Sirulo TV: HARI KINCIR ANGIN

Ita Apulina Tarigan 2ITA APULINA TARIGAN. LEIDEN. Kemarin [Minggu 15/5] adalah hari yang istimewa untuk warga Belanda karena hari itu adalah Hari Kincir Angin Nasional (molendag). Di seluruh negeri tanpa terkecuali semua kincir angin harus berputar. Keharusan memutar semua kincir angin dari yang tradisional hingga kincir angin modern diatur di dalam undang-undang mereka.

Kincir angin (molen) memang sangat identik dengan Negeri Belanda. Bagaimana tidak, sejak jaman dahulu hingga sekarang kegiatan sehari-sehari tidak lepas dari kincir angin. Di hari istimewa ini, Sirulo TV mengunjungi sebuah molen tradisional yang sekarang sudah berubah menjadi museum dan sekaligus merupakan molen terbesar di Belanda, yaitu Molen de Valk.

Molen de Valk ini terletak di jantung Kota Leiden. Menaranya yang tinggi membuat molen ini terlihat dari seluruh penjuru kota. Molen ini didirikan pada tahun 1611. Pada tahun 1743 molen ini ditinggikan seperti yang kita lihat sekarang untuk mendapatkan angin lebih banyak.

Molen de Valk sendiri berubah menjadi museum sejak Juni 1966. Semua kegiatan penggilingan tepung yang merupakan produksi utama molen ini berhenti total. Tetapi, sejak tahun 2.000 molen ini kembali difungsikan untuk menggiling tepung, walaupun tidak rutin.

molen 2Menariknya, ketika melihat peta lama Kota Leiden, ternyata kota ini dulunya sejak abad 15 sudah dikelilingi molen. Molen-molen ini beroperasi dengan berbagai keperluan, seperti menumbuk tepung, mendukung industri tekstil. Tetapi, seiring waktu dengan perubahan teknologi penggunaan mesin uap dan listrik, molen hilang satu per satu. Hingga kini di Kota Leiden hanya tinggal 1 yaitu De Valk (Sang Elang). Di dekat Leiden Universiteit kini, baru saja direnovasi sebuah molen tradisional milik keluarga Rembrand van Rijn.

Memasuki menara molen sungguh menakjubkan. Selain digunakan untuk kepentingan bisnis, molen juga adalah tempat tinggal keluarga. Anda wajib membayar € 4 untuk tiket masuk sekaligus memasuki ruang tamu dan keluarga serta dapur pemilik molen. Dekor ruangan dan peralatan seperti pada masa Eropah di tahun 1900-an. Di lantai dua, anda akan menemukan ruang audio visual tentang De Valk dan juga beberapa koleksi buku-buku kuno tentang teknologi molen. Audio visual dapat dinikmati dalam 4 bahasa, yaitu Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman.

Selanjutnya, di lantai ketiga kita akan dapat menyaksikan perjalanan teknologi molen di Belanda, berbagai jenis molen dan kegunaannya serta peta kota tua Leiden dan molen-molen yang mengelilinya. Di sini juga tersedia replika segala jenis molen beserta mesinnya yang terbuat dari kayu. Masyarakat Belanda juga mengenal bahasa sandi dari daun molen (propeller) untuk mengetahui kejadian yang ada di sekitar molen. Ada tanda hari kerja, hari Minggu, ada anak lahir atau perkawinan dan adanya orang mati.




Di lantai ke empat ada teras yang merupakan tempat insinyur dan teknisi molen untuk menjalankan dan menghentikan molen. Dari teras ini, kita bisa melihat seluruh Kota Leiden dan juga kincir angin lain yang sedang berputar. Teras ini juga berbahaya karena jika molen sedang berputar propeller molen nyaris menyentuh lantai teras.

Di lantai 5 dan 6 kita akan melihat langsung bagaimana teknologi molen dan permesinannya bekerja. Hampir semua permesinan terbuat dari kayu, bahkan gearnya (versnelling atau gigi) juga dari kayu. Berbagai macam spare part dan peralatan kerja bisa kita temukan di sini. Ada juga instruksi kerja untuk berbagai jenis tepung yang harus digiling, papan informasi pesanan dan anak timbangan untuk menimbang tepung.

Menuju lantai demi lantai pengunjung harus berhati-hati, karena anak tangga sangat kecil dan sempit. Ternyata tangga kecil sempit ini adalah model tangga rumah-rumah Eropah jaman dulu.

Melihat antusiasnya pengunjung di Molendag ini, bisa dikatakan pemerintah Belanda sukses mendukung eksistensi museum alam terbuka di Belanda. Regulasi dan partisipasi masyarakat membuat Molendag menjadi satu thema penting untuk para wisatawan yang tertarik dengan sejarah.

Dari kincir angin Sang Elang, saya menitip asa, semoga kita bisa mencintai dan menghargai budaya kita lebih banyak lagi.





Klik di sini untuk Part 2Part 3, dan Part 4.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.