Kolom Asaaro Lahagu: JOKOWI, ISU PKI DAN PEMUTARAN FILM G30S

Anda bosan mendengar isu PKI? Ya, tentu saja sangat bosan, muak dan muntah. Apalagi di negara asalnya Rusia dan China, ideologi komunis sudah koma. Logikanya jika di negeri asalnya, di negeri induknya saja sudah koma, apalagi di sini, di Indonesia. Ia pasti sudah hancur lebur, mati benaran dan tak mungkin bangkit kembali.

Jika isu komunis terlintas di benak, itu bagai mimpi di siang bolong menurut kata cendekiawan Muslim, Buya Syaffi.

Tetapi tunggu dulu. Itu di Rusia dan China. Di sini, di Indonesia, isu komunis masih laku keras, karena di sini masih banyak orang bodoh seperti kata Armando. Selagi Jokowi masih memimpin negeri ini, isu komunis masih manis, sedap dan lezat untuk dijual. Berbeda misalnya jika Presiden Indonesia bukan Jokowi. Tengok saja isu Komunis selama 10 tahun pemerintahan Presiden SBY, tak secuil pun isu diangkat.




Namun, ketika Jokowi menjadi Presiden di sini, isu komunis sangat menggoda untuk digoreng. Itulah sebabnya lawan-lawan politik Jokowi, sangat rajin menumis dan menggoreng isu PKI itu. Lihat saja kemarin apa yang terjadi di Jakarta. Begitu disebut ada seminar tentang G30S, maka langsung ada pihak yang kebakaran jenggot, entah dari mana, terjun ganas berdemo. Para pendemo terlihat begitu bernafsu berbuat anarkis.

Jangan salah, justru lewat isu PKI tersebut, Jokowi nyaris kalah pada Pilpres 2014 lalu dari Prabowo. Beberapa minggu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) dan KPU menyatakan bahwa Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres, Prabowo mengeluarkan pernyataan bahwa salah satu faktor kekalahannya adalah kekurangan dana. Maksudnya apa? Kubu Prabowo kekurangan dana dalam menggoreng lebih kencang isu-isu apapun untuk menjatuhkan Jokowi.

Isu PKI akan tetap menjadi senjata andalan lawan-lawan politik Jokowi menjelang Pilpres 2019 mendatang. Itu pasti. Isu PKI akan dikombinasikan dengan isu utang, isu kriminalisasi ulama dan seterusnya. Maka lengkaplah sudah bumbu goreng untuk ‘menggoreng’ Jokowi. Celakanya, Jokowi sangat cocok dijadikan santapan empuk. Mengapa?

Karena latar belakangnya yang ‘ndeso’ dan jelata serta bukan dari kalangan elit, pejabat atau garis keturunan ningrat. Latar belakang keluarganya yang kurang diketahui publik, amat mudah untuk digoreng dan diputarbalikkan karena belum banyak orang yang tahu. Apalagi Jokowi didukung oleh partai PDIP yang dipandang identik dengan Megawati. Maka lengkaplah sudah isu PKI sangat lezat untuk digoreng.

Megawati yang mengorbitkan Jokowi sebagai Presiden, dikenal sebagai puteri dari Proklamator Kemerdekaan, Soekarno. Pada akhir masa kepresidenannya, Soekarno dikenal dengan politik Nasakomnya (Nasionalis, Agama dan Komunis). Setelah terjadinya pemberontakan Gerakan 30 September (G30S), Soekarno tidak langsung membubarkan PKI dan bahkan terkesan melindunginya. Oleh karena itu, tak heran jika Jokowi yang didukung Megawati, Puteri Presiden Soekarno, selalu dikait-kaitkan dengan isu PKI yang dilindungi oleh Soekarno semasa ia menjadi Presiden.

Kaum bumi datar (mereka yang jongkok daya nalarnya) akan selalu mencari pembenaran di atas untuk menyerang Jokowi. Apalagi Jokowi terlihat lebih dekat dengan Rusia dan China, maka isu PKI semakin kencang didengungkan. Belum lagi tambahan adanya isu-isu tenaga kerja dari China dan utang yang dipinjam dari China, semakin menambah bumbu goreng untuk menyerang Jokowi.

