Tumbuhan Ingul Bagi Suku Karo

Oleh: Esra Barus (Mhs. Kehutanan USU, Medan)

 

Esra BarusMungkin anda pernah mencoba daun ingul (suren) yang masih muda. Rasanya agak berbeda dari dedaunan lainnya.  Orang karo memiliki kebiasaan unik memakan daun ingul  yang masih muda. Mereka menjadikan daun ingul lalapan bersama dengan daging yang dipanggang. Daun ingul dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu. Daun ingul memberi rasa lebih nikmat  pada getah (sambal darah) dari daging hewan yang dipanggang.

Hal unik lainnya, tidak banyak daun kayu-kayuan yang digunakan sebagai lalapan. Contoh daun kayu-kayuan yang bisa dimasak adalah daun Rasamala (Altingia exselcea).

Sepengatahun penulis hanya Suku Karo yang mengkonsumsi daun suren. Menurut seorang dosen di Fakultas Kehutanan USU, pemanfaatan suren hanya untuk bahan bangunan karena memiliki kualitas yang sangat baik dan nilai dekoratif yang indah. Suren dimanfaatkan sebagai papan, peti, kayu perkapalan, seni ukir, mebel, alat musik, dan cerutu. Hal tersebut pernah dibuktikan oleh seorang petani dari Karo yang menyatakan kayu ingul yang digunakan sebagai pegangan cuan (sejenis cangkul untuk merumput) tahan lapuk dan tidak mudah patah. Suku Simalungun dan Suku Batak tidak mengkonsumsi daun Suren.

ingul 2Selain sebagai lalapan dan alat pertanian, orang-orang Karo menanam ingul di pinggiran lahan pertanian mereka sebagai pemecah angin dan sebagai pagar. Hal tersebut bisa dilihat di Kecamatan Barusjahe (Dataran Tinggi Karo). Menurut Ir. Andi Ruswandi, ingul memiliki kandungan bahan surenon, surenin dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan insektisida dan antifeedant. Bahan tersebut dapat menjadi pengusir atau penolak serangga termasuk nyamuk. Tidak menutup kemungkinan penanaman ingul di sekeliling lahan jeruk anda akan mengurangi serangan lalat buah.

Menurut Nurkhayat daun suren tidak bisa digunakan sebagai pakan ternak karena dapat menyebabkan ternak mabuk. Ini menjadi keuntungan bagi anda penanam suren karena daun suren tidak akan pernah diambil oleh pencari gagaten (dedaunan makanan ternak).

Daun suren juga digunakan untuk ramuan obat diare. Oleh karena itu, sepedas apapun getah yang anda makan jika dibarengi dengan daun suren anda tidak akan sakit perut. Daun suren juga sering dicincang oleh Suku Karo ke dalam getah (sambal darah) untuk menambah rasa nikmat dan mencegah sakit perut.

Masyarakat Karo dikenal dengan keahliannya dalam mengolah HHNK (Hasil Hutan Non Kayu; tumbuhan obat, madu, getah). Bukan hal yang mustahil jika beberapa tahun ke depan pemanfaatan daun, kulit atau akar ingul memiliki nilai ekonomi. Nilai ekonomi daun ingul berasal dari penjualan daun di rumah makan khas Karo, minyak atsiri dari daun dan buah. Sampai saat ini, ingul belum masuk ke dalam tanaman MPTS (multi purpose trees Species) karena hanya bagian batang yang dimanfaatkan.

Kebiasaan Suku Karo dalam mengelola HHNK berpengaruh terhadap keberlanjutan lingkungan karena masyarakat cenderung tidak menebang pohon dan memanfaatkan bagian lain dari pohon. Nilai ekonomi HHNK satu pohon MPTS lebih besar dari pada pohon itu sendiri. Begitu juga dengan ingul, selain nilai ekonomi tanaman tersebut petani juga akan mendapat nilai jasa lingkungan berupa penahan air, penyedia oksigen, pencipta iklim mikro, penolak serangga, pemecah angin.

Mejuah juah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.