Kolom Muhammad Nurdin: JOKOWI, MEMIMPIN DENGAN HATI

Pada 2009 silam, saat Jokowi menjabat sebagai Walikota Solo, ia diundang UNON (United Nations on Nairobi) untuk berbicara selama 8 menit tentang kepindahan 980 PKL di kawasan Banjarsari, Solo. Jokowi bercerita di hadapan 3000 perserta tentang keberhasilannya merelokasi para PKL yang telah membuat kawasan hijau Banjarsari sumpek. Para peserta tertawa geli saat Jokowi bercerita. Bukan karena bahasa Inggris Jokowi yang kental dengan langgam Jawanya.

Tapi, memang cerita Jokowi sangat menginspirasi dan lucu untuk didengar.

Di kawasan Banjarsari ada 980 PKL yang telah menduduki tempat tersebut selama 20 tahun lebih. Mereka tergabung dalam 11 paguyuban. Sudah 5 periode Walikota tidak pernah berhasil merevitalisasi kawasan hijau tersebut.

Sebab, saat mereka hendak dipindahkan, mereka malah berdemo dan mengancam akan membakar balaikota. Dan mereka tidak main-main. Sehingga, dalam kurun waktu itu, balaikota telah dibakar sebanyak 3 kali.

Jokowi punya cara unik untuk menertibkan para PKL tersebut. Ia mengundang kesebelas ketua paguyuban makan siang dan makan malam.

Jokowi mengundang 11 orang, ternyata yang datang 40 orang. Lengkap dengan tim advokasi dan LSM kemanusian mereka. Mereka tahu, Walikota (baru) pasti mau memindahkan mereka. Selesai makan bersama Walikota, Jokowi menyuruh mereka pulang. Kata mereka bingung, “Ini makan doang, pak? Gak ada omong-omong, pak?”

Jawab Jokowi simpel, “Ya memang cuma makan-makan.”

Undangan ke dua, ke tiga, ke empat dan seterusnya pun begitu. Mereka makan sambil bercerita banyak tentang kehidupannya kepada Jokowi. Jokowi jadi tahu apa yang mereka perlukan, apa harapan mereka kepada pemerintah.

Sampailah ke undangan yang ke-54, undangan terakhir Jokowi. Karena, pada malam itu Jokowi akhirnya meminta agar mereka mau dipindahkan ke tempat yang baru, yang lebih bagus. “Gimana, mau dipindahkan?” Tanya Jokowi.

Mereka saling lirik-lirik. Sampai akhirnya mereka sepakat. “Mau, pak,” jawab mereka ringkas.

Jokowi pun langsung menyiapkan puluhan truk untuk memindahkan 980 PKL itu. Mereka membongkar sendiri dan membangun sendiri lapak-lapaknya di tempat yang baru.

Don Bosco Selamun, pada hari dimana pemerintahan Jokowi-Ahok genap berusia 11 bulan di Jakarta pernah menyampaikan sesuatu kepada Jokowi, “Saya melihat menteri-menteri (era SBY) terus mendekati mas Jokowi tiap harinya, apakah mereka sudah punya feeling Jokowi adalah Presiden 2014?”

Saat Jokowi-Ahok naik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, tiap hari wajah mereka ada di media, terutama Jokowi.

Tiap hari, Jokowi hanya 1 jam di ruang kantornya. Selebihnya ia blusukan ke rumah-rumah warga. Ia juga kerap mengadakan inspeksi mendadak (Sidak) ke kantor-kantor dan tempat-tempat pelayanan masyarakat.

Suatu kali, ia blusukan ke pemukiman kumuh di sekitar Waduk Pluit. Orang-orang yang mengerubutinya menyampaikan keluh kesah mereka. Soal banjir, kesehatan, fasilitas umum dan soal waduk di belakang pemukiman kumuh mereka. Jokowi sempat kaget dan bertanya, “Mana waduknya?”

Sebab, pada saat itu Waduk Pluit dipenuhi dengan tanaman eceng gondok. Sebuah pemandangan suram dari wajah ibukota yang terlihat amat terbelakang. Waduk Pluit sudah hampir 30 tahun tak tersentuh perawatan. Kedalamannya yang dulu bisa mencapai 10 sampai 15 meter, saat itu hanya mencapai 1 – 2 meter.

PR besar Jokowi-Ahok saat itu yang harus mereka prioritaskan adalah penanganan banjir. Dimana salah satu programnya adalah revitalisasi waduh-waduk yang ada di ibukota.

Ada ribuan orang yang sudah tinggal lama dan beranak-pinak di atas pinggiran Waduk Pluit. Dengan model rumah panggung ala kadarnya, barisan rumah-rumah adalah masalah besar bagi Jokowi.

Tapi, Jokowi sudah biasa berurusan dengan masalah relokasi warga. Ia punya caranya. Yang ia perlu siapkan pada saat itu adalah rumah susun (Rusun). Sebab, yang ia lakukan bukan menggusur, tapi merelokasi warga.

Saat Rusun rampung, Jokowi yang banyak waktunya dihabiskan keliling di pemukiman warga, mengajak warga yang tinggal di bantaran Waduk Pluit untuk melihat-lihat calon rumah baru mereka. Setelah melihat-lihat calon rumah baru mereka, Jokowi bertanya, “Mau pindah, kan?”

Sebagian besar warga menjawab, “Mau, pak.”

Jokowi pun memulai pengrelokasian tahap satu. Disedikan truk-truk pengangkut. Akhirnya, pemukiman kumuh di bantaran Waduk Pluit dapat dibersihkan. Tanaman eceng gondok dimusnahkan. Dibuatkanlah taman bermain yang belakangan disebut sebagai Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).

Apa yang membuat Jokowi berhasil mengerjakan semua itu?

Ya, karena ia memimpin dengan hati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.