RIKWAN SINULINGGA. BERASTAGI. Sejak status Gunung Sinabung dinaikkan dari Siaga (Level III) ke Awas (Level IV) 15 Juni 2015 lalu, geliat ekonomi Kota Berastagi pun mulai lemah.
Ini terlihat dari banyaknya pengusaha kios ataupun toko di seputaran Kota Berastagi yang enggan membuka usahanya. Tebalnya debu vulkanik yang tak henti-hentinya menghujani kota ini sangat mengganggu aktivitas manusia di Kota Berastagi. Pembeli pun sepi.
“Banyak petani saat ini kewalahan menghadapi dampak debu vulkanik terhadap tanamannya yang terancam gagal panen. Harga hasil pertanian yang beberapa hari ini turun drastis (terutama tomat dan cabe) juga menjadi penyebab sepinya pembeli,” jelas seorang pengusaha kios sembako di pusat pasar Berastagi.
Hal serupa dialami pengusaha pakaian dan souvenir di bilangan pasar buah Berastagi. Dari pantauan Sora Sirulo hingga sore tadi [Kamis 25/6], pasar buah Berastagi terlihat sepi. Biasanya, saat-saat liburan sekolah seperti sekarang ini, pasar buah Berastagi padat pengunjung bahkan hampir tidak ada tempat untuk memarkirkan kendaraan.
“Mudah-mudahan mulai besok (Jumat, red.) Sinabung jangan erupsi lagilah. Paling tidak hari Sabtu dan Minggu para pengunjung mau berdatangan lagi ke Berastagi ini,” harap seorang pedagang di pasar buah Berastagi.
Penanganan para pengungsi Sinabung yang terdampak langsung erupsi Sinabung memang harus menjadi prioritas, terutama dalam upaya relokasi dari Zona Merah. Akan tetapi, solusi bagi masyarakat yang tidak terdampak langsung (petani, pedagang dan jasa hiburan, perhotelan, restauran, pelaku wisata, dll) juga hal yang harus menjadi perhatian pemerintah tentunya. Cukup berat memang tugas dan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Karo saat ini, tapi inilah kondisi real Taneh Karo saat ini. Semoga cepat berlalu
Fotohead cover: Lahan pertanian cabe yang terancam gagal panen akibat debu vulkanik Sinabung [Kamis 25/6: 12:50 Wib] di Desa Lau Gumba (Berastagi)