Kolom Eko Kuntadhi: DI/TII DAN ORBA LEBIH BENGIS DARI PKI

Kenapa kita memusuhi PKI? Karena PKI itu kejam dan bengis. Begitu kata sejarah yang dijejalkan ke kepala kita sejak lama. Ok, kita tahu PKI memang pernah mengadakan pemberontakan di Madiun pada 1948. Waktu itu korban akibat ulah gerombolan komunis mencapai 268 orang. Setelah peristiwa Madiun, PKI katanya melakukan pemberontakan lagi pada 1965.

Korbannya 7 orang tentara.

Mereka dikenal sebagai pahlawan revolusi. Untuk sementara kita terima dulu kisah sejarah ini. Korban PKI lainnya yang berhubungan dengan tragedi 1965 adalah sekitar 50 orang, terjadi di Bayuwangi.

Setelah itu, Orde Baru berkuasa. Pembersihan orang-orang yang dituduh PKI dilakukan di mana-mana. Rakyat diadu dengan rakyat. Berapa jumlah korban manusia yang dianggap atau dituduh PKI?

Ada beberapa versi. Menurut tim pencari fakta korbannya sekitar 80.000 orang. Menurut sejarawan Jhon Roosa jumlah korban yang meninggal 500 ribu orang. Bahkan versi Komnas HAM memperkirakan jumlah korban antara 500 ribu sampai 3 juta jiwa. Kesemuanya adalah rakyat yang dituding sebagai simpatisan PKI.

Mari kita tengok kejadian yang lain, saat DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) pimpinan Kartosoewirjo melakukan pemberontakan pada NKRI. DI/TII menyatakan membelot karena ingin menerapkan sistem negara Islam, padahal para pendiri bangsa ini sudah membuat konsensus bersama untuk bernanung di bawah NKRI.

Bersama Negara Pasundan yang merupakan boneka Belanda, DI/TII mengacau di daerah Jawa Barat. Pengaruhnya juga melebar sampai Sulawesi Selatan (Kahar Muzakar), Aceh (Daud Beureh), Kalimantan Selatan (Ibnu Hajar), dan Jawa Tengah (Amir Fatah).

Masa pemberontakan DI/TII terjadi sejak 1949 sampai 1962 ketika Kartosoewirjo berhasil ditangkap pasukan pemerintah. Dulu di Jawa Barat mereka dikenal sebagai istilah gerombolan. Kerjaannya menghancurkan siapa saja yang tidak setuju dengan ide negara Islam menurut versi mereka. Membakar rumah, membunuh penduduk, merampok hasil tani adalah hal yang biasa.

Dalam persidangan Kartosoewirjo, jaksa penuntut umum menjelaskan, selama petualangannya DI/TII sudah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 22 ribu lebih rakyat Indonesia. Itu baru yang di Jawab Barat. Belum lagi korban yang di wilayah lain.

Kalau mau dihitung jumlah korban, tampaknya selain DI/TII, kekuasaan Orde Baru merupakan penyumbang terbesar penghilangan nyawa rakyat Indonesia. Selain 500 ribu sampai 3 juta orang yang dituduh PKI mati mengenaskan sebagai pondasi kekuasaan Soeharto, pemerintahannya juga dihiasai dengan darah yang membanjir.

Ketika dilaksanakan DOM (Daerah Operasi Militer) di Aceh, 1989 sampai 1998 diperkirakan 100 ribu rakyat Aceh melayang nyawanya. Saat Gus Dur duduk sebagai Presiden, beliau berusaha mencari resep penyelesaian konflik Aceh tanpa pendekatan militer. Saat itu mulailah digagas pendekatan diplomatik dengan pihak GAM.

Invasi Indonesia ke Timor-Timur pada 1975 sampai lepasnya Timor Leste memakan korban tidak kurang dari 200 ribu nyawa. Sedangkan operasi militer di Papua menghilangkan 100 ribu nyawa. Kesemuanya adalah nyawa manusia.

Jadi, jika mau hitung-hitungan jumlah korban jiwa dan kekejian semestinya kita harus lebih khawatir dengan bangkitnya DI/TII dan Orde Baru dibanding kemunculan PKI. Apalagi sekarang ideologi komunis di seluruh dunia sudah ambruk dan kebangkitan PKI kehilangan relevansinya.

Sementara ideologi khilafah dan Islam puritan yang menjadi nafas DI/TII kini sedang merajalela di Indonesia. Agama yang dijadikan slogan politik muncul di mana-mana. Kekuatan anak-cucu DI/TII ini berkelindan dengan orang-orang Orde Baru yang bernafsu merebut kembali kekuasaan di Indonesia.

Anehnya, mereka-mereka ini yang paling sering berteriak soal kebangkitan PKI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.