KBB Sebagai Perkuatan Jati Diri Karo

Oleh: Robinson G. Munthe (Jakarta)

robinson g. muntheSituhuna bicara gelisah pe kita adi lit sibahan tindaken (action KBB berikut berbagai strateginya) simejile ndai kape. Artinya, kita tidak tinggal diam melihat fenomena di sekeliling kita. Yang berbahaya adalah kita berpura-pura semua baik-baik dan normal-normal saja, lalu menyembunyikan diri serta tidak berbuat apa-apa selain mempertanyakan apa motivasi di balik pencerahan KBB (Karo Bukan Batak) ini.

Saya berkeyakinan bahwa penggagas, penggerak, penyemangat dan pendukung KBB ini adalah orang-orang yang tidak lagi memikirkan dirinya sendiri (spt jabatan, popularitas, profesi, pandangan politik dan keagamaannya, dll).

Kalau dia seorang tokoh politik misalnya, jelas dia tidak mau terlibat secara langsung dalam KBB karena akan mengurangi popularitas (elektabilitas) nya di etnis yang lain, terutama yang bersinggungan dengan KBB. Begitu juga figur publik yang lain yang menonjol di masyarakat. Kita maklum kok hal demikian. Tapi jauh dalam lubuk hatinya sebagian terbesar publik Karo melihat esensi kebenaran dalam pencerahan KBB ini. Mereka pada akhirnya akan melihat bahwa gerakan pencerahan KBB ini adalah gerakan perkuatan (empowerment) jati diri Karo,  sekaligus gerakan konsolidasi budaya dan spirit Karo menghadapi tantangan zaman.

GADIS PENJUAL CIMPA DI TIGA PANCURBATU (Berbaju hijau)
GADIS PENJUAL CIMPA DI TIGA PANCURBATU (Berbaju hijau) (Click foto untuk ukuran besar)

Memang harus diakui, gerakan pencerahan KBB membuat mereka yang terbiasa dengan wilayah abu-abu, suka di zona aman, tidak terbiasa dengan konflik sekecil apapun, agak tersentak. Seakan-akan KBB adalah gerakan  anti-pati terhadap etnis tertentu. Atau gerakan sekelompok inferiority yang menggugat superiority. Bukan itu landasannya bung.

Dalam tulisan-tulisan senina MUG, misalnya, saya tidak pernah melihat dia menderita inferiority dengan orang (etnis) lain. Begitupun teman-teman yang lain. Semua gagasan munculnya karena pengamatan yang tajam baik ke internal maupun eksternal masyarakat Karo yang pada gilirannya membangkitkan kesadaran baru. Akumulasi gagasan-gagasan inilah yang terangkum dalam KBB yang disosialisasikan ke masyarakat.

Bahwa ada yang meresponsnya dari perspektif politik, ekonomi, relasi etnik dan budaya itu lain soal, karena bagaimanapun KBB ini tidak mungkin imun terhadap hal itu. Dampak KBB pada lingkungan terkecil kita mulai jelas terasa. Berkali-kali saya berkenalan dengan etnis tetangga yang langsung menimpali “Eh, kalak Karo rupanya abang ya” begitu saya menyebutkan merga. Di lain waktu “bener lho, memang Karo dan Batak beda jauh ya. Berkali-kali aku mengarti-artikan bahasanya tetep gak ngerti.”

Mimik dan tutur kata mereka tetap bersahabat kepada saya,  yang meyakinkan saya bahwa pencerahan KBB ini kalau disampaikan dengan benar maka akan ditangkap pula dengan benar. Hasilnya, ada pemahaman baru dan citra baru terhadap Karo. Tak mengurangi persahabatan.

Di bawah ini, redaksi menambahkan sebuah clip yang menunjukkan anak-anak muda Karo semakin bergairah dan bangga menggeluti seni Karo sesuai dengan ciri khas seni Karo itu sendiri.

