Kolom Andi Safiah: PERBEDAAN

Ada yang bilang berbeda adalah rahmat. Atau, dalam bahasa sederhananya, berbeda sudah menjadi ketentuan “ilahiah”. Atau, perbedaan itu adalah sesuatu yang natural. Kita bisa melihat fakta itu di mana saja.

Bahkan di lingkungan tempat kita hidup saat ini kita bisa melihat perbedaan itu secara instan.

Misalkan, saat ini saya sedang nongkrong di lantai dua kosan saya. Sejauh mata memandang saya menyaksikan ada begitu banyak atas rumah yang bentuk sekaligus warnanya yang berbeda-beda.

Atas rumah mereka yang secara kebetulan punya rooftop, juga menanam pohon dan tanaman yang warna sekaligus jenisnya beda-beda.

Ini saja sudah menunjukkan bahwa perbedaan itu natural, ilahiah, alami.

Tapi, cara kerja otak manusia memang agak rumit dan sering kali bertentangan. Walaupun mereka sering kali juga mengucapkan sesuatu yang menurut akal sehat mereka masuk akal. Ya, misalkan soal perbedaan yang ilahiah tadi.

Namun, ketika kita masuk pada ranah orientasi ketuhanan, keagamaan hingga orientasi seksual, maka secara “ajaib” istilah perbedaan yang ilahiah tadi berubah menjadi pertentangan sengit.

Inilah yang saya maksud otak manusia unik sekaligus paradox dalam satu waktu yang bersamaan. Basanya kejadian ajaib ini dipicu oleh pandangan keagamaan yang sempit.

Dan rumitnya, kita hidup di negara yang mengklaim dirinya sebagai negara Demokrasi tapi membatasi pikiran manusia yang hidup di dalamnya ketika berurusan dengan agama. Di sisi lain, para pendakwah agama malah bebas berkeliaran dengan tafsir serampangannya.

Inilah yang dimaksud ketidakadilan sosial. Si A yang bergelar ahli agama bebas berkeliaran otaknya. Sementara si B yang bukan ahli agama otaknya malah di kerangkeng ketika mencoba mengkritik para ahli agama menggunakan argumen akal sehat (common sense).

Soal orientasi seksual juga sangat parah. Mereka yang secara terbuka jujur bahwa mereka adalah salah satu dari LGBTQ malah dihina, dihujat, hingga dikutuk. Padahal, mereka ini bukan kriminal.

Mereka yang menyebut diri mereka “normal” malah secara terbuka melancarkan hinaan, makian. Bahkan ada yang secara terang-terangan ingin melancarkan pembunuhan. Hanya karena termakan oleh cerita-cerita kitab purba yang ditulis pada masa di mana pengetahuan manusia sangat terbatas dalam banyak hal.

Sekarang, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menemukan begitu banyak kenyataan yang justru bertentangan dengan kitab-kitab yang pernah ditulis sebelumnya. Bahwa orientasi seksual homo sapiens itu ternyata cukup beragam dan kompleks. Ini fakta.

Mereka yang belajar Ilmu pengetahuan (science) tidak akan alergi dengan keragaman ini. Malah harusnya kita rayakan perbedaan ini. Merasa bahwa bumi ini hanya milik satu golongan atau satu kelompok manusia saja adalah sebuah kesalahan berpikir yang sangat fatal.

Jadi, sadarlah bahwa ada kebenaran universal dalam prinsip “berbeda-beda tapi tetap sama-sama sapiens” perlu kita kampanyekan secara berkala dan terbuka.

#itusaja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.