RIKWAN SINULINGGA. KABANJAHE. Hari ini [Senin 17/8] adalah hari yang sangat bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak berbeda halnya di Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo.
Pekik kemerdekaan berkumandang. Peserta pawai atau arak-arakan siswa-siswi dari sekolah-sekolah maupun lembaga pemerintahan, swasta dan angkatan ikut mengisi kemeriahan ini dengan kontingen drum band, pakaian adat/ tradisional dari berbagai suku bangsa di Indonesia (Bhineka Tunggal Ika).
Tidak ketinggalan pasukan bambu runcing yang menggambarkan ciri khas pejuang Taneh Karo di masa penjajahan dan lantunan lagu-lagu perjuangan dengan alat musik dan tari-tarian khas Karo. Demikian juga halnya gundala-gundala yang hampir setiap tahun saat perayaan Hari Kemerdekaan RI menjadi kontingen paling favorit menghibur warga yang datang dari berbagai pelosok Kabupaten Karo.
Kontingen pawai Gundala-gundala Karo ini dihadirkan oleh siswa-siswi SMA Katolik Kabanjahe sekaligus menghibur rakyat Taneh Karo. Sembari berpawai, mereka menari serta bernyanyi lagu-lagu Karo dan lagu-lagu perjuangan rakyat Karo karya sang Komponis Nasional Jaga Depari (terkenal dengan lagu ciptaannya Piso Surit dan Erkata Bedil).
Selayaknya setiap sekolah di Taneh Karo, ini wajib ikut melestarikan warisan budaya Karo, terutama saat perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia.’
Sangat disayangkan banyak kontingen sekolah yang justru menampilkan peran yang tidak menggambarkan budaya Karo. Misalnya badut-badut yang tujuannya hanya sekedar lucu tetapi tidak ditertawai oleh penonton karena memang tidak lucu. Demikuan juga pilihan lagu-lagu pawai kebanyakan menampilkan musik “goyang dumang” yang sama sekali tidak mencerminkan Kemerdekaan ataupun budaya Taneh Karo.
Harapan rakyat Taneh Karo agar hal ini menjadi perhatian pihak-pihak sekolah di Taneh Karo ini. Salam Merdeka.
‘Selayaknya setiap sekolah di Taneh Karo, ini wajib ikut melestarikan warisan budaya Karo, terutama saat perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia.’
“Minorities (pendatang – MUG) should be welcome but they should not be able to remake society in their own image” kata prof MacDonald. Ini sama dengan pepatah leluhur kita ‘dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung’. Hormati dan berilah penghargaan terhadap budaya dan kultur penduduk setempat, tunjukkanlah saling mengakui, saling menghargai dan saling menghormati karena itulah kunci kedamaian.
MUG