Jadi, setiap kali isu PKI padam, selalu saja ada pihak-pihak yang kembali menyalakan apinya. Menjelang 30 September, pihak-pihak yang tidak suka kepada pemerintahan Jokowi, sengaja menyalakan api dengan berkumpul dan berdiskusi tentang peristiwa G 30 September. Celakanya, mereka dengan sengaja menyebarkan informasi bahwa mereka mau berdiskusi tentang PKI. Tujuannya adalah agar nalar kaum bumi datar terbakar, bergejolak, lalu menantang mereka. Dengan demikian isunya bisa cepat membesar. Dengan demikian anggapan bahwa PKI sudah mati, sudah digebuk oleh Jokowi, ternyata masih hidup. Itu toh buktinya, masih ada yang dengan sengaja berdiskusi tentang PKI.




Polemik pemutaran film G 30 S/PKI juga tak kalah serunya. Ada yang pro dan kontra. Di kalangan kader PDIP, film itu dianggap terlalu menonjolkan peran Soeharto yang sok pahlawan saat membungkam PKI. Sementara posisi Soekarno dalam film itu seolah-olah terpojok. Jelas dengan pemutaran film itu ada pihak-pihak yang merasa tidak nyaman terutama sebagian kader-kader PDIP yang selalu dikaitkan dengan isu PKI selama ini.

Sebaliknya Gatot Nurmantyo justru memberi perintah untuk memutar film tersebut. Jelas Gatot sebagai Panglima ABRI, ingin agar masyarakat kembali melihat TNI-AD yang menjadi korban utama ketika itu. Tentu saja pemutaran film G 30 S/PKI itu juga didukung penuh oleh PKS dan kaum bumi datar. Kebiadaban PKI sebagaimana diceritakan dalam film itu bisa semakin membakar emosi rakyat. Dengan demikian sewaktu-waktu mereka akan semakin mudah termakan hasutan tentang isu-isu masih adanya PKI.



Menarik melihat reaksi Presiden Jokowi terkait pemutaran film tersebut. Keputusannya agar film tersebut diputar, patut diacungi jempol. Itu keputusan berani dan cerdas. Jokowi paham bahwa tanpa diputar sekalipun, film G 30 S sudah ditonton oleh masyarakat sebelumnya. Dan kini potongan-potongan film tersebut masih berseliweran di Youtube. Bagi Jokowi, biarlah masyarakat menilai kebenaran isi dan fakta dari film tersebut. Namun pada tahun 2018 menjelang panasnya Pilpres, Jokowi meminta agar dibuat film baru yang lebih dimengerti oleh kelompok anak muda Milenia.

Isu PKI sebetulnya sudah membosankan Presiden Jokowi. Namun ia paham bahwa isu itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Mengapa? Lawan-lawan Jokowi akan kembali menggoreng dan membungkus ulang isu ini untuk menjegalnya pada Pilpres 2019 mendatang. Saya yakin jika PKS kembali menang di Jawa Barat, propinsi terbanyak penduduknya, maka posisi Jokowi bisa semakin terjepit apalagi jika PKS dan Gerindra menang di Sumatera Utara, Jawa Tengah.

Jakarta dan Banten sudah dipegang.

Ketika Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sudah resmi berkuasa di Jakarta, maka dengan cepat PKS akan bergerak ke akar rumput dan kembali menjalankan politisasi masjid untuk menggoreng isu-isu yang menyerang Presiden Jokowi. Di Jakarta yang lebih banyak orang bodohnya itu menurut Armando, akan menjadi lahan empuk bagi PKS untuk mencuci otak penduduk Jakarta dan akhirnya mempercayai bahwa Jokowi adalah PKI. Ingat kebenaran yang diulang-ulang seperti kata kriminalisasi, akan dipercayai sebagai kebenaran.

Strategi Jokowi untuk mengeluarkan Perpu sudah benar. Ucapannya yang tegas menggebuk PKI juga sudah tepat. Pun idenya untuk membuat film baru tentang G 30 September patut ditunggu. Namun tingkat kewaspadaannya tentang isu PKI harus lebih ditingkatkan. Kalau bisa siaga satu. Di Indonesia, isu PKI sekali lagi masih laku keras dan bisa menghasut rakyat yang kebanyakan masih bodoh. Sudah banyak bukti-bukti tentang itu.

Jika isu PKI tak diwaspadai, maka bisa saja pada Pilpres 2019 Jokowi akan tumbang. Oleh karena itu, mulai sekarang aparat sudah harus lebih kencang menggebuk siapapun yang mencoba menghidupkan isu-isu itu tanpa ampun. Waspadalah… waspadalah…








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.