Kolom Salmen Kembaren: ANTARA BOGOR DAN BERASTAGI

SALMEN FOTOBupati dan Wakil Bupati Karo terpilih segera dilantik di semester awal Tahun 2016. Ratusan ribu penduduk tentunya menaruh harap bahwa pembangunan Kabupaten Karo benar-benar jitu dalam 5 tahun ke depan. Salah satu yang patut menjadi indikator kemajuan tersebut adalah pariwisata, selain pertanian dan sektor utama lainnya.

Ketika melakukan perjalanan ke Bogor seminggu lalu [Sabtu 19/12], saya melihat kemiripan antara Bogor dengan Berastagi maupun Kabanjahe. Kedua kota ini menjadi destinasi wisata utama warga kota metropolitan dengan segala kesibukan mereka. Dengan jarak tempuh, bentang alam, dan keunikan budaya memiliki kemiripan.

Perbedaan antara keduanya hanyalah dalam pengelolaan. Sekitar 10 juta warga ibukota negara menjadi potensi pasar wisata Bogor demikian juga sekitar 4 juta jiwa potensi wisata Berastagi di Mebidangkat (Medan, Binjai, Deliserdang, Langkat).

Bogor sendiri memiliki saingan berat seperti Bandung dengan jarak tempuh yang hampir sama sedangkan Berastagi tidak begitu memiliki saingan yang cukup sepadan. Sehingga muncul pertanyaan, mengapa kota kita tidak mampu sehebat Bogor?

Saya merasa “panas” ketika rekan kerja saya mengatakan “hanya melihat sampah” ketika berkunjung ke Berastagi. Terutama yang mereka soroti adalah Gundaling dan Kabanjahe. Mereka selalu membanding-bandingkan kesemrautan kedua kota wisata 2kebanggan Karo tersebut dengan kota kecil lainnya di belahan lain dari Nusantara ini. Khusus Kabanjahe, mereka merasa risih melihat pusat kota yang terkesan kumuh.

Dalam kesimpulan awal saya, soal pengelolaan adalah soal good will pemerintahannya. Sebagai contoh saja, pengelolaan tugu dan taman yang sudah ada. Di Bogor, anda akan pasti ingin berfoto di tugu-tugu yang ada atau di sudut-sudut kota dengan tamannya yang hijau. Tidak demikian di Berastagi atau Kabanjahe, kita malah merasa “tidak nyaman” berfoto di Tugu Kol Berastagi atau Tugu Catur di Kabanjahe.

Demikan juga bisa kita bandingkan pengelolaan Kebun Raya Bogor dan Tahura di Tongkeh. Padahal potensi Tahura Tongkeh lebih lengkap mulai dari keanekaragaman hayati sampai air terjunnya.

Jangankan pengelolaan besar seperti itu, pilar tebing di Berastagi harus menunggu masa yang panjang untuk melihatnya indah kembali. Jika pemerintah mengelak karena alasan Bogor memiliki pemerintahan tersendiri maka tepatlah analisa good will pemerintah kabupaten yang lemah. Demikian juga budaya masyarakat yang dipasarkan bukanlah budaya yang dominan. Bogor memasarkan budaya Pasundan bukan Jawa, juga Berastagi dapat memasarkan budaya Karo bukan Batak sehingga menjadi keunikan pasar tersendiri.




Berastagi, sebagai bagian dari pengembangan rencana tata ruang kawasan Mebidangro seharusnya memiliki daya saing internasional dan menjadi bagian pusat kegiatan nasional (Pasal 6 Perpres Nomor 62 Tahun 2011). Jangankan untuk bersaing dengan kelas international bahkan saat ini dengan kota-kota lokal lainnya saja masih ketertinggalan. Padahal Berastagi dapat memainkan peranannya dalam RTRW tersebut sebagai kawasan dengan pengembangan khusus yakni zona pariwisata Mebidangro.

Semoga pemerintahan yang baru ini paham dan mau membenahi salah satu sendi perekonomian Karo khususnya sektor pariwisata. Di akhir jabatan pemerintah sebelumnya, kita tidak melihat banyak gebrakan baru untuk penataan kota Kabanjahe dan Berastagi. Tentunya dengan pasangan yang baru ini, terlebih lagi seorang perempuan, harapan kita bersama membawa pencerahan bagi kedua kota tersebut agar lebih terlihat indah nan elegan.




2 thoughts on “Kolom Salmen Kembaren: ANTARA BOGOR DAN BERASTAGI

  1. “Perbedaan antara keduanya hanyalah dalam pengelolaan.” kata penulis dalam soal membandingkan Bogor dan Berastagi. Betul sekali saya pikir. Adanya perbedaan dalam pengelolaan berarti karena adanya perbedaan dari si pengelola, tepatnya OTAK SI PENGELOLA, atau mental si pengelola. Kalau mentalnya masih penuh sampah berarti belum menjalankan Revolusi Mental presiden Jokowi.

    Dalam rangka ini bisa juga memang pakai 3 formula Ahok dalam menghadapi pejabat yang tidak mengabdikan dirinya untuk kemajuan daerah yang dipimpinnya, yaitu pecat, pecat, pecat. Ini mungkin tak berlaku bagi bupati yang baru dilantik, tetapi bisa diberlakukan bagi bawahannya yang menata kebersihan Berastagi.

    Bupati yang baru terpilih harus didepan memimpin revousi mental ini. Untuk membersihkan satu kota dibutuhkan memang akal atau ide yang bersih juga, kalau ide kotor tak bisa dipakai disini. Karena itu perlu pembersihan dulu dikalangan penanggung jawab kebersihan kota. Sebelum membersihkan jalan, bersihkan dulu pejabat ini.

    Ahok jalankan prinsip itu di Jakarta, dan kita sudah banyak melihat hasilnya. Ciliwung sudah bersih, banjir sudah berkurang, walaupun sering hujan. Bagian kota yang banyak kotor dan sampah telah mulai bersih dan jadi indah malah, seperti daerah rawa Pluit. Karena itu ‘pecat, pecat, dan sekali lagi pecat’ sangat penting dalam pelaksanaan Revolusi Mental di daerah seperti Karo. Tak perlu ragu, revolusi mental menguntungkan perkembangan dan menguntungkan rakyat daerah, dan seterusnya menguntungkan perkembangan dan kemajuan negeri ini.
    Soal keterbukaan juga terlihat jelas bahwa Ahok berada didepan. Semua rapat DKI dibikin terbuka, publik bisa hadir dan mendengarkan semua pendapat dari pejabat kota, dan keputusan yang diambil juga terbuka bagi publik.

    Sangat indah dan pasti luar biasa jika bupati Karo yang baru terpilih ini bisa mempraktekkan semua hal-hal yang sudah berhasil dipraktekkan oleh Ahok di Jakarta. Semua kuncinya adalah KETERBUKAAN dan KEJUJURAN serta KEIKHLASAN mengabdi daerah Karo.

    Ayo mana bupati Karo TB yang mau mulai menirukan Ahok? Maju Pak! Tunjukkan gigimu, tunjukkan Karo ke dunia. Jadikan Karo contoh, seperti Jakarta Ahok, Surabaya Irma, Bandung Emil.

    Dan Karo TB!

    MUG

  2. Mekarkan beberapa kecamatan di sekitaran berastagi menjadi Kotamadya Berastagi.
    itu solusi aspiratif dari saya.
    karena dari debat kandidat kepala daerah karo yang saya analisis, membangun kab. karo saja agar bisa menyaingi kabupaten/kota di Sumut saja sulit, toh untuk membangun berastagi seperti bogor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.