Kolom Andi Safiah: KALAH MENANG PEMILU

Jadi begini ya, biar tidak ada kesalahpahaman diantara kita sebagai warga negara yang baik dan rajin bayar pajak. Terutama urusan copras capres yang sudah lewat dan sudah diumumkan oleh KPU siapa yang jadi juaranya. Ketika KPU membuat pengumuman resmi bahwa pasangan Jokowi-MA yang jadi juaranya, maka sebagai warga negara yang baik dan rajin bayar pajak sudah sepantasnya ikut mendukung keputusan resmi KPU.

Jika kita melihat prosesnya secara objectif, proses Pemilu yang luar biasa unik, kompleks, dan penuh dinamika ini, kita harus berbangga diri bahwa Indonesia, yang jumlah penduduknya lumayan besar, bisa menyelenggarakan Pemilu dengan cara sangat damai.

Soal hora-hore dan perang opini antara 2 barisan populer macam Cebong dan Kampret, ditambah pasukan Golput yang juga luar biasa kritis terhadap keadaan politik Indonesia, membuktikan apa yang dimaksud oleh Tan Malaka dalam Madilognya berjalan alamiah.

Memang begitulah Demokrasi. Prosesnya riuh, ramai dan unik-unik karena ada semacam Festival gagasan di sana. Soal kualitas nanti kita diskusikan lebih lanjut. Tapi soal partisipasi warga negara Indonesia yang baik dan pembayar pajak sudah membuktikan mereka bisa belajar dewasa dalam berpolitik.

Tapi, di sisi lain, masih ada elit politik yang aktingnya masih sekelas anak TK. Persis seperti kata Alm. Gus Dur, terutama sebut saja satu nama besar macam Amien Rais. Beliau ini bukannya naik kelas menjadi anak SD malah tetap bertahan menjadi anak TK sambil Salto.

Tokoh yang katanya reformis ternyata tidak siap menerima kenyataan bahwa karena reformasilah lahir begitu banyak tokoh baru yang kualitasnya jauh di atas beliau. Sebut saja salah satu tokoh yang lahir dari reformasi adalah Adian Napitupulu, seorang politikus kelas berat dari PDI-P.

Jadi, sekali lagi, perlu saya jelaskan bahwa “pertengkaran opini” yang berlangsung selama proses Pemilu adalah sebuah dinamika yang perlu disikapi secara cerdas. Soal ada pelanggaran hukum di sana sini tentu saja iya. Untuk itulah institusi macam MK sengaja didesain menjawab problem-problem terkait sengketa Pemilu. Itupun jika kita ingin menjadi semakin dewasa.

Kekalahan Prabowo-Sandi perlu disikapi secara dewasa. Jika bermain pada wilayah yang sama seperti Tahun 1998, saya kira demokrasi kita bisa kandas di tengah jalan dan saya tentu saja tidak alergi dengan perbedaan, bahkan sering dituding paradox atau bahkan tolol. Itu saya sikapi biasa saja.

Artinya, dalam politik kalau tidak biasa maka lebih baik belajar membiasakan diri, karena hidup juga begitu. Kadang bisnis lancar dan bisa traktir selingkuhan kadang juga tidak. Naik turunnya seorang pemimpin baru memang sudah menjadi bagian dari dinamika manusia.

Yang penting sebagai warga negara yang baik dan suka bayar pajak kita tetap harus terus move on.

Saya kira itu ocehan hari ini. Yang tidak setuju tentu saja boleh langsung protes, karena demokrasi tanpa ada protes itu tidak asik.

Penulis adalah Murid Illegal dari Voltaire.

#Itusaja!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.