Bobby Nasution: PEMBENTUKAN MEDAN TAK LEPAS DARI SUKU MELAYU DAN SUKU KARO — Dalam Dialog Kebudayaan PWI Pusat

VENESSA GINTING | MEDAN | Dengan mengenakan pakaian adat Suku Karo, Wali Kota Medan (Bobby Nasution) menjadi narasumber dalam Dialog Kebudayaan yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Dialog ini sebagai rangkaian untuk meramaikan kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Santika Dyandra Hotel, Medan [Selasa 7/2].  

Ada 9 Bupati/Wali Kota lainnya yang menjadi pembicara dalam dialog tersebut.

Mereka adalah Bupati Serdang Bedagai (Darma Wijaya), Bupati Sleman (Kustini Sri Purnomo), Bupati Kuningan (Acep Purnama), Walikota Surabaya (Eri Cahyadi), Bupati Malang (Muhammad Sanusi), Bupati Pesawaran (Dendi Ramadhona), Bupati Indragiri (Hilir Muhammad Wardan), Bupati Agam (Indri Warman) dan Bupati Halmahera Selatan (Usman Sidik).

Bobby Nasution bersama 9 Bupati/Wali Kota lainnya menjadi pembicara setelah ditetapkan PWI Pusat untuk mendapatkan Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 berkat inovasi yang telah mereka lakukan dalam bidang pangan, sandang dan papan berbasis kebudayaan atau kearifan lokal. Dalam dialog tersebut, orang nomor satu di Pemko Medan ini menyampaikan pemaparan berjudul “Digitalisasi Sandang Gaya Medan Dalam Rangka Pengembangan Ekonomi”.

Bobby Nasution mengawalinya dengan mengungkapkan, pembentukan Kota Medan tidak terlepas dari Suku Melayu dan Suku Karo. Meski demikian, imbuhnya, seluruh etnis lainnya yang ada juga ikut mendukung terbentuknya ibukota Provinsi Sumatera Utara ini. Diungkapkan Bobby Nasution, saat ini ada 13 etnis yang ada di Medan. 

Busana Adat Suku Karo

Untuk mendukung sandang gaya Medan sekaligus melestarikan kebudayaan yang ada, kata Bobby, maka seluruh ASN yang ada di lingkungan Pemko Medan setiap Jumat diwajibkan mengenakan pakaian adat dari 13 etnis yang ada. 

“Yang menjadi PR bagi kami sekarang bagaimana memastikan produksinya terus berjalan, sebab marketnya sudah ada. Setelah itu ketersediaannya bahan produksi harus diperhatikan karena selaras dengan permintaan produksi pasti terhambat. Ditambah lagi dengan bahan produksi yang langka, maka akan berdampak dengan harga yang mahal. Untuk itu harga produksi harus diturunkan dengan memastikan bahan-bahan produksinya terjangkau,” kata Bobby.

Di hadapan Ketua PWI Pusat (Atal Sembiring Depari), Ketua Dewan Pers (Ninik Rahayu) dan perwakilan media dari seluruh Indonesia, Bobby Nasution menjelaskan, kain dari etnis yang ada memiliki makna yang berbeda peruntukannya.

“Ada untuk acara umum, berduka dan lainnya sehingga tidak bisa sembarang dijadikan pakaian karena ada artinya masing-masing. Untuk itu, ungkapnya, tengah dikonsepkan motif yang bisa dipakai untuk umum tanpa mengurangi nilai-nilai budayanya,” paparnya.

Selanjutnya, Bobby Nasution mengungkapkan, pengrajin pakaian adat ini bukan semua berasal dari Medan.

“Menyikapi hal itu, kita telah meminta Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan untuk menjalin kolaborasi dengan pengrajin. Di samping itu, Pemko medan akan memberikan dukungan promosi terkait dengan potensi keunikan dan keunggulan daerah Kota Medan dalam bidang sandang. Kemudian, memanfaatkan platform digital untuk pemasarannya,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.