GOLPUT, BERBAHAYAKAH BAGI DEMOKRASI INDONESIA?

Dedy Nur ST

Caleg DPR RI no 2 PSI Dapil Bali

Andi SafiahGolput menjadi wacana alternatif dari warga negara Indonesia yang menilai kedua kandidat presiden dan wakil presiden tidak sanggup menjawab “kekhawatiran” mereka terkait dengan hal-hal fundamental; seperti masalah HAM dan masalah-masalah fundamentalisme agama. Bagi “Golputer”, di kedua kubu yang bertarung merebut kekuasaan, baik eksekutif maupun legislatif, terdapat barisan yang sama-sama mendukung negara khilafah.

Sebut saja di barisan Prabowo ada kelompok 212, HTI dan terutama PKS.

Sementara di barisan Jokowi ada YIM yang hampir sukses mengeluarkan Abu Bakar Ba’asir dari penjara karena alasan-alasan yang sulit diterima oleh akal sehat Bangsa Indonesia. Alasan itulah yang membuat barisan “Golput” semakin bersemangat dalam melancarkan kritikan, terutama kepada pemerintahan yang berkuasa saat ini yaitu Jokowi.

Lalu, apakah kritikan yang mereka lancarkan adalah sebuah kesalahan, atau bahkan bisa di cap sebagai kriminal?

Menurut saya, sama sekali tidak. Dalam demokrasi dimana kebebasan menjadi landasan utama dan dijamin oleh konstitusi, apa yang mereka lakukan adalah bentuk serius dari proses dialektika politik, yang memang sangat lumrah dalam negara demokratis seperti Indonesia.

golput 2

 

Bagi saya sikap Golput semacam “Early Warning System'” peringatan dini akan bahaya dan itu sah. Setiap warga negara punya kewajiban konstitusional untuk menjaga dan merawat Bangsa Indonesia dari ancaman ideologis, baik dari dalam maupun datang dari luar.

Dan, yang perlu dilakukan adalah bersikap terbuka terhadap sikap kritis dalam bentuk pernyataan, maupun pertanyaan ketidakpercayaan mereka pada pemerintahan. Menurut saya, pemerintah selalu berpijak di atas alasan-alasan yang logis dan, tentu saja, bisa kita perdebatkan.

Lalu, apakah sebagai pendukung Jokowi lewat PSI dan sebagai salah satu kandidat legislator untuk DPR RI dari PSI anda mendukung sikap Golput?

Saya mendukung kebebasan berpikir dan berbicara sesuai dengan UUD 45. Di luar itu, saya pahami sebagai dinamika politik biasa dan mereka tidak layak dicap kriminal hanya karena menyampaikan pikiran kritisnya secara terbuka kepada pemerintahan yang berkuasa saat ini.

Jika sikap seperti ini bisa kita rawat, saya percaya dinamika politik yang ada dalam ruang-ruang berbangsa kita akan semakin kokoh dan sebagai bangsa kita akan semakin dewasa dalam merawat demokrasi. Kita tidak ingin kembali di masa dimana orang-orang yang bersikap kritis dihilangkan hanya karena alasan-alasan tidak becus seperti mengganggu ketenangan negara.

Yang kita mau adalah, bagaimana agar demokrasi bangsa Indonesia semakin berkualitas dalam urusan wacana dan terutama pada konten perdebatan ilmiah, perdebatan yang berbasis pada argumen-argumen ilmiah sehingga gaya berdebat “Nyinyir” ala Rocky Gerung bisa segera kita buang.

Salam Indonesia Waras

#Itusaja!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.