Kita Hidup Saling Menyempurnakan

Oleh: Sofyan Kaban

Beberapa hari terakhir ini, saudara dan teman – teman saya banyak yang memberikan komentar di status Facebook saya. Semua komentar itu saya cermati dengan sungguh-sungguh. Sebahagian besar sangat positif dan memberikan pencerahan kepada orang yang membacanya, sebahagian lagi ditulis dalam bahasa yang kurang bijak.

Mencermati komentar – komentar tersebut, tentu memberikan banyak hal yang dapat kita ketahui. Baik itu tentang pengetahuan, wawasan si penulis komentar, atau juga kadar emosi penulisnya saat menulis. Yang lebih penting lagi adalah pola kita dalam berkeyakinan, apakah tertutup dengan apriori terhadap keyakinan pihak lain, apakah kita terbuka dengan saling memahami dan memaklumi atau tolerans, serta apakah pola bersaudara dalam kebebasan?

Dalam berdiskusi tentang agama, misalnya, diskusi tersebut kerap berubah menjadi saling cerca. Mengapa?

1. Mungkin karena sebahagian besar dari kita, memperoleh keyakinan berdasarkan keturunan, sehingga kita tidak mampu lagi mengoreksi dogma keyakian kita yang sudah tertanam sejak kecil.

2. Mungkin karena agama yang kita anut telah menjadi budaya dan membentuk kepribadian kita.

3. Mungkin juga dalam imaginasi kita, agama telah ditempatkan sebagai organisasi massa atau organisasi politik yang tujuannya mencari massa pendukung.

4. Mungkin karena ayat-ayat kitab suci yang kita yakini, menanamkan diskriminasi sedemikian rupa, sehingga orang yang tidak seiman dengan kita, kita tempatkan sebagai musuh dan kita pun menerimanya sebagai hukum agama yang mutlak.

Apa sebenarnya yang kita harapkan dalam berkeyakinan ?

1. Kedamaian melalui penyerahan diri kepada Tuhan yang maha kuasa karena kita hidup di dunia dalam ketidakpastian.

2. Harapan hidup yang kekal di surga karena kita pasti mati dan kita meyakini ada kehidupan setelah mati.

3. Bersekutu dalam satu organisasi keagamaan sebagai wadah mengaktualisasikan diri.

4. Menjalin kemestri sesama manusia dalam satu wujud yang disebut Tuhan.

5. Barangkali, ada juga kepentingan ekonomi yang dibungkus dengan agama.




Jika harapan kita sedemikian rupa, apakah ajaran agama yang kita yakini cukup menjanjikan tiket masuk surga? Apakah ajaran agama yang kita yakini mampu menghilangkan ruang benci dalam hati kita terhadap sesama? Apakah kita sudah cukup nyaman dalam berkeyakinan? Apakah kita tidak merasa berseberangan dengan pemerintah dan hukum positif yang berlaku di negara kita bertempat tinggal?

Semuanya kembali kepada kita, karena kita dalam proses kehidupan untuk saling menyempurnakan.

One thought on “Kita Hidup Saling Menyempurnakan

  1. “Semuanya kembali kepada kita, karena kita dalam proses kehidupan untuk saling menyempurnakan.”

    Mantap.

    Dari segi proses dialektika perkembangan . . . thesis-antitesis-syntesis . . . dalam proses perjuangan yang tak henti-hentinya dari segi-segi yang bertentangan, semua berkembang tambah sempurna atau semakin sempurna (syntesis) . . . kwalitas semakin tinggi.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.