Kolom Acha Wahyudi: MANUSIA WARAS INDONESIA, BERSATULAH!

Masih inget kan Pilpres Amerika yang baru lalu? Mayoritas publik Amerika dan netizen di seluruh dunia tidak menyangka kalau Trump akhirnya menang atas Hillary Clinton. Aku yakin teman-teman juga sudah update tentang hal-hal apa saja yang membuat sosok yang ‘ga banget itu’ seakan bisa menjadi pilihan mayoritas rakyat Amrik. Padahal, seliberal-liberalnya Amerika, mayoritas penduduknya masih tergolong masyarakat yang religius.

Ingat ga kasus oral sex antara Bill Clinton dan Monica Lewinsky? Sepopuler apapun Presiden Clinton saat itu, namun reaksi masyarakat Amerika mayoritas marah dan membuat popularitasnya turun drastis.

Nah, seperti yang kita tahu, Trump adalah seorang pengusaha typical Don Juan dengan banyak track record negatif. Dalam hal bisnis dan juga perlakuannya pada wanita, sehingga mayoritas rakyat Amerika tidak menyukainya.

Pertanyaannya adalah mengapa Trump bisa menang?

Trump menjalankan cara kotor melalui negative campaign dan berita Hoax. Trump yang bekerjasama dengan beberapa konsultan politik, diantaranya Cambridge Analytica, sebuah perusahaan konsultan politik asal Inggris. Salah satu orang yang bertanggung jawab atas kasus ini adalah Christopher Wylie, seorang jenius yang bekerja di perusahaan milik Milyuner Tehnologi Robert Mercer ini membeberkan berbagai hal yang dilakukannya.

Mereka mengeksploitasi Facebook untuk mengambil jutaan data dari profil untuk membangun model yang bisa digunakan untuk membedah apa yang ingin diketahui, untuk kemudian menarget ‘dark side’ atau hal-hal yang menakutkan bagi diri mereka.

Selain itu, dari data-data yang dipanen ini termasuk diantaranya adalah apa saja yang kita like di berbagai situs di Facebook. Dengan data yang dibangun dari like ini saja, algoritma yang dikembangkan Cambridge Analytica bisa mengetahui berbagai hal seperti ras, gender, orientasi seksual, bahkan trauma masa kecil dan juga kerentanan terhadap jenis narkoba tertentu.

Hal ini membuat data-data yang cukup valid dan detil dari banyak akun profil di Facebook. Cambridge Analytica pun bisa merancang profil berdasarkan data ini, sehingga mereka akan tahu sang calon pemilih ini akan memilih siapa, jika sesuai dengan tujuan mereka, di mana dalam kasus ini, memilih Trump, maka tak ada masalah. Namun jika mereka cenderung memilih Hillary, mereka akan membuat sistem periklanan yang akan tampil di timeline sang pemilih yang mungkin bisa mengubah pandangan mereka untuk memilih Trump.

Sistem yang dikembangkan Cambridge Analytica berhasil mencocokkan puluhan juta data Facebook dengan catatan pemilih. Lalu, dari situ, mereka menarget pengguna individual dengan “pemasaran personal” untuk mengubah pandangan politiknya. Hal ini juga bisa kita saksikan dalam pertarungan politik di Indonesia. Beberapa rekan kita telah berpindah haluan dan pilihan. Bukan karena hal-hal prinsip yang terjadi.

Warga Indonesia di Belanda mendukung Ahok. Mereka juga dengan kompak menyambut kedatangan Ahok di Belanda.

Salah satu contoh. Presiden Jokowi sejak awal kepemimpinannya, beliau selalu konsisten bekerja, membangun dan melakukan hal-hal yang produktif. Jokowi tidak pernah menggunakan isu SARA dalam upaya meraih suara untuk election ke dua. Saat Jokowi menetapkan MA sebagai Cawapresnya, dimana MA ketika menjabat sebagai Ketua MUI pernah mengeluarkan fatwa atas kasus Ahok berdasarkan kitab suci, yang dijadikan acuan bahwa Ahok menista Agama, sebagian orang yang sebelumnya pro Jokowi dan pro Ahok terpolarisasi.

