Kolom Andi Safiah: MENYOAL ISTILAH “TEBANG PILIH” DALAM BAHASA HUKUM INDONESIA

Berbicara hukum di negara model Indonesia sedikit “anomali”. Alasan anomali bisa dilihat dari praktek hukum yang tidak berorientasi pada “keadilan” tapi lebih pada “siapa” si person yang sedang berhadapan dengan hukum.

Contoh paling hangat adalah ketua DPR RI Setya Novanto. Dia bisa lolos dari jerat hukum dengan begitu mudah karena satu alasan, akses politik dan kekuasaan juga uang yang cukup luas.

Pertanyaan, mengapa orang-orang yang dekat dengan kekuasaan bisa dengan mudah mempermainkan hukum? Sementara mereka yang sama sekali tidak punya akses kekuasaan begitu mudah dijebloskan ke penjara walaupun belum melewati proses persidangan seperti kasusnya Donald Frans.

Bagi saya, di sinilah istilah “tebang pilih” menjadi bumerang bagi hukum itu sendiri. Padahal, jika kita perhatikan prinsip hukumnya “di mata hukum semua sama” maka kita secara tidak langsung telah melanggar konstitusi.

Akhirnya, negara berjalan “chaos”. Semua orang berharap pada satu “tokoh” yang punya kekuasaan luas macam presiden. Jika presiden tidak pandai bermain maka dia bisa menjadi sasaran empuk permainan politik “narsistik” gaya adu jangkrik.

Di sinilah dilemanya bermain politik di republik Indonesia, republik yang terjebak dalam istilah-istilah “absurd” sepanjang sejarah kemerdekaannya.

#Itusaja!








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.