Gerakan Anti Politik Uang dari IMKA FISIP USU di Kabupaten Karo

Ema SinulinggaEMA K. SINULINGGA. KABANJAHE. Indonesia akan melakukan Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015 nanti. Pelaksanaannya sangat membutuhkan partisipasi dari seluruh kalangan masyarakat. Untuk itu, Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) FISIP USU mengadakan “Gerakan Peduli Kuta Kemulihen Tanah Karo Simalem” kemarin [Sabtu 21/11].

Gerakan ini melakukan sosialisasi agar warga memilih Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Karo yang tepat sesuai dengan hati nurani amsing-masing. Dalam kegiatan ini pula IMKA Eguaninta FISIP USU mengajak masyarakat agar tidak menerima politik uang alias menjadi anti money politic.

Sosialisasi dilakukan dengan cara pemasangan spanduk serta penempelan dan imka 8pembagian stikker ditambah dengan percakapan lisan dengan warga calon pemilih.

Kegiatan dimulai pada Pukul 09.00 Wib dengan start dari Penatapen Daulu (perbatasan Kabupaten Deliserdang dengan Kabupaten Karo). Setelahnya, tim kerja dari mahasiswa Karo Fisip USU disebar ke beberapa kecamatan di Kabupaten Karo yang diantaranya adalah Kecamatan-kecamatan Berastagi, Merdeka, Dolat Rakyat, Barusjahe, Tigapanah, Simpang Empat, Payung, Tiga Nderket, Kabanjahe, dan Munte.

 

imka 10

One thought on “Gerakan Anti Politik Uang dari IMKA FISIP USU di Kabupaten Karo

  1. Sikap dan inisiatif yang bagus ini dari pemuda/mahasiswa (Karo, IMKA) dalam menggerakkan politik anti uang dan juga pastilah akan memberikan harapan besar bagi rakyat Karo dalam perjuangannya untuk kemajuan dan keadilan daerah dan juga seluruh nation. Inilah namanya pemuda sebagai pelopor dalam perjuangan kemajuan masyarakat, dari daerah ke nasional dan ke global. Harus dimulai dari daerah, jadikan daerah sebagai tempat berpijak yang kukuh, karena memang harus ada tempat berpijak yang kukuh (kultur/ekonomi) baru mungkin dan bisa berkembang keluar sebagai pelopor keadilan bagi nation dan dunia.

    “Democracy is when the indigent, and not the men of property, are the rulers” kata Aristoteles 350 BC. Jadi sudah sejak 2500 th lalu sudah disimpulkan bahwa tak mungkin ada demokrasi (suara rakyat) kalau yang berkuasa adalah pemilik kekayaan, atau orang miskin yang berubah jadi kaya, seperti penjual pentil ban mobil karena syarat tertentu bisa jadi penguasa. Kenyataan dari era Aristoteles sampai sekarang berlaku orang berduit atau orang yang tiba-tiba berduit jadi penguasa. Kekecualian dari duit ini telah terjadi juga di dunia pada era kekuasaan komunis di negeri-negeri tertentu, tetapi orang-orang ini juga kemudian berangsur berubah jadi penguasa seperti orang berduit juga, malah lebih besar lagi kekuasaannya.

    Jadi dalam rangka demokrasi tadi, tak ada bedanya antara orang berduit dan orang komunis penguasa, sama-sama tak ada demokrasinya (suara rakyatnya). Pengalaman demokrasi orang berduit Aristoteles di dunia sudah sekitar 2500 tahun sampai sekarang, sedangkan demokrasi komunis baru sejak 1917 sampai akhir abad 20, walaupun di dua negara China dan Korea masih berlaku terus ke abad 21.

    Jaman sekarang demokrasi Aristotoreles ini dikatakan dengan istilah populer yaitu jadi penguasa dengan money politik.

    Situasi konkret lapangan yang masih menghantui politik di Karo atau di Indonesia secara keseluruhan ialah kalau tanpa uang tak mungkin menang, kecuali kalau sudah dapat popularitas luar biasa seperti Ahok, Risma, atau Emil. Karena itu yang mau menang sudah pasti yang bikin money politik. Karena itu juga maka tugas selanjutnya nanti kalau sudah ada pemenang pilkada, ialah bahwa dianya (pemenang) harus membuktikan kalau kemenangannya adalah murni tanpa uang. Disinilah nanti tahap berikutnya demokrasi dan keterbukaan.

    Dan dalam tahap abad keterbukaan saat ini, maka pilkada akan menguji dirinya sendiri, artinya seberapa jauh keterbukaan akan mampu menyaring kebersihan politik dalam pilkada, atau dpl seberapa jauh pilkada kali ini mampu bertahan dari ujian keterbukaan.

    Pastilah tidak banyak atau sama sekali tidak ada (kecuali 3 orang diatas) yang tak pakai duit walaupun dalam batas tertentu. Karena itu tuntutan masyarakat belum bisa terpenuhi setuntasnya untuk mencegah money politik itu dalam pilkada sekarang ini. Money politik masih akan jalan penuh dalam pilkada ini. Terutama karena orang-orangnya atau partai-partainya masih itu-itu juga, yang belum merasakan dalam pengalaman sendiri bagaimana pukulan mematikan era keterbukaan terhadap kegelapan mereka.

    Pukulan mematikan ini akan muncul dan akan menimpa semua pemenang pilkada 2015, dalam proses yang banyak likunya dan dan pertentangan berkepanjangan, kritik-antikritik dan bongkar membmongkar (pendapat saling bertentangan) akan terjadi dan meluas. Diskusi dan debat akan semakin mendalam dan ilmiah, artinya kebenaran akan naik kepermukaan dalam gejolak dan gelombang dahsyat KETERBUKAAN, karena publik akan ikut serta dan semakin banyak. Disinilah nanti masuknya pukulan mematikan itu, bagi banyak pemenang pilkada. Ini akan terjadi sebelum para pemenang ini sempat bikin rencana muluk untuk mengembalikan duit money politiknya. Dan dari sinilah nanti kemungkinan money politik akan hilang untuk selama-lamanya, dan kita akan menantikan syntesis baru atau ’sura-sura’ baru dalam thesis-antithesis-syntesis Karo ’seh sura-sura tangkel sinanggel’.

    Bukankah ini satu keindahan luar biasa dalam perkembangan demokrasi negeri kita?

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.