Kolom Juara R. Ginting: KELEBIHAN AIR SUNGAI HUTAN PEGUNUNGAN

Foto yang diposting oleh impal Sada Arih Sinulingga ini mengingatkan saya saat mandi di sungai-sungai bagian hulu Deliserdang yang biasa disebut Deli Hulu atau Karo Hilir (Karo Jahe).

Ada satu kelebihan sungai-sungai di sini dibandingkan sungai-sungai lainnya.

Sebagian besar sungai-sungai ini berhulu di Dataran Tinggi Karo (Karo Gugung). Contohnya, Lau Uncim yang berhulu di Gunung Sibayak (Karo Gugung), mengalir ke Deli Hulu menjadi Lau Tani atau Lau Petani. Mulai dari Benteng Putri Hijau ke hilir bernama Sungai Deli.

Sungai itu berhulu di hutan rimba raya dan melintasi hutan-hutan tropis yang lebat. Bayangkan, ketika kemarau panjang, sungai ini tetap mengalirkan air yang hampir sama banyaknya dengan yang dialirkannya pada musim penghujan.

Aliran sebuah sungai di Bingkawan (Kecamatan Sibolangit, Karo Hilir) bernama Lau Tengah. Credit photo: Elisabeth Barus.

Dari mana air yang dialirkannya itu?

Sebagian dari dalam tanah atau batu-batuan yang menahan air hujan di musim penghujan dan melepaskannya di musim kemarau. Tapi, sebagian besar dari pohon-pohon yang menghisap air hujan dari tanah lewat akar-akarnya dan nanti mengalirkannya ke tanah lewat akarnya pula.

Ini terutama berlaku untuk pohon-pohon jenis ficus (rambung, sempinur, beringin, sala bulan, dan banyak lainnya) yang tumbuh banyak sekali di hutan-hutan tropis Indonesia temasuk Taneh Karo.

Kenal dengan lagu Gendang Jahe bernama Rambung Mbongkar? Nama lagu ini bisa kita pahami bila kita ketahui tempat mandi perempuan yang sekaligus menjadi tempat mandi kampung (Tapin Kuta) sering ditanami dengan pohon rambung hutan agar mata airnya tidak pernah mengering meski di musim kemarau.

Ini terutama kita dapati di Karo Barat, baik di Taneh Pinem, Karo Berneh, maupun Langkat Hulu (semuanya itu masuk Karo Barat).

Selain itu, rambung itu juga menjadi tempat mengintip resmi para pemuda yang hendak meminang anak gadis dari kampung itu. Bila dia hendak meneliti tubuh si gadis “bagian dalam”.

Konon, datanglah putri khayangan (Beru Dayang) sekali waktu mandi di situ. Pohon rambung inipun dipenuhi para lelaki untuk mengintip sehingga tumbang dan akarnya terbongkar dai tanah. Itulah kisah lagu Rambung Mbongkar dari Karo Langkat.

Bila kam melintasi Jalan Jamin Ginting dari Medan menuju Berastagi atau sebaliknya, coba berhenti di depan gerbang Cagar Alam Sibolangit. Di situ ada beberapa tumbuh pohon Sempinur, sejenis ficus juga. Cabang-cabangnya agak menjorok ke jalan raya. Daun-daunnya kecil sehingga tidak banyak menguapkan air dari tubuhnya.

Pada musim kemarau, Sempinur mengeluarkan air banyak sekali sehingga batang pohon basah oleh air yang diteteskannya ke tanah. Pada musim penghujan, dia menyerap air hujan dari tanah dan menyimpannya.

Pohon-pohon itu ditanam oleh botanist Belanda secara sengaja di sana (di Jaman Kolonial) untuk mata air sepertinya halnya Lau Kaban yang mengairi water leiding Medan (Tirtanadi).

Air-air seperti itulah yang kam mandikan di sungai-sungai Deli Hulu dan Langkat Hulu. Selain sejuknya bukan kepalang (tidak dingin seperti di Karo Julu), kandungan obatnya sangat tinggi.

Sayang sekali bila kam mandi di sungai-sungai ini membawa sabun dan membersihkan tubuhndu dengan sabun di sana. Janganlah kita cemari air yang bening dan sejuk ini. Cukup mandi saja (berenang atau menyelam). Menyabun diri boleh di kamar mandi rumah masing-masing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.