Kolom Asaaro Lahagu: Jokowi Main Sulap, Gerinda Mundur dari Pansus, Heru Ganti Ahok

Dua langkah telak Jokowi terakhir, menuai kemenangan hebat. Pertama, aksi pembubaran HTI tanpa perlawanan. Ke dua, lolosnya UU Pemilu dengan parliamentary threshold tetap 20%. Dua kemenangan itu adalah bukti nyata taktik seorang ‘ndeso’ yang membuat Amin Rais ternganga.

Amin Rais memang ternganga melihat taktik Jokowi. Ia seolah ‘berdamai’ dengan musuhnya. Pertemuan Jokowi  dengan GNPF-MUI di istana tempo hari, memunculkan taktik matikan api dari Jokowi. Sepintas lalu, itu langkah geser ke samping Jokowi. Namun efeknya luar biasa. Bachtiar Natsir pelan-pelan bisa ‘diorangkan’ Jokowi mengikuti jejak Ma’aruf Amin.

Ketika Bachtiar Natsir ngangguk-angguk kepala, ada imbalan penghiburan di sana. Kapolda Metro Jaya, M. Iriawan digeser, penahanan Alkhaththath ditangguhkan dan proses penyelidikan Bachtiar Natsir terkait kasus TPPU, digantung bak misteri untuk sementara.




Ketika ada tabir misteri pengenduran tekanan, Rizieq yang tak tahan di Arab sana, ikut terjebak dalam permainan. Apalagi ketika Rizieq absen di Indonesia, Jokowi leluasa membubarkan HTI tanpa gejolak. Rizieq ingin pulang. Bisikan bahwa kasusnya akan dipitieskan alias dihentikan membuat Rizieq bimbang, ragu dan tertarik pulang. Tetapi, itu bisa saja hanya pancingan agar Rizieq pulang sendiri. Ketika Rizieq sampai di Indonesia, ia langsung diciduk.

Itu soal Rizieq. Mari kita teropong UU Pemilu yang dimenangkan oleh Jokowi. Lolosnya UU Pemilu dengan parliamentary threshold tetap 20% yang diinginkan Jokowi, membuat lawannya terpojok. Gerinda, PKS, Demokrat dan PAN mati kutu. Hanya aksi walk-out alias pengecut yang bisa dibuat. Mimpi mengeroyok Jokowi pun sirna.

Tadinya jika threshold-nya nol persen, maka Jokowi saat Pilpres 2019, akan dikeroyok oleh Prabowo, Rhoma Irama, Yusril, Harry Tanoe, Rizieq Shihab, Ahmad Dhani, Novel Muchsin, dan seterusnya. Tetapi fakta berkata lain. Lolosnya UU Pemilu itu membuat kemungkinan pertarungan Pilpres 2014 Jokowi vs Prabowo, kembali terulang.

Secara telak, partai pendukung Prabowo memang kalah taring. Luka kekalahan itu menusuk Gerinda. Gerindapun ngambek lalu mundur dari Pansus KPK. Kini DPR semakin terpojok dan tinggal mengharapkan ‘harga’ dirinya yang seupil itu di tangan Jokowi.

Jika itu terjadi, maka upaya keras pembubaran KPK dari ‘anak-anak TK’ DPR akan gagal. KPK selamat, DPR terpuruk, Fadli Zon bungkam, Fahri Hamzah terjebak simalakama. Fahri sudah kepalang basah, tetap bela Novanto ngawur-ngawuran. DPR ikut ke penjara pun ngawur-ngawuran.

Melihat banyak yang ngawur, Jokowi mencoba bermain sulap. Aksi main sulap Jokowi di hadapan anak-anak adalah aksi penuh sindirian. Setelah menang telak soal pembubaran HTI dan lolosnya UU Pemilu, Jokowi bermain sulap. Ia belajar trik sulap 5 hari, 5 malam. Kegiatan itu tak akan dilakukan jika situasi tidak kondusif. Namun, ketika situasi aman terkendali, saatnya bermain sulap-sulapan, bermain senang dan menyenangkan.

Sulapan Jokowi menggoreng nalar para anggota DPR. DPR yang ketakutan disisir KPK, ngambek luar binasa. Mereka membentuk Pansus bunuh diri. Benar kata Gusdur, DPR adalah Taman Kanak-kanak. Mereka tidak paham arti kerja keras. Tahunya hanya korup, membegal anggaran proyek, seperti e-KTP itu.

Ketika ditegur KPK, DPR mengamuk, ambil meriam, tembak membabi buta KPK. Makanya Jokowi bermain sulap. Lu mau sukses, beratraksi, belajar hingga tengah malam. Ada usaha keras. Bukan tahunya korup sana-sini memperkaya diri secara instan. Lha, nantinya bisa pengecut-pengecutan seperti Gerinda itu. Dukung, tidak dukung, dukung Pansus, lalu mundur sebagai pengecut.

Jokowi memang bermain sulap. Tetapi itu hanya mengelabui lawannya. Ia tidak selamanya sulap-sulapan. Jika fokus sulap, maka bisa terbalik menjadi aksi palsu. Itu sebetulnya hanya unjuk gigi sementara. Karena selanjutnya, adalah konsolidasi pertahanan. Justru ketika situasi kondusif, Jokowi perketat pertahanan dengan tingkat kewaspadaan tingkat tinggi. Jokowi mempertahankan kemenangan.

Saat DPR dilanda bau korup ngawur-ngawuran, Jokowi menyindirnya dengan menarik Heru menjadi Kepala Setpres. Heru adalah sosok kesayangan Ahok sangat cocok menjadi Kepala Setpres. Dalam sosok Heru ada sprit anti korupsi Ahok. Heru yang hebat dalam manajemen birokrasi sangat dibutuhkan Jokowi meneropong Gubernur Anies di DKI kelak. Heru akan menjadi senjata andalan hebat Jokowi untuk menguliti Anies Baswedan di DKI ke depannya. Heru pasti tahu kulit luar, hingga urat tersembunyi di Pemprov DKI. Begitulah kura-kura.

VIDEO: Sebuah clip terbaru dari Suku Karo (penyanyinya sekarang berada di Eropah)








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.