Kolom M.U. Ginting: KEARIFAN LOKAL

kearifan lokal
Dataran Tinggi Karo (Karo Gugung) adalah pusat pertanian sayur mayur di Sumut. Selain cuacanya yang sejuk terdapat 2 gunung berapi aktif di sini. Foto: www.asiaexplorers.com.

M.U. Ginting“Bupati Karo Terkelin Brahmana SH dalam sambutannya menyampaikan, saat ini memang sedang terjadi pergeseran nilai dan kearifan lokal semakin berkurang,” sebagaimana dikutip dari berita  Sora Sirulo bertajuk Jubileum 75 HKBP Kabanjahe. Bagus juga kalau Bupati Karo sudah menganalisa nilai dan kearifan lokal semakin berkurang.

 

Pertama memang harus ada PENGAKUAN terhadap kekurangan, baru bisa melangkah ke perbaikan apa yang diakui itu. Selama ini, belum pernah ada penilaian/ pernyataan seperti itu. Bravo, Pak Bupati.

Kearifan lokal dapat diartikan sebagai nilai-nilai budaya yang sudah teruji kebaikannya dan kegunaannya dalam suatu masyarakat. Untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah tertentu, maka kita harus memahami nilai-nilai budaya yang ada di dalam masyarakat wilayah tersebut.

Mengapa ada pergeseran nilai dan kearifan lokal semakin berkurang?


[one_fourth]semakin sengit dengan meningkatnya migrasi pendatang ke Karo[/one_fourth]

Jawaban yang paling tepat ialah karena perkembangan atau semakin ketatnya persaingan etnis (ethnic competition). Kompetisi etnis ini sangat sengit di Sumut. Di Karo juga semakin sengit dengan meningkatnya migrasi pendatang ke Karo. Contoh daerah yang tertimpa malapetaka ini ialah Dairi Pakpak atau juga terlihat di Simalungun terutama  ibukotanya Siantar. External domination bikin kearifan lokal luluh lantak atau lenyap punah.

Given that some ethnic groups (especially ones with high levels of ethnocentrism and mobilisation) will undoubtedly continue to function as groups far into the foreseeable future, unilateral renunciation of ethnic loyalties by some groups means only their surrender and defeat – the Darwinian dead-end of extinction. The future, then, like the past, will inevitably be a Darwinian competition in which ethnicity plays a very large role,” kata Prof. Kevin MacDonald dalam tulisan Genetic Interests of Ethnic Groups.


[one_fourth]berarti menyerah dan menuju kekalahan[/one_fourth]

Bagi orang Karo, berlaku kebersamaan dan kesetiaan sesamanya dalam menghadapi persaingan yang tak terelakkan ini. Kalau kebersamaan dan kesetiaan sesama Karo terganggu, atau karena satu atau lain hal diabaikan oleh orang Karo dalam persaingan itu, berarti menyerah dan menuju kekalahan. Atau, akan menemui batas ujung kepunahan.

Orang-orang pendatang di Karo selalu disambut oleh orang Karo, tetapi tidak harus unilateral renunciation of ethnic loyalties. ‘Minorities should be welcomed but they should not be able to remake society in their own image’.

Bagi pendatang, masih tetap harus diberlakukan ‘di mana kaki berpijak di situ langit dijunjung’. Bagi Karo harus tetap mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal Karo.

Persaingan etnis adalah alamiah, sehingga kita sepertinya harus melawan human nature dalam menangani persaingan etnis ini. Kita harus mengakui ini, baru bisa menghadapinya. Kita harus mengerti juga bahwa tiap etnis punya mobilitas berlainan, begitu juga inteligensinya dan kesetiaan etnisnya sangat berbeda dari etnis ke etnis seperti dalam penjelasan MacDonald di atas.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.