Kolom Arif A. Aji: KEBENARAN — Kita Adalah Sampah

Saat orang yang beragama tiada henti berdakwah dan meneriakkan kebenaran agamanya, bahkan tidak jarang memaksakan pengakuan kebenaran agamanya, reaksi yang terjadi sudah pasti akan ada penolakan. Terutama dari orang yang berpikir lebih maju dengan mengoptimalkan logika dalam diri mereka. Perdebatan panjang tak berujung pasti terjadi dan tak pernah ada habisnya.

Seperti sampah yang tak pernah ada habis-habisnya mengotori bumi ini.

Saat yang beragama dipertanyakan tentang konsep kebenaran yang diyakini tentang ketuhanan mereka, yaitu wujud dari eksistensinya, maka mereka akan pakai konsep yang mereka yakini kebenaran mutlak dan absolute. Walau tak benar-benar tahu subtansi yang tersirat dalam konsep itu.

Intinya, harus dipercayai tanpa dipertanyakan. Walau sadar atau tidak itu namanya keyakinan dalam kebodohan. Tuhan pasti ada kata mereka. Namun, mereka akan membangun opini yang tak jarang absurd bila dipertanyakan keberadaannya. Dan makin menunjukkan begitu pekat kebodohan mereka.

Ketika yang mengatasnamakan memakai logika mulai menumbangkan doktrin ketuhanan kaum bergama yang absurd, sebenarnya mulai ada langkah lebih maju daripada stagnan dari aturan konsep ratusan tahun yang tak lagi relevan. Namun, yang harus dipertanyakan di sini, logika itu terbentuk dan terbangun dari apa?

Banyak yang merasa berlogika dan keluar dari keyakinan pada konsep ketuhanan, namun merasa logika dalam diri mereka sendiri adalah mutlaknya kebenaran. Tidak percaya Tuhan karena kata mereka Tuhan tidak ada. Lebih percaya pada kebenaran logika mereka sendiri. Bisa dikatakan logika mereka adalah Tuhan bagi mereka saat ini.

Walau andai dipertanyakan keberadaan logika itu di mana, jawabannya sama seperti yang beragama. Membangun opini-opini pembenaran demi pengakuan logika yang dikatakan.

Debat kusir.

Perdebatan yang terjadi itu di atas sebuah kereta kuda. Di mana kuda itu terus berjalan dari awal kehidupan sampai akhir yaitu kematian. Perdebatan kebenaran yang sama sekali tak berguna. Sebab semua kebenaran yang diperdebatkan hanya berakhir dengan kata-kata. Kepastiannya kuda terus berjalan menuju titik akhir perjalanan.

Apakah perdebatan itu dapat merubah waktu, atau menghentikan waktu?

Tidak pastinya. Malah perdebatan ini membuang-buang waktu yang ada, untuk bisa menikmati hidup dan berkarya menghiasi dinding-dinding waktu, supaya jadi indah. Namun, yang terjadi malah saling serang dengan tumpukan sumpah serapah yang mengotori kehidupan dengan bau yang menyesakkan dada.

Dan……………!!!!

Begitulah Indonesia……!!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.