Kolom Asaaro Lahagu: Anies Senggol Kata Pribumi, Jakarta Dipancing Gaduh

Anies membumbung tinggi. Euforia kegembiraan pasca pelantikannya, memuncrat deras. Di depan media dengan seragam putihnya, ia tersenyum puas. Kegagahannya saat disorot kamera, menyilaukan nalarnya. Dengan penuh keyakinan ia melontarkan janji super manis. Ya, janji manis terbaru bagi kaum pribumi.

“Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan, kini telah merdeka, saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Anies di depan media dengan senyum luar biasa.




Penggunaan kata pribumi yang sudah dilarang lewat Inpres tahun 1998 oleh Presiden Habibie, kembali digaruk Anies. Luka lama Pribumi dan Non Pribumi kembali dibumbui garam oleh Anies. Pengalaman pahit kerusuhan rasial tahun 1998 kembali terbersit di pelupuk mata. Hal itu dipicu oleh gubernur baru, gubernur Anies. Gubernur Anies dengan gampang mencomot kata pribumi hasil penggolongan Belanda, hanya karena luapan kegembiraannya memakai baju baru yang disorot habis kamera.

Gubernur Anies jelas tak tuntas belajar sejarah. Semua orang yang sekarang tinggal dan menetap di Indonesia adalah imigran dan tak satupun pribumi. Gelombang imigran yang datang dari benua Afrika (60 ribu tahun yang lalu), gelombang ke dua dari Austro-Asiatik (30 ribu tahun yang lalu) dan gelombang ke tiga dari Taiwan sekitar (6 ribu tahun lalu), genetikanya sudah bercampur baur.

Jika diuji DNA salah satu suku di Indonesia, maka hasilnya tidak ada lagi yang murni 100%. DNA itu sudah bercampur-baur. Ada DNA Tionghoa-nya, ada DNA Eropa-nya, Ada DNA Indianya dan bisa jadi ada DNA Arabnya. Jika demikian maka tak ada satupun orang Indonesia yang DNA-nya asli pribumi atau salah satu suku yang sudah ribuan tahun berada di wilayah Indonesia dan belum tercampur apapun dengan DNA suku lain. Karena, jika disebut pribumi, maka DNA-nya harus 100% asli, tidak bercampur dengan DNA suku atau pendatang lain apapun. Lalu yang mana ‘pribumi’ dalam kategori kacamata Anies?

Bila merujuk pada pemahaman Anies bahwa pribumi itu adalah orang yang sudah lama berdiam di suatu wilayah, maka pemahaman itu keliru. Jika ada orang Arab, China yang sudah ratusan tahun berdiam di suatu wilayah di Indonesia, maka mereka bisa disebut pribumi? Jika dipakai kategori ‘lamanya berdiam’ maka antara suku bisa saling klaim bahwa sukunya yang pribumi. Jika saling mengklaim, maka Jakarta dan bahkan seluruh wilayah Indonesia kembali gaduh dan terancam rusuh. Dan itu sangat berbahaya.

Lupakan sejenak sejarah kata pribumi itu. Mari kita ikuti logika Anies tentang ‘saatnya pribumi menjadi tuan di negeri sendiri’.

Jika dalam pemahaman Anies, pribumi adalah orang di luar dari orang keturunan Eropa, orang keturunan Tionghoa (tidak termasuk orang Arab, mungkin itu termasuk pribumi menurut kaca mata kuda Anies), maka Jakarta bisa gaduh besar. Karena ada yang merasa pribumi asli dan non pribumi palsu hehe.

Kata ‘menjadi tuan’ di negeri sendiri, artinya Anies akan mengangkat martabat semua orang Jawa, orang Batak, orang Madura, orang Sunda, orang Bali, orang Dayak, orang Arab, orang Papua, orang Flores, orang Nias yang belum menjadi tuan sebagai tuan di negerinya sendiri. Artinya apa? Jika selama ini mereka tidak memiliki aset tanah, ruko, mall, bank, hotel, rumah sakit, pasar, sekolah, kapal, pesawat, perusahaan dan seterusnya di negerinya, maka saatnya mereka akan memilikinya. Itukah yang dimaksud oleh Anies? Lalu bagaimana caranya?




Tuan rumah artinya pemilik rumah, tuan tanah artinya pemilik tanah, tuan di negerinya artinya pemilik negerinya termasuk kekayaan di negeri itu. ‘Saatnya menjadi tuan di negeri sendiri’ artinya selama ini ‘warga pribumi’ sesuai dengan yang dimaksud Anies adalah bukan tuan tetapi budak, abdi atau hamba. Lalu siapa tuan yang menguasai Jakarta selama ini menurut kaca mata Anies? Apakah Anies akan merebut Jakarta dari ‘tuan-tuan’ tersebut nantinya dan menyerahkan kepada warga pribumi menurut kategori Anies?

Jika dalam benak Anies, warga Jakarta sudah dipisah-pisahkan, digolongkan, dipetakan, dibedakan, maka celakalah Jakarta ke depannya. Arah kebijakan Anies ke depan bisa ditebak dan akan lebih berpihak kepada ‘kelompok tertentu’ dan bukan untuk semua golongan, semua pihak, semua warga dan siapa saja yang menghuni Jakarta. Dan jika ada keberpihakan kepada warga tertentu sesuai pembagian ala kacamata Anies, maka Jakarta akan menjadi gaduh. Jakarta akan menjadi kota rasis, kota yang kembali membelah warga menjadi pribumi dan non pribumi.

Itukah perubahan Jakarta yang dijanjikan oleh Anies? Seruput kopi pahit bercampur pare pahit dan daun papaya pahit penawar hidup pahit. Salam kura-kura, Asaaro Lahagu.










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.