Ternyata, penentuan Cawapres ini membuat seakan-akan Jokowi pun setuju bahwa Ahok menista agama, dst… Lalu, mereka memilih untuk Golput. Sebagian kecil dari mereka malah pindah haluan dan bahkan mulai kampanye untuk pihak lawan Jokowi yang jelas-jelas mempunyai banyak track record negatif.

Bila melihat apa yang telah terjadi di Amerika…

Perubahan keputusan pemilih tanpa dasar alasan yang jelas, tentu tidak terjadi begitu saja. Ada strategi yang melibatkan teknologi, hypnowriting, juga bombardir dan brainwash melalui berita hoax dan kontroversi. Mirip yang dilakukan oleh Trump dengan bantuan konsultan pemenangannya.

Trump sering kali mengucapkan Hate speech dan kontroversi yang cenderung negative agar Trump dihujat dan dicaci. Setelah akhirnya cacian itu melampaui batas, maka kondisi akan berbalik. Akhirnya figur Trump berubah seolah-olah menjadi korban. Trump menjalankan strategi playing victim. Pada titik kondisi tersebut, akhirnya Trump malah akan mendapat simpati dari orang-orang yang sebelumnya bukan pemilih Trump.

Jadi, sudah lebih jelas kan apa yang mendasari semua kekonyolan dan berita kontroversial yang bergantian dilakukan oleh para badut-badut tamak dan serakah itu. Dari gaya Bango Tong-tong, jaring kali hitam, membuat separator jalan warna warni, sampai skenario oplas babak belurnya RS.

Kita semua bertanya-tanya, masa sih para lulusan luar negeri, mantan jenderal, aktivis yang jago berorasi dan orang-orang yang harusnya pinter dan terpelajar tersebut melakukan banyak keanehan-keanehan? Alasannya adalah agar mereka selalu menjadi trending topic di semua sosial media!

Itulah cara mereka untuk mencari data dan mengklasifikasi siapa saja pendukung dan Haters mereka untuk kemudian akan dibuat algoritmanya, mengikuti langkah serupa yang dilakukan oleh Trump demi kemenangannya.

Untuk itulah, Santri Pesantren Wichita beberapa hari belakangan ini, diam-diam kembali berkunjung ke Rusia. Bocorannya adalah untuk menemui konsultan politik lain yang juga digunakan oleh Trump. Konsultan politik dari Rusia tersebut mempunyai spesialisasi memainkan politik SARA dan atau politik identitas.

Beredar kabar bahwa dengan beramunisikan sejumlah dana siluman sekitar Rp. 3 T yang didapat dari pengusaha pemilik perusahaan tambang IE, yang diduga kuat juga terafiliasi dengan keluarga mantan penguasa 32 tahun, dimana uang tersebut juga disinyalir digunakan untuk membayar PKS dan PAN masing-masing Rp. 500 M uang kardus agar merubah ijtima ulama, demi menyulap seorang Cheerleader penyuka celana legging dan lipbalm ini mendadak Santri. Dan, dalam hitungan kecepatan cahaya naik pangkat menjadi ulama.

Melihat semua usaha sesuai skenario yang dilakukan demi kekuasaan begitu komprehensif dan dahsyat dengan mengabaikan benar atau salah, menggunakan cara terhormat atau cara-cara keji, apakah kita akan berdiam diri dan membiarkan manusia-manusia busuk yang penuh dengan dukungan kapital besar lagi-lagi akan mengangkangi negeri ini?

Apakah Jokowi perlu melakukan hal yang sama dengan mereka? Bahkan menyebarkan fakta kejahatan mereka yang benar-benar mereka lakukan saja tidak dilakukan Timses Jokowi. Apalagi menyebar Hoax laknat! Lagipula, tanpa itu semua Jokowi telah terus menjadi trending topic di dalam dan luar negeri atas pencapaian positif hasil kerjanya dengan segenap jajaran pemerintahan yang dipimpinnya.

Salam hormat dan salam waras bagimu kawan…
Mari kita bersatu… selamatkan bangsa ini…
Jangan biarkan negeri ini kembali mengalami kemunduran dan keterpurukan…
Setelah 4 tahun lebih ini seorang sederhana berhati mulia bernama Jokowi berjuang dan bekerja dalam sepi…
mengembalikan martabat bangsa ke tempat seharusnya kita berada…




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.