Kolom Andi Safiah: KEBEBASAN MAYORITAS

Membaca UUD 1945 pasal 28 E point ke 2 menyatakan bahwa, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Bandingkan dengan pasal 28 point 2 pada UU ITE yang menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja dan “tanpa hak” menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Jika kita sedikit jeli dalam membaca pesan UUD 1945 maka apa yang ditulis dengan sangat tegas dalam pasal 28 E point ke 2 bahwa setiap orang berhak, ingat kalimat “setiap orang” artinya setiap “individu” yang hidup di negara ini “berhak” atas kebebasan “menyakini” apapun yang hendak dia yakini sebagai manusia yang merdeka.




Bebas menyatakan pikiran dan sikap juga secara bebas sesuai dengan hati nuraninya; pada point “hati nurani” saya ingin sedikit mengelaborasi agar pengertian ini menjadi lebih jelas.

Dalam bahasa sederhana “hati nurani” bisa bermakna “kebenaran” dan dalam diri setiap individu dewasa selama “nuraninya” hidup akan dengan mudah membedakan mana kebenaran dan mana pengetahuan yang berdasarkan pada ilusi atau kebohongan yang dipelihara.

Contoh sederhana untuk menguji apakah nurani seseorang masih hidup atau malah “mati suri”, saya akan meminjam diskusi yang sering terjadi diberbagai forum diskusi terutama di Facebook, diskusi ini bagi sebagian orang biasa saja, namun bagi yang lain mungkin tidak biasa.

Menggunakan pendekatan dialogue ala Plato;

DIS : Menurut anda apakah tuhan itu ada?

AC : Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya perlu menjelaskan apa yang dimaksud dengan “ADA”. Begini, dalam pengertian sederhana ada artinya bisa kita uji bersama, apa yang bisa kita uji bersama, kita ambil contoh matahari, dan pertanyaan anda bisa kita buat simple “menurut anda apakah matahari itu ada?” jawaban saya atas pertanyaan ke dua akan menjadi sangat to the point, ADA.

Artinya, sesuatu yang ada dan terbukti tidak perlu diperdebatkan lagi.

DIS : Tapi ada perbedaan serius antara “Tuhan” dan “Matahari”, dalam benak banyak orang tuhan adalah sesosok “mahkluk” atau “dzat” yang maha segalanya, bahkan bisa jadi matahari itu sendiri adalah hasil dari ciptaan Tuhan.

AC : Bagaimana anda bisa membuktikan klaim anda bahwa matahari adalah ciptaan Tuhan? Bisakah anda menjelaskan bagaimana Tuhan menciptakan matahari?

DIS : Menurut kepercayaan manusia sejak lama, bahwa alam semesta dan seisinya diciptakan oleh tuhan yang maha kuasa, bahwa manusia-manusia hebat sekelas plotemy dan semua raja-raja di masa lalu memuja tuhan yang pencipta, bagaimana mungkin anda yang baru lahir 30 tahun yang lalu berani mempertanyakan ciptaan Tuhan yang luar biasa ini.

AC : Anda tidak menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Begini, soal bertanya dan mempertanyakan sudah menjadi bawaan alamiah species manusia, apapun yang ada dalam benak species manusia akan terus dipertanyakan, bahkan Tuhan sekalipun tidak akan pernah luput dari radar kesadaran manusia, jadi bagi saya bertanya dan mempertanyakan adalah hak segala species manusia di manapun dia berada, membungkam mereka yang bertanya justru adalah sebuah kejahatan itu sendiri.




DIS : Tapi anda lupa jika hidup dalam negara yang masih sangat kental nuansa bertuhan dan beragama, mempertanyakan keyakinan agama mereka adalah kejahatan, apalagi mencoba untuk mengkritisi keyakinan umat mayoritas bisa jadi anda akan dilaporkan dan dikenakan pasal penistaan agama. Begitulah bunyi aturan hukum yang berlaku di negeri ini. Walaupun anda mungkin sangat keras dalam memperjuangkan kebebasan menyampaikan opini dan pendapat, tapi lihat saja sudah banyak yang menjadi korban dari aturan hukum yang berlaku di negeri ini.

AC : Okay, sekarang pertanyaannya adalah apakah aturan hukum yang berlaku bisa membungkam nurani manusia yang masih hidup, dimana mereka sanggup melihat kebenaran, namun disisi lain kebenaran yang coba disampaikan tersebut adalah sebuah kesalahan hanya untuk memuaskan mereka yang biasanya kita cap “umat mayoritas”?

(Bersambung)






Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.