Kolom Asaaro Lahagu: DEMO OMNIBUS LAW — Jokowi Di-Ahok-an?

Asaaro Lahagu

Omnibus Law disahkan. Buruh membara. Provokator bersorak. Gemuruh penyusup masuk. Rusuh. Para penunggang demo bereaksi. Aksi buruh, ditunggangi. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Momen menghantam Jokowi datang.

Skenario pemunduran Jokowi diluncurkan.

Diawali dengan mogok buruh secara nasional 3 hari berturut-turut. Target 5 juta buruh demo di seluruh negeri tumpah ruah di jalan. Seluruh jalan, sudut kota, depan istana, depan DPR, seluruh kota-kota besar dipenuhi demo.

Demo dimana-mana. Seruan tolak Omnibus Law berubah. Para sponsor demo bersemangat. Nasi bungkus dan amplop meluncur. Kolaborasi pengusaha hitam, mafia, koruptor, para mantan ikut bereaksi. Saatnya tiba. Demo sambung-menyambung. Jokowi harus disingkirkan.

Omnibus Law harus dicabut. Omnibus membuat para mafia mati lemas. Kekuasaan kerajaan kepala daerah tersunat. Kalkulasi pendemo berdering. Watak Jokowi yang keras kepala mustahil mengeluarkan Perpu. Maka demo harus berlanjut. Mogok nasional dilanjutkan. Berminggu-minggu.

Target tinggi. Pabrik harus lumpuh. Produksi berhenti. Barang menjadi langka. Inflasi melambung. Ekonomi terjun bebas. Indonesia bangkrut. Politik menjadi kacau. Demo terus berlanjut. Semakin membara. Rusuh di seluruh pelosok negeri.

Penjarahan terjadi. Kriminal melambung tinggi. Mahasiswa terjun all out. Mantan Ketua DPR (Marzuki Ali) yang ikut membiayai demo, menjadi pahlawan. Lalu ada kepala daerah ikut mendukung demo. Ikut memancing di air keruh. Demo cabut Omnibus Law berubah menjadi demo turunkan Jokowi.

Pentolan KAMI tampil memimpin demo. KAMI ikut menebeng mahasiswa. Strategi Amin Rais 1998 diulangi. Menebeng dan merecoki mahasiswa. Muncul pahlawan kesiangan. Barangkali ada Jenderal muncul. Haus kekuasaan. Ingin menjadi plesiden-plesidenan.

Skenario dibalik demo dieksekusi. Suasana mencekam. Pasukan 212 yang sudah terlatih berdemo terjun ke lapangan. Disusul pasukan elit demo FPI, GNPF diterjukan. Demo bertambah besar. Membesar dan membesar. Muncul slogan Tritura. Salah satunya, turunkan Jokowi.

Di puncak kekacauan. Muncul kabar halilintar. Arab Saudi melepas Rizieg. Riziq pulang. Memimpin revolusi. Ia akan disambut gegap-gempita. Imam besar datang sebagai pemimpin revolusi. Bermimpi seperti Imam Khomeini di Iran.

Revolusi Meletus. Indonesia runtuh, berubah jadi Suriah, Iran dan Libia. Perang saudara berkecamuk. Hancur lebur. Pertumpahan darah habis-habisan. Di puing-puing kehancuran, dibangun khilafah yang diimpikan. Tetapi hanya utopia. Indonesia hilang dari sejarah.

Segampang itukah? Itu hanya mimpi. Mimpi di siang bolong para lawan politik Jokowi. Mimpi basah para pecundang, para penunggang, para penebeng dan para pengkhianat demokrasi. Masih lebih banyak anak negeri yang setia kepada NKRI dan Pancasila.

Itulah sebabnya kaum buruhpun cepat sadar. Buruh ternyata sangat mudah disusupi. Buruh sangat mudah ditebeng. Buruh ternyata dijadikan menjadi alat. Buruh Sadar. Langsung berhenti demo. KSPI berubah haluan. Menggugat Omnibus Law di Mahkamah Konstitusi.

Mahasiswa juga mulai ragu. Banyak yang termakan hoax. Ternyata tidak membaca teks asli Omnibus Law. Yang dibaca hoax yang berseliweran. Memalukan. Para pemilik pabrik ternyata tidak panik. Mereka tidak kabur.

Sudah kebal didemo. Sudah kebal mogok. Tenang-tenang saja. Menunggu situasi kondusif. Lalu pabrik jalan lagi. Aparat keamanan bersiaga tinggi. Dedikasi polisi dan tentara mengawal demo luar biasa. Adu domba Polri dan TNI tak laku. Polisi bertindak cepat menangkap dan mengamankan para provokator dan perusuh.

Tak ada tempat bagi perusuh.Masyarakat Indonesia percaya kepada Panglima TNI Hadi Tjahjanto dengan 400 ribuan tantara pembela negeri. Percaya kepada Kapolri Jenderal Idham Azis dengan 400 ribuan polisi. Percaya kepada naluri kontra teroris Mendagri Tito Karnavian, penciuman luar biasa Muldoko dan pertahanan ketat ala Luhut Panjaitan. Para pecundang akan mudah ditebas.

Hari ini [Selasa 13/10], ada lagi demo-demoan yang sok gagah-gagahan. Saksikanlah para ahli demo 212, PA 212, GNPF, Anak NKRI bereaksi. namun biarkanlah mereka berdemo. Syukuri mereka pendemo. Berkat mereka kita semakin kebal melihat demo. Demo mereka gitu-gitu saja. Riak-riak demokrasi.

Masyarakat Indonesia sudah terlatih menyaksikan demo. Rakyat Indonesia kini tidak panik soal demo. Demo adalah bagian demokrasi. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Masyarakat sudah kenyang demo. Demo dan demo adalah bagian dari kehidupan. Demo menjadi biasa.

Demo sebuah rutinitas. Maknanya sudah menyusut. Sudah mengerut. Demo tidak lagi ampuh. Demo Omnibus Law, Jokowi di-Ahok-an gagal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.