Kolom Daud Ginting: COAT TAIL EFFECT? (Potensi Kemenangan Pileg)

Benarkah thesis yang mengatakan hanya Parpol yang mencalonkan kadernya sebagai Capres/ Cawapres yang akan memperoleh keuntungan perolehan suara partai di Pileg dari efek Pilpres? Boleh jadi benar jika melihatnya dari sudut pandang bahwa pemilih Capres tersebut otomatis akan memilih partai pengusung. Tapi, kesimpulan itu masih perlu diperdebatkan lebih jauh. Berdasarkan hasil survey beberapa lembaga satu tahun terakhir, partai pengusung Jokowi hanya PKB, Partai Golkar dan PDI Perjuangan memperoleh suara signifikan dan diprediksi akan lolos PT.

Sementara Partai pengusung Prabowo yang diprediksi lolos PT ialah Gerindra dan Partai Demokrat.

Jika menilik partai pendukung Jokowi yang lolos PT, ketiga partai tersebut telah teruji sejak Era Reformasi di setiap perhelatan Pemilu memperoleh suara tinggi dan masuk kategori partai papan atas.

Keberhasilan PKB, Golkar dan PDI Perjuangan ini sebenarnya wajar dan pantas karena ketiganya memiliki basis massa/ konstituen yang jelas. PKB memiliki massa NU, Golkar identik dengan basis kalangan menengah atas yang pragmatis serta aktivis politik Orde Baru, sedangkan PDI Perjuangan memang partai kaum nasionalis/ marhaenis.

Karena memiliki basis massa yang memiliki ikatan emosional maupun idiologi yang jelas,  ketiga partai ini memiliki modal dasar pemilih loyal, fanatik dan terorganisir, sehingga di setiap kontestasi memiliki lumbung suara sebagai keunggulan komperatif dibandingkan partai lain.

Tidak dapat dipungkiri PDI Perjuangan dan Golkar bahkan memiliki struktur organisasi yang sudah mapan dan memiliki pengurus partai dari Pusat hingga ke Kecamatan dan Desa. Memang fokusnya adalah melakukan konsolidasi dan kaderisasi, sehingga secara organisasi memiliki rentang kendali yang luas me-maintenance segmen konstituennya.

Sebaliknya, partai-partai lain justru banyak seperti tak ubahnya bagaikan perahu carteran atau perahu tumpangan doang. Dinaiki hanya pada saat diperlukan untuk pencalegan atau pemilihan kepala daerah maupun Pilpres.

Ironisnya banyak juga partai tidak melakukan kaderisasi dan hanya mau terima bersih siapa saja yang mau bergabung. Bahkan, bila penting, merekrut atau membajak kader partai lain. Misalnya memberi karpet merah kepada kepala daerah/ mantan maupun anggota legislatif dari partai lain.

Partai pragmatis yang tidak melakukan kaderisasi ini, dan hanya menampung politisi kutu loncat, juga tidak memiliki idiologi jelas yang mampu mengikat dan membentuk loyalitas sehingga kemudian tidak memiliki basis massa yang militan.

Tidak bisa diabaikan bahwa performance Calon Presiden/ Wakil yang diusung Parpol akan memiliki efek meningkatkan perolehan suara Parpol di pemilihan legislatif. Namun, tidak bisa juga dinafikan bahwa perolehan suara Parpol di Pemilu sangat besar dipengaruhi oleh persepsi calon konstituen terhadap partai politik itu sendiri.

Berdasarkan pengalaman empiris perolehan suara Parpol juga sangat tergantung kepada formasi calon legislatif yang diusung. Semakin banyak Caleg vote getter suatu partai maka semakin besar peluang partai itu memperoleh suara di Pileg.

Ujaran SBY Ketua Partai Demokrat yang mengutarakan hanya partai politik yang mengusung kadernya sebagai Calon Presiden akan memperoleh keuntungan di Pileg dari efek Pilpres (Coat Tail Effect) masih debatable dan menarik diuji.

Secara historis memang Partai Demokrat mendulang suara besar dan leading pada saat SBY hendak dicalonkan menjadi Presiden ke dua kalinya. Perlu juga dikaji kemenangan itu apa benar hanya karena akan mencalonkan dirinya sebagai Presiden menyebabkan perolehan suara Partai Demokrat meningkat drastis, atau sebaliknya apakah perolehan suara Demokrat besar karena SBY ketika itu sebagai Presiden, bukan karena sebagai calon presiden.

Kemudian muncul pertanyaan, apakah perolehan suara Partai Demokrat anjlok di Pemilu 2014 karena SBY bukan calon presiden lagi? Bagaimana pengaruh performance Partai Demokrat selama 5 tahun terakhir kepemimpinan SBY sebagai Presiden mempengaruhi persepsi calon konstituen terhadap partai Demokrat. Bagaimana pula persepsi masyarakat terhadap sepak terjang Partai Demokrat sebagai partai penguasa saat itu?

Kedua variabel yang dipertanyakan di atas tidak bisa dinafikan sangat mempengaruhi elektabilitas Partai Demokrat sehingga tidak melulu faktor Coat Tail Effect.

I Ma Jo Tusi Ake…!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.