Kolom Darwono Tuan Guru: EMPATI PEMERINTAH PADA GURU

Darwono Tuan GuruPendidikan memegang peranan penting pada suatu bangsa, terutama dalam upaya mendidik generasi penerus untuk kesadaran bernegara dan bela negara. Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Oleh karenanya, meningkatkan kompetensi guru adalah kata kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Di samping itu, karena guru adalah manjusia yang memiliki cita, rasa dan karsa, maka pemenuhan kebutuhannya mutlak harus diupayakan. Oleh karena itu menyambut Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2016 ini, sangatlah penting untuk kembali mempertanyakan kesejahteraan guru.

Tiga negara dengan gaji guru terbesar di dunia adalah, Amerika serikat. Di sana, rata-rata guru diberikan gaji hanya di bawah $ 35,000. per tahun atau 314.300.000 rupiah atau +/- Rp 26 juta /bulan. (rate= $1= 8.900 rupiah). Ke dua, Australia, gaji awal seorang guru di Australia adalah sekitar $ 41,109.00/ tahun atau Rp 369.000,000 /tahun. Ke tiga adalah Inggris, gaji awal seorang guru di Inggris adalah $ 34,488.00/tahun atau sekitar 309.000.000 rupiah / tahun.

Namun demikian, menurut The Guardian [Kamis 27/11/2014], dari 30 negara yang menjadi anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), Swiss adalah negara yang memberikan upah guru terbesar, yaitu US$ 68.820 per tahun atau sekitar Rp 837 juta (kurs: Rp 12.176/ US$). Menariknya, gaji guru di Swiss bahkan lebih tinggi dari rata-rata gaji pekerja di negara tersebut, yaitu sekitar US$ 50.000 per tahun.

guru 3Di Inggris, profesi guru dianggap sebagai suatu profesi yang sangat penting, dengan berbagai teknik mengajar yang luar biasa. Mereka juga memiliki pengetahuan dan keingintahuan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang diatas rata-rata, serta dengan bekal model, metode dan strategi yang sangat mereka kuasai.. Ketika dikonversi ke dolar, rata-rata gaji awal seorang guru di Inggris adalah $ 34,488.00/thn atau sekitar 309.000.000 rupiah /thn . Sedang menurut The Guardian gaji guru di Inggris Raya US$ 41.910/tahun.

Dengan pendapatan demikian, sebagaimana telah diungkapkan pada tulisan kami berjudul “Akankah Guru Indonesia berpindah Profesi” bahwa 45 % guru di Inggris ingin keluar dari sekolah karena penghasilan. Bagaimana jika dibandingkan dengan guru Indonesia?

Gaji guru di Indonesia berada di peringkat 30 dengan pendapatan US$ 2.830/tahun, hampir seperduapuluh (0,05) gaji guru di Inggris. Dengan perbandingan itu tentu saja jika dengan alasana yang sama, jika dengan alasan gaji (uang maka guru-guru) di Indonesia sangat layak meninggalkan sekolah. Apalagi jika melihat gaji guru sekolah swasta menengah ke bawah yang jauh di bawah UMR.

Menurut hemat penulis, ketidakseriusan pemerintah (eksekutif, Legislatif maupuin yudikatif) dalam menyejahterakan guru sesungguhnya merupakan indikator nyata kegagalan pendidikan Indonesia itu sendiri. Sebab, pada hakekatnya, bentuk dari penghormatan penyelenggarea negara terhadap guru adalah karena memandang guru bukan suatu yang sangat penting sebagaimana yang terjadi di Inggris.

Di samping tidak menganggap guru sebagai profesi yang penting, kurangnya emphatik terhadap tugas dan tanggungjawab guru, hal ini sangat terlihat dengan adanya berbagai kebijakan terkait managemen pengembangan kompetensi guru beserta kompensasinya yang sering memaksa guru harus meninggalkan komitmennya untuk memberikan pelayanan kepada psereta didik. Guru sering harus meninggalkan kelas hanya karena urusan administrasi berbagai tunjangan guru, padahal berbagai data terkait guru sudah tersedia pada dapodik.

Sekali lagi, penulis sampaikan, beruntunglah Indonesia yang memiliki guru-guru yang tidak begitu “memperhitungkan” masalah gaji. Karena guru Indonesia memiliki keyakinan spiritual yang luar biasa, dan tidak menganggap bahwa Rezqi tidak hanya berupa gaji.




Guru Indonesia memiliki spirit pelayanan yang luar biasa, ini bisa penulis amati langsung, sebagai contoh, keltika guru-guru Biologi berkumpul dalam rangka penyusunan modul pelatihan kompetensi guru di P2KGK Jakarta Timur, semua guru menyarankan untuk, tidak mengganggu “tatap muka” dengan peserta didik karena harus meningkatkan kompetensinya.

Rupanya guru-guru Indonesia lebih memilih bahagia sebagaimana diungkapkan Albert Schweitzer : “Saya tidak tahu seperti apa takdir Anda nantinya, tetapi ada satu hal yang saya tahu: diantara Anda yang akan benar-benar bahagia adalah mereka yang mencari dan menemukan cara untuk melayani.”

Kembali pada realitas guru sebagai manusia yang memiliki cita, rasa dan karsa di atas, di tambah dengan tuntutan realitas hidup dan profesinya, sudah selayaknya pemerintan “cancut taliwanda” terhadap realitas kemanusiaan guru-guru Indonesia dengan segala tuntutan kebutuhan hidupnya.

Para pejabat hendakah sadar, bahawa mereka tetaplah murid dari guru-gurunya, dan murid yang berbakti tentunya dapat beremphati terhadap guru-gurunya. Artinya, presiden, mentri, DPR, gubernur, wali kota, bupati, yang baik adalah mereka yang benar-benar beremphati terhadap nasib para gurunya. Sudahkah itu dilakukan?








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.