Laporan: Iwan Tarigan (Berastagi)Serangan hama lalat buah yang belum teratasi secara optimal menyurutkan semangat petani, seiring berkurangnya modal akibat gagal panen beberapa kali. Biaya perawatan jeruk yang dapat dikatakan tidak berbiaya sedikit. Membuat petani putus asa dan mengambil inisiatip beralih mencoba peruntungan ke komoditi lain, tanpa berniat lagi untuk melakukan peremajaan tanaman.Sesungguhnya, niat dan kemauan merupakan modal utama mengoptimalkan perawatan tanaman jeruk. Seperti yang diutarakan petani jeruk, Romanus Sembiring Milala, warga Jl. Mesjid No 213 (Berastagi), kepada Sora Sirulo di perladangannya Desa Seribujandi. Menurutnya, Jeruk tidak berbeda dengan makhluk hidup lainnya yang membutuhkan perhatian, perawatan, makanan, dan gizi.“Perbedaan Manusia dengan hewan dan tumbuhan terletak pada komunikasi. Pada hewan dan tumbuhan dibutuhkan pengamatan untuk mengetahui kemauan serta kebutuhannya. Perawatan terhadap tanaman, khususnya jeruk tidak jauh berbeda dengan komoditi lainnya. Dosisi penyemprotan, pemupukan dan perlakukuan lainnya dilakukan sesuai kebutuhan tanaman, bukan kemauan petaninya,” kata pria kelahiran Berastagi 10 Oktober 1954 ini.Semisal, penyemakan areal perladangan jeruk, belum banyak diterima alur pikiran petani. Dalam hal tersebut, ungkap ayah 4 anak ini, harus disertai pemupukan yang seimbang. Rumput yang menjulang, berfungsi sebagai tempat berkembang biak dan sumber makanan hama karena daunnya lebih lunak. Dengan demikian, secara otomatis musuh jeruk menjadi berkurang dan kelembaban tanah tetap terjaga di musim kemarau.“Pengamatan jenis rumput yang tumbuh. Lihat kondisi batang, daun, pucuk, bunga serta buah jeruk. Dari pengamatan dapat diramalkan kadar dan zat pupuk yang dibutuhkan jeruk dan rumput agar keduanya memiliki makanan yang cukup. Jangan khawatir menabur pupuk pada rerumputan karena nantinya akan menjadi makanan unsur hara tanaman jeruk itu sendiri,” beber pria yang mempersunting dra. Surianna Br Sinuhaji sebagai istrinya.Sesuai keterangan pensiunan PNS Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Deliserdang ini, dari uji coba yang telah dilakukannya pada tanaman jeruk, khusus terkait penyemakan. Dengan tumbuh suburnya rumput, serangan beberapa jenis hama juga berkurang dibandingakan dengan lahan yang bersih. Keuntungan lainnya usai dibabat, daun rumput yang membusuk akan membentuk mikro organisme yang membantu penguraian unsur hara dalam tanah.Ladang jeruk Romanus Sembiring (Foto: Iwan Tarigan). Click foto untuk ukuran besarHasil penguraian mikro organisme berdampak pada penggemburan tanah. Tanah yang gembur tentunya memudahkan akar tanaman untuk menyerap makanan. Alumni Asisten Apoteker (SAA) ini, melakukan pembabatan rumput per 4 bulan di musim kemarau dan per 3 bulan ketika curah hujan tinggi.“Jika bersih, tanah akan keras apalagi musim kemarau. Saat itu, kadar air akan berkurang, dan muyulitkan tanaman menyerap makanan,” paparnya.Memantangkan PemangkasanSisi lain kontroversi Romanus Sembiring dengan mayoritas petani jeruk lainnya adalah dalam hal pemangkasan tanaman. Menurutnya, pemangkasan hanya menambah pekerjaan dan biaya produksi (uang keluar). Bahkan, pemangkasan dahan dan ranting jeruk yang ditumbuhi daun, dipastikannya berdampak pada pengurangan dapur pemasak makanan tumbuhan yang mempengaruhi proses pertumbuhan.Dahan atau ranting jeruk yang dipangkas secara tidak langsung mengurangi tempat bergantung buah. Karena dari pucuk ranting itulah bunga akan muncul dan berkembang menjadi buah. Selain itu, kebiasaan para petani menggunting tunas liar (tunas air) pada dahan jeruk, juga dibantahnya. Ditegaskannya, tunas liar yang dianggap mengganggu tersebut justru sebagai bakal dahan unggulan.“Ketidakpahaman dan kurangnya eksperimen serta observasi merupakan penyebab dominan kesalahpahaman petani jeruk akan munculnya produk unggulan pada tanamannya itu sendiri. Tunas liar akan membentuk batang yang lebih besar, kuat serta menghasilkan produk buah yang lebih besar dari batang utama. Jika tidak percaya, silahkan coba,” himbau pria yang sehari-harinya akrab disapa Roman itu.Menurut Roman, munculnya tunas liar disebabkan berkurangnya daun pemasak makanan. Biasanya banyak tumbuh ketika batang dipenuhi buah. Saat buah mulai membesar, dahan atau ranting jeruk akan menurun ke bawah seiring terjadinya peningkatan beban. Secara otomatis penampang mulut daun yang seharinya memasak makanan berbalik arah. Dapat disimpulkannya, jeruk kekurangan suplai makanan , terkait berkurangnya dapur pemasak.