oleh pendatang[/one_fourth]

Apalah arti sebuah nama, kata banyak orang. Ingat dan harus disadari, salah satunya yang membuat Kabupaten Karo sekarang ini tidak bisa dikuasai sepenuhnya oleh pendatang ialah karena namanya Kabupaten Karo. Coba kalau namanya “Kabupaten/ Kota Berastagi atau Mardinding, Singalorlau, dll., akan sangat mudah dikuasai oleh pendatang seperti halnya Kota Medan, Deli Serdang, Binjei, Langkat, dlsb.

Coba andaikan namanya Karo Jahe, Karo Deli, Karo Serdang, Karo Singalorlau, Karo Julu, Karo Binge, dll. Pasti susah dikuasai asing dan generasi muda Karo yang idiot sekalipun tahu itu Taneh Karo punya.

Jadi, stop haramkan penyebutan Karo Jahe, Karo Binge, dll. karena itu adalah bukti eksistensi Karo dan luas wilayah adat Karo. Mejuah-juah.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.