Kolom Boen Syafi’i: BUKAN WONG ARAB KOK NGAMUK?

Hidup di negeri ini memang unik. Manusia-manusia yang sebenarnya diperjuangkan, eh malah merasa lagi dimusuhi keberadaannya. Contohnya, di saat mengkritik invasi Budaya Arab yang kian marak saat ini, uniknya kebanyakan yang marah bukannya mereka yang keturunan Arab, tapi melainkan pribuminya sendiri, yang berhidung mancung ke dalam, serta ukuran penis termikroskopis sedunia. Ambyarr ….

Pribumi marah, saat ada yang mengkritik kenapa bahasa asing lebih dipelajari daripada bahasa Ibu kita sendiri.

Pribumi marah, saat ada yang mengkritik katanya Tuhan maha segalanya, tetapi kenapa untuk beribadah saja harus pakai bahasa negara lain yang tidak dimengerti arti bahasanya? Pribumi marah, saat ada yang mempertanyakan perilaku leluhur bangsa lain, namun bereaksi datar saja saat leluhurnya sendiri disetan-setankan.

Pertinyiinyi? Apakah rata-rata pribumi saat ini kesurupan jin Baghdad? Wajar jika ada keturunan Arab yang memakai busana hasil budaya mereka serta mengagung-agungkan leluhurnya sendiri. Wajar jika ada keturunan Arab, China, atau bangsa lain yang memakai bahasa ibu mereka sendiri dan bentuk komunikasi sehari-hari.

Lha kowe? Kowe kuwi sopone Orang Arab? Pakai pakaiannya Orang Arab, pakai kebiasaan Orang Arab, pakai bahasa dan doa-doa yang gak ngerti artinya babar blas dari Arab. Dan lagi yang dikritik itu perilaku leluhurnya Bangsa Arab, kok yang ngamuk malah remukan rengginang?

Ngaca woy ngaca. Toh orang Arab di negara asalnya sana kebanyakan lebih cenderung kepingin memiliki saudara bule, daripada punya saudara yang hobinya kasbon kopi sambil menikmati gratisnya WiFi 17 jam.

Sejatinya, peradaban bangsa kita lebih tinggi daripada peradaban Bangsa Arab. Buktinya King Salman lebih memilih mengunjungi Bali daripada Padang ataupun Aceh Darussalam. Tapi, kenapa pribuminya sendiri malah korslet pikirannya dengan mengagung-agungkan peradaban budaya bangsa lainnya?

Ingat, pada Abad ke 3 Masehi, kita sudah bisa membangun candi dengan tingkat kerumitan arsitektur yang luar biasa. Sedangkan pada saat yang sama, negeri yang kalian agung-agungkan itu hanya mampu membangun bangunan berbentuk kotak, dan piramida saja, tak lebih. Sadar?

Tidak, saya tidak mengajak anda untuk sadar. Karena menyadarkan orang yang mendem dogma asing itu lebih berat, daripada menyadarkan orang yang kesurupan saat berada di pentas seni jaranan.

Saya hanya berharap, suatu saat generasi berikutnya bisa lebih terbuka pikiran dan hati nuraninya. Hingga kelak, bangsa Nusantara dikenal dunia sebagai negeri yang memiliki jati dirinya sendiri.Bukan bangsa pengekor, apalagi budaknya bangsa lainnya.

Langkah pertama agar kita lebih mencintai negeri sendiri, bisa dengan cara lebih menyukai Gisel daripada…. “Mia Khalifah..” Hidup Tissue Magic..

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.