Kolom Eko Kuntadhi: GATOT KOK MELIPIR?

Polisi menangkap beberapa pentolan KAMI, di Jakarta dan Medan. Mereka disangkakakan membuat provokasi hingga demonstrasi berlangsung rusuh. Pola provokasinya, diteruskan via Medsos yang terbuka. Maupun di group WA. Kata polisi, kalau obrolan mereka dibaca emang agak ngeri. Ada dorongan untuk membakar toko-toko milik orang Tionghoa.

Ada seruan untuk membuat huru-hara.

Di Medsos mereka menyebarkan berbagai hoax soal UU Cipta Kerja dengan kalimat provokatif. Orang-orang membacanya. Menjadikannya rujukan. Dan akhirnya, duaarr! Kerusuhan terjadi.

Agak sulit memahami bahwa kerusuhan kemarin bukan gerakan disengaja atau by design. Ketika polanya mulai terlihat. Pentolan KAMI di pusat, lalu bergerak ke daerah. Disatukan dengan narasi yang sama: Mengajak rusuh.

Saat mereka ditangkap, Ketua KAMI Gatot Nurmantyo malah balik badan. Pada video wawancaranya dengan Refly Harun, Gatot berkelit bahwa UU Cipta Kerja itu sangat baik buat masa depan Indonesia.

Aneh.

Refly sendiri sebelumnya menggunakan narasi membakar yang gak kalah serem. Ia menyebut mereka yang membuat UU Cipta Kerja sebagai iblis.

Heran. Biasanya kalau bicara iblas-iblis, Amien Rais yang gemar menggunakan frasa seperti itu. Kini Refly, pakar hukum yang terpental gak jadi komisaris lagi. Bicara soal iblas-iblis. Kita juga tahu, Refly adalah salah seorang penggagas KAMI.

Seorang mantan Caleg PKS yang juga kelompok KAMI ikut ditangkap. Tapi gak aneh sih, kalau PKS menyelewengkan informasi yang benar. Polanya selalu begitu.

Saya mau bilang begini. Jika polanya sama, dari KAMI Pusat sampai daerah, kayaknya ini bukan faktor kebetulan. Kayaknya emang ada orkestrasi untuk menciptakan kerusuhan. Dan orkestrasi itu diinisiasi orang -orang dalam organisasi yang sama.

Wajar saja jika saat terbongkar, Gatot dan Refly malah melipir. Berbalik memuji-muji UU Cipta Kerja. Mencoba menjilat kembali ludah yang sudah ditebarkan ke aspal.

Kenapa kerusuhan itu penting bagi gerombolan KAMI? Gini. Gatot Nurmantyo berkali-kali menghayal jadi Presiden. Entah wangsit dari mana yang menguatkan hayalannya itu. Tapi jadi Presiden di Indonesia gak gampang. Harus dapat dukungan partai.

Dukungan partai doang gak cukup. Juga harus mendapat dukungan rakyat.

Partai juga gak bodoh-bodoh amat. Ngapain mendukung Capres yang popularitasnya mendem. Ngapain dukung orang yang peluang terpilihnya sedikit.

Iya, bisa saja ke partai bayar mahar, secara mungkin Gatot punya mas kawin yang banyak. Entah dari mana. Tapi partai kan bukan cuma pengurus saja. Mereka punya konstituen. Siapa juga konstituen yang mau mendukung Jenderal yang jualannya isu PKI doang.

Emang rakyat bisa sejahtera dengan isu basi?

Ok, kalau sebegitu susahnya jadi Capres, terus gimana caranya biar ada peluang? Kocok ulang!

Kocok ulang maksudnya adalah jangan biarkan semua jalan normal. Kalau suasana normal, gak mungkin tokoh miskin narasi kayak Gatot didapuk jadi Capres.

Jadi, ciptakan kondisi abnormal agar orang tidak lagi berfikir normal. Dalam kondisi abnormal, tukang satepun berpeluang jadi Presiden. Asal bisa memanfaatkan situasi. Nah, skenario chaos ini dalam rangka menciptakan kondisi abnormal tersebut.

Sama kayak Rizieq yang ngebet revolusi, padahal proses evolusinya sendiri belum selesai.

Bagi Indonesia, kondisi abnormal mahal biayanya. Keruntuhan sistem, konflik sosial, dan ketidakpastian kehidupan. Kita juga gak tahu, apa yang terjadi setelah itu. Yang pasti akibatnya akan sangat parah.

IKLAN: Kopi Nde T-Gan

Untung saja semua bisa terbongkar. Semua bisa ditelanjangi. Bukti percakapan di WA, koar-koar provokasi dengan hoax, cepat diantisipasi.

Maka, kalau Gatot dan Refly akhirnya melipir, gak usah heran juga. Mereka kayak mau bilang, gue gak ikut-ikutan, ya.

“Mereka sadar pandemi, mas. Rajin cuci tangan,” ujar Abu Kumkum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.