Kolom Acha Wahyudi: MEMAAFKAN

Kalau denger kata-kata ini, aku suka geli sendiri. Begitu seringnya mendengar kata-kata ini diucapkan. Terutama pada hari raya yang dulu aku pernah ikut rayakan. Kata-kata maaf-memaafkan yang bertebaran di hari itu, terasa sekedar “lips service”. Mengucapkan mohon maaf lahir dan batin, bahkan kepada orang yang tidak dikenal sekalipun. Tak bermakna, just like Sugar Coating! Kemarin ada seorang apologist Islam yang menasehatiku untuk memaafkan kesalahan dan untuk selalu baik kepada seorang yang telah berulangkali merugikan, memfitnah, menyakitiku dan keluargaku.

Termasuk menyakiti dan merugikan orang yang memintaku untuk selalu memaafkan kesalahan orang tersebut, karena masih berhubungan darah dengannya.

Lantas sang apologist tersebut mengatakan, berbeda dengan orang yang tidak mempercayai agama. Manusia beragama wajib selalu memaafkan, seperti yang dicontohkan Nabi termulianya. Memaafkan bahkan setiap hari menyuapi seorang Yahudi buta yang sering menyebarkan fitnah tentang Nabi mulia tersebut. Atau memaafkan orang kafir yang melemparinya dengan kotoran.

Nah, coba kita telaah kisah ini:

1. Ada seorang Yahudi menyebarkan fitnah dan negative campaign, lalu Nabi memaafkan bahkan memberi makan Yahudi buta tersebut. Setiap muslim tahu, Yahudi itu non muslim, jelas dikategorikan ke dalam golongan kafir.

Sementara itu perintah Allah berbunyi: Dan perangilah di jalan Allah orang orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas. Dan bunuhlah mereka dimana kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu.

Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Perangilah mereka itu sampai tidak ada fitnah lagi, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti maka tidak ada lagi permusuhan kecuali terhadap orang orang zalim “.(QS, Al Baqarah 190-192) تَرْضَىٰ عَنكَ ٱلْيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم بَعْدَ ٱلَّذِى جَآءَكَ مِنَ ٱلْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ”

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”

(QS Al-Baqarah: 120). Jadi bisa disimpulkan, apa yang dilakukan sang Nabi pada kisah di atas bila benar-benar nyata terjadi, berarti tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Quran.

Mendekati Yahudi yang telah divonis sebagai musuh Allah saja dilarang, mengapa seorang nabi utusan Allah malah memberi makan seorang Yahudi yang sudah memfitnahnya?

Bukankah itu adalah salah satu aksi pembangkangan terhadap perintah Allah?

2. Mengenai sifat pemaaf yang dimiliki kaum muslim.

Ini juga tidak kalah paradoks. Tidak marah ketika dilempari kotoran oleh orang kafir? Sementara perintah Allah bagi kaum Yahudi, Nasrani dan kafir itu sudah jelas, perangi, bunuh, penggal! Tidak perlu menunggu kaum-kaum yang dilaknat Allah itu melakukan kesalahan kepada muslim, perintah Allah itu straight, crystal clear!

3. Jangan lupakan yang satu ini, sering disampaikan dalam setiap tausiah, bahwa Allah memerintahkan manusia wajib memaafkan kesalahan orang lain, bahkan sebelum orang tersebut meminta maaf.

Namun mengapa Allah yang maha pemaaf, pengasih dan penyayang tega-teganya menciptakan Neraka, sebagai balasan bagi muslim maupun para kafir yang membangkang perintahnya.

Nehi! Tidak ada maaf bagimu! Allah akan merebus…memanggang manusia-manusia berdosa, abadi selamanya di Neraka! In the other hand, menanggapi stigma bahwa orang yang tidak paham agama seperti aku atau orang yang tidak beragama itu selalu mencari-cari kesalahan orang lain, dan sulit untuk memaafkan.

Aku teringat akan kisah ini. Ada seorang teman yang pernah sekolah, kemudian lanjut bekerja di Norwegia bercerita padaku. Dia pernah merasa malu sekali, ketika pada suatu saat dia membicarakan kesalahan dan kekurangan salah seorang rekan kerjanya, katakanlah bernama Helda… ke rekan kerjanya yang lain bernama Alex.

Alex mendengarkan dengan seksama apa yang diutarakan oleh temanku itu, datar tanpa ekspresi. Setelah temanku selesai bicara. Alex dengan tegas berkata kira-kira seperti ini:

“Apa yang barusan kamu lakukan, membicarakan kesalahan orang lain di belakang orang tersebut adalah suatu kejahatan. Pergilah, temui Helda di ruangannya, katakan langsung apa masalah dan kesalahan yang menurut kamu telah dia lakukan, sehingga bila Helda benar melakukan kesalahan tersebut, dia bisa langsung minta maaf dan melakukan koreksi, sebaliknya bila ternyata kamu yang gagal paham, kamu pun bisa minta maaf langsung padanya, dan lakukanlah koreksi!”

Ini adalah cara hidup, budaya, society attitude di negara dengan penduduk mayoritas tidak beragama, dan masuk dalam rangking atas negara dengan penduduk terbahagia di dunia! Jadi gambaran dan ilustrasi kasus yang disampaikan orang yang menasehatiku terkait sikap pemaaf antara Believers and Unbelievers di atas, tet tot, gatot bin ngocol!

Jadi, intinya, hidup itu simple! aku akan memanfaatkan waktu hidup sebagai manusia yang berharga ini sebaik-baiknya. Ada Milyaran manusia di Bumi yang kita dapat jadikan sahabat, saudara yang bisa mendayung di perahu yang sama.

Tidak perlu memberi tempat bagi manusia-manusia toxic, apalagi dengan sengaja terus menerus melakukan kesalahan bahkan kejahatan yang sama berulang-ulang, seringkali tidak mau mengakui kesalahannya, apalagi mau melakukan koreksi.

Ada beda yang jelas antara seorang pemaaf dan seorang yang bodoh! Aku bukan jenis manusia pengagung nepotisme, yang akan membela mati-matian, seorang yang berhubungan darah walau sudah jelas orang tersebut bersalah sekalipun.

Aku akan berpihak pada siapapun yang benar, tanpa melihat hubungan darah, strata dalam masyarakat atau tetek bengek lainnya. Bila ada orang yang masih terperangkap dalam istilah hubungan darah atau nepotisme ini, berarti dia tidak memahami bahwa “Human is related to every single atom in this universe!”

Jangankan dengan sesama manusia (di luar keluarga kita), prosentase kemiripan DNA manusia dengan Simpanse itu 98,6 – 99%. Manusia dengan Bonobo bahkan mencapai 99,6%Finally, the conclusions are:~ Meminta maaf dan segera mengkoreksi kesalahan yang dilakukan. ~ Tidak perlu memaafkan orang yang tidak pernah minta maaf dan terus menerus melakukan kesalahan dan kejahatan kepada kita apalagi dengan penuh kesengajaan. Just tell that person, “Go to your merciful god’s hell!”

End of story!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.