“Petani sering bertanya dalam hati, mengapa ukuran menguning buah jeruknya tidak maksimal. Padahal unsur alamiah dan kimiawi, banyak dipasok. Dalam taksiran, jumlah pupuk sesuai dengan buah di batang, namun ketika panen tiba, buahnya tetap saja berada pada ukuran sedang dan kecil. Disinilah dibutuhkan pemahaman. Meskipun pasokan unsur makanan di dalam tanah cukup banyak tetapi tidak dapat dimasak , tentunya tidak selaras,”katanya.Sesungguhnya, papar Romanus Sembiring lebih lanjut, itulah fungsi kehadiran tunas liar. Daun tunas liar membantu proses memasak makanan, menggantikan posisi sebagian daun yang penampang mulutnya terbalik karena dipenuhi buah, untuk selanjutnya disuplai ke jaringan lainnya. Sehingga buah yang banyak dengan makanan yang cukup, dapat membesar serta menguning sesuai target petani itu sendiri.Dikatakannya lagi, tindakan yang ia lakukan sesuai pemahamannya terhadap Teori Keseimbangan. Dimana, pertumbuhan akar, daun, batang dan buah, secara alamiah terjadi secara selaras sesuai tingkat kebutuhan serta perkembangan. Pertumbuhan akar dibawah tanah pastinya sejalan dengan pertambahan daun diatas pohon. Akar menyerap makanan, batang menyalurkan, dan daun memasak makanan.“Apabila diantara ketiganya (akar,daun, dahan) tidak seimbang. Tanpa kita sadari akan berdampak negative, bahkan merugikan secara nilai ekonomis. Contoh, seperti pemangkasan yang berimbas pada buah. Jika akar bertambah dalam tanah, tentunya daun membanyak. Secara otomatis batang sebagai penyalur (selang) ikut serta membesar. Apabila dipangkas, batang akan lebih kecil dan berbuah lebih sedikit, karena gantungan berkurang,” ujarnya lagi.Pemupukan/Penyemprotan 4 TPerlakuan Romanus Sembiring Milala dalam memupuk jeruk boleh dikatakan unik dan langka di kalangan petani. Mengorek lubang dengan lebar dan kedalaman tertentu umunya dilakukan sebelum melakukan pemupukan, baik berupa pupuk kandang (alami) atau pupuk kimia, diabaikannya.Pria yang dikaruniai 4 anak dari perkawinannya dengan dra. Surianna Br Sinuhaji ini malah menabur pupuk kimia secara menyeluruh pada permukaan areal tanamannya, termasuk yang disemaki rumput. Bukan berarti pemborosan, namun itu dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya fungsi rumput terhadap tanaman.Rumput yang tumbuh subur, sesuai keterangan Romanus Sembiring Milala akan dijadikan humus sebagai sumber makan tambahan pohon jeruk. Ia mengaku tidak pernah memberi pupuk kandang kepada tanamannya. Hanya pupuk kimia dan rumput yang dibabat sebagai sumber makanan utama.Dengan catatan, pemberian unsur pupuk kimia ditinjau dari tingkat kebutuhan tanaman. Observasi terhadap, lebar, ketebalan, warna, cahaya daun, jumlah buah, dan rasanya (manis/asam), sebagai indicator kadar dan jumlah pupuk yang ditabur. Tidak melebihi sehingga menimbulkan pemborosan.Bahkan dikatakannya, rerumputan juga bisa sebagai salah satu petunjuk tinggi rendahnya PH tanah. Jenis rumput yang tumbuh di atas tanah misalnya. Dicontohkannya, jenis rumput lalang atau pakis menunjukan kadar PH tanah yang belum normal. Sehingga pemupukan yang dilakukan setiap 5 bulan dapat cocok dengan kebutuhan.Penyemprotan tanaman dilaksanakan rutin per 7 hari. Pestisida yang digunakan tergantung hama yang diberantas. Demikian pula dengan penggunaan dosis obat. Jika hama sedikit, gunakan dosis rendah. Apabila ada wabah, Roman Sembiring Milala, mengaku menggunakan beberapa campuran bahan aktif lainnya. Namun masih sesuai anjuran ambang residu pestisida.“Yang penting tahu dan paham penggunaan dosis serta istilah racun tanaman. Semisal, systemic, kontak, lambung, transmilar, dan sebagainya. Karena jika tidak, maka kemungkinan pestisida yang dipakai tidak tepat sasaran. Sering terjadi, akibat ketidaktahuan petani dalam mencampur beberapa bahan aktif, fungsi obat nejadi berubah dan tidak efektif kegunaannya,” terang Roman.Kembali ia memberikan contoh, fungisida yang berbahan aktif cuprum (CU), dominan tidak dapat dicampur dengan insektisida. Apabila disatukan, maka fungsi kedua bahan aktifnya akan berkurang ataupun tidak berfungsi sama sekali. Oleh karana itu, pemupukan dan penyemprotan harus tepat guna, tepat sasaran, tepat dosis, dan tepat waktu, atau dalam bahasa istilahnya ia sebut 4 T. Post navigationMuspika Delitua Tertibkan Pedagang Kaki Lima Pasca Pengembangan Transportasi Sumut: Potensi Investasi Pertanian dan Agrowisata di Tanah Karo