6 thoughts on “KBB Sebagai Perkuatan Jati Diri Karo

  1. Adi Kami Jenda Sada Kuta Setuju KBB, dan labo gundari ngenca 10 th yg lalu pe nggo bage , tapi uga sibahan ngerubahsa?? si pertama lebe adi kuakap GBKP banci si robah tapi carana???

  2. Beberapa keUNIKAN yang lebih unik lagi (lagi soal keunikan karo ndai hehehe . . . ) dalam tulisan RGM kali ini, dalam melihat perkembangan KBB atau Karo umumnya. Coba lihat ini:

    “Situhuna bicara gelisah pe kita adi lit sibahan tindaken (action KBB berikut berbagai strateginya) simejile ndai kape.”

    gelisah pe kita simejile ndai kap e, tesis antitesis syntesis atau seh sura-sura tangkel sinanggel. Enca sinanggel reh ka mis sura-sura ertina simejile ndai. Enca gelisah reh mis simejile ndai. Kenunikan dialektika Karo enda ndai bas way of thinking Karo. Jenda enggo lit sikap (attitude) si positif! ‘order-disorder-order’ lagi. Dialektika dalam pikiran/kejadian praktis sehari-hari..

    “Saya berkeyakinan bahwa penggagas, penggerak, penyemangat dan pendukung KBB ini adalah orang-orang yang tidak lagi memikirkan dirinya sendiri (spt jabatan, popularitas, profesi, pandangan politik dan keagamaannya dll).”

    Adi payo kin bagenda, maka penggagas, penggerak, penyemangat dan pendukung KBB enda enggo tuhu-tuhu merdeka ras bebas erbahan penilaian objektif. Si subjektif enggo ndauh berkurang, sebab enggo bebas. Salu kata sideban, lanai lit beban!

    “Tapi jauh dalam lubuk hatinya sebagian terbesar publik Karo melihat esensi kebenaran dalam pencerahan KBB ini”

    Enda pe enggo melala terbukti, di pedesaan Karo dan di Jawa, sesama orang Karo sudah membicarakan KBB dan ingin bikin sesuatu dalam kenyataan. Di Jawa masih ada semacam halangan, beberapa orang Karo beristri orang Batak, dan bikin sungkan ngomong soal KBB. Masih ada yang menikmati ‘zona aman’. Tapi itulah semua prosesnya. Disini juga tesis-antitesis-syntesis, seh sura-sura tangkel sinanggel. Surasura-sinanggel-surasura, terus silih berganti dalam proses yang terus menerus. Asalkan “kita tidak tinggal diam melihat fenomena di sekeliling kita”.

    “Mereka pada akhirnya akan melihat bahwa gerakan pencerahan KBB ini adalah gerakan perkuatan (empowerment) jati diri Karo, sekaligus gerakan konsolidasi budaya dan spirit Karo menghadapi tantangan zaman.”

    Empowerment jati diri, konsolidasi budaya dan spirit Karo, menghadapi TANTANGAN ZAMAN!
    Kita tidak bermusuhan dengan etnis/kultur manapun, kita hanya menghadapi tantangan zaman, dan mengajak semua etnis/kultur bersama menghadapi TANTANGAN INI!

    “Hasilnya, ada pemahaman baru dan citra baru thdp Karo. Tak mengurangi persahabatan.”

    Pemahaman baru, citra baru thdp Karo, persahabatan baru, inilah syntesis Hegel!

    Bujur
    MUG

  3. Hanya mereka yang selama ini menjalin hubungan yang tidak sehat(kepura-puraan)-lah yang akan saling tersinggung. Sebab, saya juga seorang Karo yang hidup diantara etnis lainnya, tetapi kami dapat saling menghargai dan menghormati…. mereka sangat mendukung dan menghargai kalau saya katakan saya Karo bukan Batak dan paling mereka bertanya ‘mengapa gereja kalaian “GBKP” ‘ itu saja, dan setelah dijelaskan mereka-pun mengerti. Itu-lah jika memang benar-benar hubungan itu tulus bukan kepura-puraan. Mejuah-juah. 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.