Kolom Eko Kuntadhi: KITA LIHAT, SIAPA YANG BERKUASA

Jokowi meninjau pasar. Mendengarkan rakyat mengeluh soal minyak goreng. Ini sudah hampir setahun harga Migor gonjang-ganjing terus di pasaran. Akibatnya, hanya satu komoditas ini saja, pemerintah jadi bahan ledekan para demonstran.

Isunya digoreng sampai gosong, padahal Migor lagi langka.

Iya, harga Migor melonjak. Sebabnya karena harga CPO dunia juga melompat seperti tupai. Minyak nabati lain terhenti pasokannya. Salah satunya disebabkan karena perang Rusia-Ukraina. Kedua negara itu termasuk produsen minyak bunga matahari.

Dunia melirik ke CPO. Otomatis harga CPO langsung meroket. Sementara Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia. Terbayang ada potensi devisa sampai Rp 500 triliun dari lonjakan harga ini.

Dulu pernah, saat Eropa membaned CPO kita dengan alasan lingkungan yang dicari-cari. Sebetulnya karena mereka protes pemerintah menghentikan ekspor nikel mentah. Pengusaha sawit kita mengeluh. Mereka susah ekspor. Harga melorot. Resiko bangkrut.

Jokowi mengambil langkah. Jangan cengeng. Jika asing gak mau beli CPO kita, kita akan gunakan di dalam negeri. Maka dibuatlah kebijakan B20, B30, B50. Mencampur CPO dengan solar yang dikenal dengan biodiesel.

Produsen sawit senang. Produk mereka terserap pasar dalam negeri. Mereka bisa kipas-kipas menikmati keuntungan yang lumayan. Go to hell with your market!, begitu mungkin Jokowi ingin berkata ke orang-orang Eropa.

Lalu datanglah angin baru. Dunia butuh CPO dari Indonesia. Harganya melonjak. Para pengusaha senang. Mereka bisa menikmati keuntungan berlimpah.

Tapi, di dalam negeri, CPO dibutuhkan buat produksi minyak goreng. Karena harga internasional lebih mahal, para pengusaha lebih suka mencari keuntungan ketimbangn mikirin harga Migor di dalam negeri.

Akibatnya, pasokan bahan baku tersendat. Jikapun diproduksi minyak dalam kemasan, produsen lebih suka ekspor.

Rakyat teriak. Migor langka. Mendag yang lelet mengambil langkah ini itu. Mulai dari operasi pasar, mensyaratkan eksportir menyediakan kebutuhan lokal sebagai syarat ekspor, mematok harga eceran tertinggi, sampai subsidi langsung ke rakyat dalam bentuk BLT.

Pemerintah sudah keluarkan duit triliunan, tapi pasokan Migor tetap tersendat. Terutama Migor curah. Sedangkan Migor dalam kemasan juga gak lancar di pasaran.

Sebabnya karena potensi keuntungan besar di pasar ekspor membuat pengusaha malas mengisi pasokan dalam negeri. Mungkin mereka berfikir, pemerintah gak akan berani ambil langkah drastis. Masa, sih, potensi ekspor Rp 500 trilliun mau diganggu?

Kebutuhan Migor kita 5 juta ton. Produksi sawit kita 50 juta ton. Jika semua ekspor dilarang, pasar dunia akan terguncang. Potensi keuntungan ekspor juga akan melayang. Itu yang kemarin diterakan pengusaha.

Sebodo teuing!, mungkin begitu jawab Jokowi. Pemerintah hanya minta sedikit perhatian pengusaha, tetapi mereka selalu ngiler pengen untung lebih besar dan besar lagi. Kalau susah mereka mengeluh. Pas diminta sedikit keuntungannya untuk menstabilkan pasokan dalam negeri, mereka main kucing-kucingan.

Rakyat resah. Pemerintah susah. Tapi para pengusaha itu seperti gak mau tahu. Bahkan mereka main-main dengan birokrasi mengakali aturan. Dan pasokan migor di pasar tersendat terus dengan harga melambung.

Ok, kini saatnya ditunjukkan siapa yang memegang kendali. Biarlah produksi 50 juta ton kebutuhan kita hanya 5 juta ton. Tapi karena Anda main-main terus, sekalian kita ambil langkah.

Keputusan drastis itu akhirnya diambil. Jokowi melarang ekspor seluruh produksi sawit. Juga ekspor migor.

Pengusaha langsung menjerit. Pabrik Migor kelabakan. Pesan presiden kita jelas: banjiri pasar minyak goreng dalam negeri dengan harga yang wajar. Persetan dengan keuntungan ekspor, rakyat lebih butuh perhatian!

Keputusan sudah diambil. Akan dilaksanakan mulai Kamis ini. Sementara seorang Dirjen di Mendag yang kemarin mau main-main dengan izin ekspor sudah disergap kejaksaan. Digelandang bersama tiga pengusaha dari group besar.

Saya membayangkan sejak konferensi pers berdurasi semenit itu yang menampilkan wajah Presiden dengan guratan tegas, kini para pengusaha dan asosiasi lagi sibuk saling telepon kanan-kiri. Mereka kaget. Mereka gak nyangka, di hadapan seorang Jokowi, mereka jadi begitu loyo.

Mungkin ini jadi tontotan menarik. Bukan hanya mengumpulkan devisa ekspor yang penting. Bukan hanya memberi keuntungan para pengusaha itu yang terpenting.

Tetapi, bagi Jokowi, yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan rakyat dahulu. Silakan cari untung, tapi berempatilah sedikit pada masyarakat. Jangan mau menangnya sendiri.

Kalau dari hitung-hitungan, dengan produksi CPO 50 juta ton dan kebutuhan lokal 5 juta ton, kita akan kebanjiran Migor sebentar lagi. Mestinya begitu.

Tapi belum tentu juga. Yang namanya pengusaha terbiasa mencari celah. Tertangkapnya Dirjen Perdagangan Luar Negeri kemarin adalah gambaran, bagaimana mental birokrat yang korup bisa menghambat seluruh kebijakan.

Setelah Dirjennya ditangkap Kejaksaan, apakah nanti Mendag bisa lebih cekatan dalam bekerja? Sehingga urusan kayak gini, gak harus Presiden yang turun tangan.

Apa Mendag gak malu?

“Minyak rambut kok gak disubsidi sih, mas?”

“Minyak rem, juga gak Kum…”

One thought on “Kolom Eko Kuntadhi: KITA LIHAT, SIAPA YANG BERKUASA

  1. penjelasan bagus dan solusi bagus soal minyak goreng. Tapi soal Oligarki masih kabur bagi kebanyakan orang awam. Siapa yang bisa menjelaskan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.