ANTARA FORMULA 1 AIR DENGAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KAWASAN DANAU TOBA

Laporan RANDY TARIGAN dari Balige

Sebuah spanduk bertuliskan “Selamat Datang di Danau Toba, Danau Indah Penuh Masalah Kerusakan Lingkungan” terbang di atas Danau Toba. Spanduk tersebut diterbangkan oleh sejumlah aktivis Sumatera Utara. Lewat aksi ini, mereka menyampaikan pesan kepada peserta F1H20 di Balige.

Di balik perhelatan F1, banyak masalah yang dihadapi oleh penduduk Kawasan Danau Toba akibat kehadiran beberapa industri.

Seperti halnya PT Dairi Prima Mineral (DPM), PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Gruti. Mereka melakukan perampasan ruang hidup wargha dan melakukan kerusakan lingkungan di kawasan Danau Toba. Saat bersamaan, puluhan perempuan pedesaan korban PT DPM, PT TPL, dan PT Gruti, juga melakukan aksi bentang hand banner di pusat Kota Balige bertuliskan, “Tutup TPL, Cabut Ijin Lingkungan PT DPM, Usir PT Gruti” dan beberapa tuntutan lainnya.

Lewat aksi tersebut para perempuan korban Tambang di Dairi, korban PT TPL di Toba, dan PT Gruti, berharap supaya Pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang telah merampas ruang hidup manusia. Kehadiran 3 perusahaan besar seperti PT TPL, PT DPM, PT Gruti, di Kawasan Danau Toba, telah merenggut hak-hak masyarakat di kawasa Danau Toba.

Penebangan Hutan secara massif yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada penduduk sehingga megalami kesulitan ketika bertani. Mereka seringkali mengalami gagal panen akibat cuaca buruk.

Seperti yang dialami oleh sekelompok warga Kabupaten Dairi, kehadiran PT DPM, tidak pernah melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal. Padahal, wilayah tersebut merupakan kawasan penting untuk pertanian, areal pangan, sumber air, bagi penduduk setempat.

Dampak lain akibat kehadiran PT DPM ialah, terdapat sumber air di 7 desa dan 1 kelurahan yang berpotensi akan hilang sesuai hasil kajian pasokan air dan Investigasi Lae Puccu. Lae Puccu adalah sumber utama PDAM di Kecamatan Silima Pungga-pungga (Kabupaten Dairi) yang menghidupi 7 ribu jiwa pelanggan di 7 desa dan 1 kelurahan tersebut.

PT. Dairi Prima Mineral (DPM) merupakan perusahaan eksplorasi biji seng dan timah hitam di wilayah pegunungan Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam dengan metode penambangan bawah tanah. Setelah mengalami beberapa kali perubahan dan penyesuain teknis-administrasi, pada 2018, Kementerian EDSM RI mengeluarkan Keputusan No.KK.272.KK/30/ DJB/2018 yang memperpanjang izin operasi produksi PT DPM di wilayah seluas 24.636 dan berlaku 2018 hingga 2047.

Pusat proyek ini berada di Dusun Sopo Komil (Kecamatan Silima Pungga-Pungga). Saat ini, PT DPM, sudah selesai membangun fasilitas gudang handak tanpa persetujuan izin lingkungan. Jaraknya hanya 50,64 meter dari areal pangan dan pemukiman warga di Dusun Sipat, Desa Longkotan.

Langkah PT DPM tersebut tentu bisa berdampak pada kerusakan lingkungan serius. Hal ini diperkuat oleh kajian yang dilakukan oleh ahli Ombusman – Bank Dunia melalui mekanisme pengaduan ke CAO (Compliance Advisor Ombusman) yang sudah mengeluarkan laporan pada bulan Juli tahun 2022 lalu. Laporan ini menyatakan bahwa aktivitas PT DPM di Dairi beresiko ekstrim.

Sebagaimana yang dialami oleh warga Dairi, penduduk Kawasan Danau Toba sudah duluan merasakan dampak akibat kehadiran PT TPL. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini awalnya mendapatkan izin konsesi dari negara seluas 269.060 berdasarkan SK No.493 KPTS-II/Tahun 1992. Setelah mengalami 8 kali revisi, yang terkahir SK 307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020 menjadi 167.912 ha.

Pada umumnya, wilayah konsesi tersebut bersinggungan dengan wilayah masyarakat adat. Klaim negara di wilayah adat dan pemberian izin konsesi kepada PT TPL menjadi akar konflik agraria yang berkepanjangan dan tidak terselesaikan hingga saat ini. Perampasan wilayah adat yang dilakukan oleh PT TPL telah menimbulkan banyak dampak terhadap penduduk setempat, baik dampak ekonomi, sosial, budaya, maupun ekologi.

Sebelum kehadiran PT TPL, penduduk Kawasan Danau Toba hidup dari hasil hutan, berladang, beternak dan bersawah. Namun, saat ini, sumber mata pencaharian warga masyarakat adat di wilayah konsesi terus mengalami penurunan.

Keberadaan konsesi PT TPL di hulu Danau Toba, juga berdampak pada banyaknya Daerah AliranSungai (DAS) ke Danau Toba tidak berfungsi seperti dulu lagi. Seperti diketahui, salah satu sumber air Danau Toba yakni Aek Mare yang berasal dari Nagasaribu, Natinggir, dan Natumingka saat ini telah mengalami kerusakan yang parah.

Banyaknya anak sungai yang tertimbun akibat pembukaan lahan untuk penanaman eucalyptus menyabkan debit Aek Mare berkurang ke Danau Toba.

Perhelatan F1 Boat Race atau F1H20 di Danau Toba, 24-25 Februari 2023 ini, termotivasi dari
kesuksesan penyelenggaraan MotoGP Mandalika tahun 2022 lalu. Alasan ekonomi yang dihadirkan
acara MotoGP 2022 itu memacu pemerintah untuk mengadakan F1 Boat Race atau F1H20 di Danau
Toba.

Namun, di balik promosi pemerintah terhadap Danau Toba untuk menjadi salah satu Destinasi
Pariwisata Super Prioritas, terdapat masalah yang sangat serius dialami oleh masyarakat di Kawasan
Danau Toba, akibat kehadiran industri seperti PT TPL, PT DPM dan PT Gruti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.